Budaya Maritim Indonesia, Quo Vadis?

Oleh: Meitty Josephin, M.Han

Sejak ditetapkannya Poros Maritim Dunia (PMD) sebagai visi pembangunan nasional Indonesia, maka fokus pemerintah mulai terarah pada pembangunan dan pemanfaatan potensi laut. PMD ditopang oleh kelima pilar yang pelan tapi pasti, mulai terealisasikan dalam berbagai peraturan. Kelima pilar yang dimaksud terdiri dari; 1) Budaya maritim, 2) Pembangunan kedaulatan pangan laut; 3) Pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim; 4) Diplomasi maritim; serta 5) Kekuatan pertahanan maritim (kominfo, 2016). Kalau kita telusuri lebih dalam, penetapan PMD sebagai visi pembangunan nasional dapat diterjemahkan sebagai salah satu strategi besar untuk menghadapi persoalan baik dalam maupun luar negeri. Misalnya, pengelolaan serta pemanfaatan kekayaan laut secara berkelanjutan, yang merupakan bagian dari pilar kedua, diharapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan setiap warga Indonesia. Hal ini tidak berlebihan mengingat potensi kekayaan laut kita yang sangat besar. Begitupun dengan pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim pada pilar ketiga yang diharapkan mampu merealisasikan pemerataan harga kebutuhan pokok dan barang lainnya di seluruh Indonesia. Kedua pilar ini bisa menjadi jalan untuk penyelesaian masalah dalam negeri Indonesia. Sementara itu, adanya pergeseran geo-ekonomi dan geo-politik dari Barat ke Timur serta meningkatnya persaingan antara Tiongkok dan Amerika Serikat jelas menjadi landasan pembangunan infrastruktur, diplomasi, serta pertahanan maritim Indonesia.

Letak Indonesia di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, serta di antara Benua Asia dan Benua Australia pun tentu sangat menguntungkan mengingat arus ekonomi (perdagangan) yang perlahan berpindah dari barat ke timur. Diperlukan kerjasama yang baik antar negara di kawasan agar lalu lintas perdagangan dapat berjalan dengan lancar. Kerjasama maritim antar negara tersebut dapat terwujud dalam berbagai bentuk salah satunya, kerjasama di bidang pertahanan maritim.  Baru-baru ini, Indonesia dan Amerika Serikat sepakat membangun Pusat Pelatihan Bakamla (Badan Keamanan Laut) di Batam (Adyatama, 2021). Pembangunan pusat pelatihan tersebut merupakan salah satu contoh kerjasama di bidang pertahanan yang tak mungkin terjalin tanpa adanya diplomasi maritim yang baik. Kerjasama di bidang pertahanan dan keamanan maritim penting untuk mengamankan wilayah perairan dari segala gangguan serta aksi kejahatan. Dari sini kita bisa melihat bahwa PMD juga disusun agar bisa menjawab tantangan yang datang dari luar. Dengan kata lain, PMD dapat dipandang sebagai jawaban atas tantangan yang diberikan oleh dunia saat ini. Pertanyaannya sekarang, bagaimana posisi pilar pertama PMD yakni, budaya maritim? Mengapa penting menjadikan budaya maritim sebagai pilar pertama dari PMD? 

Penulis berpandangan bahwa masuknya budaya maritim Indonesia sebagai salah satu pilar PMD justru sangat penting guna memastikan seluruh rencana pembangunan maritim berhasil. Membangun budaya maritim adalah juga persoalan pembangunan identitas maritim. Dalam memaknai pilar pertama PMD, pembentukan kesadaran masyarakat Indonesia sebagai bangsa maritim harus dipahami dalam konteks yang lebih mendalam. Konteks yang dimaksud adalah sejauh mana pembentukan identitas suatu masyarakat dapat membantu pemerintah mengontrol atau mengarahkan masyarakatnya.

Pembentukan identitas dapat dipandang sebagai salah satu bentuk kuasa yang bersifat “radikal”. Mengapa demikian? Kuasa (power) dapat dimaknai dengan kemampuan seseorang untuk mengarahkan orang lain sesuai dengan keinginannya. Sekelompok masyarakat perlu didefinisikan agar dapat diarahkan kepada tujuan tertentu. Definisi inilah yang nantinya akan menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta kemana kelompok masyarakat itu harus berjalan. Mendefinisikan sekelompok masyarakat dapat dilakukan dengan pemberian identitas tertentu. Masuknya budaya maritim sebagai pilar pertama PMD jelas berkaitan dengan pemberian identitas maritim kepada masyarakat Indonesia. Bangsa Indonesia adalah bangsa maritim. Itulah identitas yang ingin dibentuk. Dengan pemberian identitas ini, diharapkan setiap masyarakat Indonesia akan berjalan sesuai dengan tujuan yang ada yakni, realisasi PMD. Persoalannya sekarang, sejauh apa Indonesia berhasil membentuk identitas maritim tersebut? Pembentukan identitas hanya mungkin dilakukan melalui pendidikan. Hal ini kemudian perlu direfleksikan bersama, sejauh mana pendidikan berbasis budaya maritim dimasukkan ke dalam pembelajaran di setiap jenjang pendidikan? Budaya maritim Indonesia, quo vadis? Pertanyaan ini hanya mungkin terjawab dengan melihat kembali keseriusan kita untuk memasukan budaya maritim dalam sistem pendidikan. 

Bibliography

Adyatama, E. (2021, Juni 25). Tempo.co. Retrieved from Tempo.co: https://nasional.tempo.co/read/1476427/indonesia-dan-amerika-serikat-bangun-pusat-pelatihan-maritim-bakamla-di-batam

kominfo. (2016, 10 18). kominfo.go.id. Retrieved from kominfo.go.id: https://www.kominfo.go.id/content/detail/8231/menuju-poros-maritim-dunia/0/kerja_nyata#:~:text=Poros%20Maritim%20Dunia%20bertujuan%20menjadikan,untuk%20mewujudkan%20pemerataan%20ekonomi%20Indonesia.

Meitty Josephin Balontia (Dosen Character Building, Universitas Bina Nusantara, Bandung)