Menjadi Anak Muda Berkarakter di Dunia Maya

Oleh: Meitty Josephin Balontia, M.Han

Bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang memiliki karakter baik dan kuat. Hal inilah yang mendasari pemahaman bahwa pendidikan karakter pada setiap tingkat pendidikan harus terus dilaksanakan. Di sisi lain, peran dari anak muda Indonesia untuk merealisasikan nilai-nilai yang ada dalam pendidikan karakter juga tak kalah penting dalam menciptakan bangsa yang berkarakter baik dan kuat. Anak muda harus bisa membentuk diri menjadi pribadi yang tidak hanya cerdas tetapi juga berkarakter baik.  Urgensi pembentukan karakter pada anak muda tentu tidak terlepas dari fakta bahwa masa depan bangsa Indonesia sangat tergantung pada kualitas anak mudanya. 

Sayangnya, pada awal 2021, Microsoft merilis laporan hasil riset Digital Civilityyang menyebutkan bahwa netizen Indonesia sukses menempati tingkat kesopanan terbawah se-Asia Tenggara saat berkomunikasi di dunia maya. Meskipun penilaian tersebut tidak hanya berdasar pada kelompok umur tertentu, namun perlu diingat bahwa pengguna media sosial terbanyak justru didominasi oleh kaum muda. Menurut data yang dipublikasikan oleh Kompas, yang dikutip dari laporan  We are Socialdan Hootsuite dalam  Digital 2021: The Latest Insights Into The State of Digital,disebutkan bahwa dari total 274,9 juta penduduk di Indonesia, 170 juta di antaranya telah menggunakan media sosial. Total pengguna media sosial tersebut didominasi oleh anak muda dalam rentang 25-34 tahun (Stephanie, 2021). 

Penilaian yang diberikan kepada netizen Indonesia dalam bermedia sosial perlu menjadi pelajaran serta refleksi kita ke depannya. Sejauh mana kita semua, khususnya anak muda Indonesia mau membentuk karakter diri yang lebih baik dalam pergaulan. Di tengah kemajuan teknologi informasi dan pandemi Covid 19, lingkungan tempat kita berinteraksi sudah tak terbatas pada lingkungan fisik saja melainkan juga, lingkungan virtual atau yang kita kenal dengan dunia maya. Dunia maya tidak hanya menawarkan informasi yang sangat beragam tetapi juga kesempatan untuk menjadi anonim selagi berinteraksi dengan orang lain. Kita seolah lupa bahwa bagaimana interaksi baik fisik maupun virtual adalah cerminan dari karakter kita sendiri. Dengan maraknya berbagai tindakan kurang terpuji di dunia virtual yang marak terjadi, kita perlu kembali bertanya, bagaimana kita seharusnya bertindak? Apa yang baik untuk dilakukan dalam interaksi virtual kita dengan orang lain? Pertanyaan ini menjadi titik tolak bagi kesadaran kita untuk mau membentuk diri menjadi lebih baik. Dengan kata lain, pertanyaan tersebut menjadi dasar bagi kita untuk membangun karakter yang baik. 

Membangun karakter yang baik di era pandemi seperti saat ini tentu sangat terkait erat dengan bagaimana kita berinteraksi serta menerima informasi di dunia virtual. Bagaimana membentuk karakter yang baik? Karakter yang baik tentulah berangkat dari nilai-nilai luhur yang terealisasikan dalam berbagai tindakan kita. Luhur berarti tinggi dan mulia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Program Penguatan Karakter menetapkan 5 nilai utama yang harus dibentuk dan dikembangkan dalam diri setiap peserta didik (Kemendikbud, 2017). Kelima nilai utama tersebut adalah religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. Kelima nilai utama ini juga merupakan perwujudan dari nilai yang terdapat dalam ideologi bangsa Indonesia yakni, Pancasila. Nilai-nilai utama tersebut diharapkan dapat menjadi titik tolak bagi setiap warga Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Nilai gotong royong misalnya, terwujud dalam sikap saling menghargai, kerja sama, inklusif, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong-menolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.

Dalam interaksi kita dengan orang lain baik yang kita lakukan secara langsung maupun melalui ruang virtual harus mengedepankan sikap-sikap yang bersesuaian dengan kelima nilai utama tersebut. Adanya berbagai tindakan bullyingdi dunia virtual maupun maraknya berita hoaks, tentu perlu disikapi dengan bijak. Anak muda harus melatih diri untuk mengedepankan sikap empati, anti diskriminasi serta anti kekerasan dalam menggunakan media sosial agar tidak terjerumus dalam aktivitas bullying. Sementara nilai intergritas dapat diwujudkan oleh kita semua termasuk anak muda, melalui usaha untuk tidak langsung menerima dan membagikan setiap berita yang kita baca. Kita perlu untuk melakukan pengecekkan apakah berita yang akan kita teruskan merupakan suatu fakta atau hanya hoaks belaka. Dengan kata lain, anak muda dituntut untuk bisa bertanggung jawab terhadap kebenaran akan berita yang ia bagikan di media sosial. Dari penjabaran di atas, kita bisa melihat bahwa nilai utama dalam pendidikan karakter harus bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sejauh apa kita dapat mengimplementasi nilai-nilai tersebut akan berdampak pada sejauh apa kita membentuk karakter diri menjadi lebih baik. Mari menjadi anak muda dengan karakter yang baik di dunia maya.

Sumber

Kemendikbud. (2017, Juli 17). Kemendikbud.go.id. Retrieved from Kemendikbud.go.id: https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/07/penguatan-pendidikan-karakter-jadi-pintu-masuk-pembenahan-pendidikan-nasional

Stephanie, C. (2021, Februari 24). Kompas.com. Retrieved from Kompas.com: https://tekno.kompas.com/read/2021/02/24/08050027/riset-ungkap-lebih-dari-separuh-penduduk-indonesia-melek-media-sosial

Meitty Josephin Balontia, M.Han (Dosen Character Building, Universitas Bina Nusantara, Bandung)