Korupsi Di Era Otonomi Daerah

Oleh: Jamson Siallagan

Sistem otonomi daerah sebenarnya memberikan langkah positif untuk mencegah terjadinya  penyimpangan atau korupsi. Kegiatan kepemerintahan daerah  yang berjalan lebih efektif  dapat mengontrol kegiatan  politik dengan lebih mudah, dan jika ada penyimpngan dan konflik kepentingan dapat diselesaikan dengan mudah, dan juga membuka peluang seluas-luasnya terhadap keterlibatan masyarakat

Namun kenyataan yang terjadi  justru sebaliknya, otonomi daerah dimanfaatkan oleh oknum-oknum pejabat daerah untuk kepentingan diri dan kelompoknya.  Mengutip pernyataan  Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, “Hingga saat ini telah terdapat 429 kepala daerah hasil Pilkada yang tertangkap melakukan korupsi,” ucap Ghufron dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (18/3/2021). Jumlah kepala daerah yang terjerat korupsi itu disampaikan Ghufron dalam acara rapat koordinasi pencegahan korupsi dengan kepala daerah se-Sumatera Barat. (https://news.detik.com/berita/d-5498530/pimpinan-kpk-catat-ada-429-kepala-daerah-hasil-pilkada-terjerat-korupsi) Tentu saja  ini angka yang fantastis dan menyedihkan. 

Pencegahan harus  dilakukan agar otonomi daerah tidak menjadi perusak pembangunan di daerah. Pemerintah pusat  dapat memperketat pengawasan terhadap penggunaan dana yang diberikan kepada setiap pemda. Langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan adalah: 

  1. Setiap pemda harus diwajibkan untuk mengelola semua anggaran secara daring (E Budgeting), sehingga semua masyarakat dapat mengakses dan mengawasi penggunaannya.laporan di dalam e-budgeting bisa di akses oleh semua kalangan, sekalipun tidak memiliki kepentingan. Sebab bagi pemerintahan e-budegting dibuat sebagai bentuk transparansi kepada publik, untuk meyakinkan masyarakat bahwa mereka telah bekerja secara profesional dan sesuai dengan etika.  Manfaat E Budgeting ini sudah sangat dirasakan manfaatnya, karena membuat data lebih akurat, penyusunanya lebih mudah, dan data lebih transparan tidak mudah dimanipulasi. 
  2. Bagi setiap pemimpin didaerah, selain diawasi, ada baiknya dilakukan pembinaan secara berkala oleh kementrian dalam negri untuk membangun karakter jujur, terbuka, dan memiliki hati yang tulus untuk membangun setiap daerahnya. Pemimpin memiliki kekuasaaan dan kecenderungan menyimpang,  maka diperlukan pengawasan secara moral dan dorongan agar tetap menjaga integritasnya. Tidak ada yang kebal terhadap godaan korupsi jika ia sendiri, maka diperlukan pembinaan yang terencana bagi setipa kepala-kepala daerah. Diharapkan kegiatan ini akan mendukung pengawasan secara legislative yang sudah menjadi tanggagung jawab DPRD. 

Semoga kedepannya kepala-kepala daerah di Indonesia terhindar dari perilaku korupsi sehingga dapat memajukan daerah masing-masing. 

Jamson Siallagan (Dosen Character Building, Universitas Bina Nusantara, Jakarta)