Masyarakat Menurut Auguste Comte
Oleh: Yustinus Suhardi Ruman
A. Riwatat Hidup Singkat (1798-1857)
Auguste Comte dikelompokan sebagai ilmuwan pertama yang berusaha menjelaskan tentang gejala-gejala-gejala masyarakat. Ia berasal dan lahir di Montpellier, Perancis tahun 1798. Dia berasal dari keluarga bangsawan yang menganut ajaran Katolik. Namun meski demikian, Comte tidak begitu terlalu taat sebagai orang Katolik.
Comte menempuh Pendidikan di Ecole Polytechnique, Paris. Tetapi, selama masa pendidikannya, Comte digambarkan sebagai mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak. Ia kemudian keluar dari Ecole. Comte menguasai Matematika. Oleh karena itu, ia memulai karirnya dengan memberi les tentang matematika
Namun, meskipun, ia memperoleh Pendidikan dalam bidang matematika, perhatian utama Comte justru pada persoalan-persoalan kemanusiaan dan sosial. Minat Comte ini banyak dipenaruhi oleh seorang ilmuwan yang bernama Saint Simon. Simon mempekerja Comte sebagai sekretarisnya. Digambarkan bahwa kepribadian Comte dan Simon saling melengkapi. Simon adalah seorang intelektual yang tekun, aktif, bersemangat, namun tidak disiplin. Sedangkan Comte memiliki kepribadian yang metodis, diliplin dan reflektif.
Setalah tujuan tahun kerja sama dengan Simon, akhirnya Comte mulai mengembangkan sendiri karya-karyanya. Karya-karnya Comte diterima dengan sangat menyakinkan dan terpandang di kalangan intelektual Perancis. Namun, meski demikian, ia tetapi dianggap sebagai orang luar akademi. Perlakun kontrakditif terhadap Comte yang demikian disebabkan oleh kepribadian Comte sendiri. Ia menderita gejala paranoid yang berat.
Johnson (1988) menggambarkan bahwa Comte sering kasar terhadap lawan dan teman-teman debatnya. Penderitaannya sangat parah. Suatu waktu seusai serangkaian kuliah-kuliahnya dalam suatu kursus privat, dia menderita gangguan mental yang serius. Ia menderita penyakit “keranjingan” atau (mania). Ia kemudian dimasukan ke Rumah Sakit. Meski tidak sembuh, ia keluar dari Rumah Sakit setelah perawatan yang singkat. Setelah keluar dari rumah sakit, ia berusaha melakukan bunuh diri dengan membuang diri ke Sungai Seine. Sesudah itu, ia terus berada dalam suasana hati yang remuk-redam.
Meski berlatar belakang keluarga bangsawan, kondisi ekonomi Comte pas-pasan. Ia hampir hidup dalam kemiskinan terus-menerus. Ia hanya hidup dari kuliah-kuliah dan les-les privat yang dibuatnya. Ia tidak pernah sampai dapat mempertahankan posisi profesionalnya dengan bayaran sebagaimana mestinya dalam sistem pendidika tinggi di Perancis. Lalu diakhir hanyatnya, ia hidup dari pemberian orang-orang yang mengagguminya dan pengikut-pengikut agama humanitasnya.
- Pengaruh Asmara Pada Pandangan Intelektual Comte
Pengaruh asmara terhadap kehidupan intelekatual Comte sangat besar. Pandangan-pandangannya tentang masyarakat, cinta dan humanism berakar dari pengalaman asmaranya terhadap wanita pujaan hatinya.
Comte pernah menikah dengan seorang perempuan bernama Caroline Massin. Caroline adalah seorang pelacur yang memiliki beban emosional dan ekonomi yang juga sama dengan Comte. Caroline merawat Comte dengan sangat sabar dan baik, setelah Comte ke luar dari rumah sakit. Namun, meski begitu, Comte sering berperilaku kasar terhadap istrinya itu. Tidak tahan dengan perlakuan kasar itu, Coroline akhirnya pergi dan membiarkan Comte sengsara dan gila.
Setelah itu Comte bertemu dengan Clothilde de Vaux. Clothilde adalah seorang ibu yang mengubah kehidupann Comte. Comte bertemu dengan Clothilde dua tahun setelah ia menyelesaikan karya besarnya yang berjudul Course of Positive Philosophy. Saat bertemua Comte, Clothilde sedang ditinggal pergi oleh suaminya.
Sayangnya, berbeda dengan Comte, Clothilde tidak terlalu meluap-luap.Kedua saling mengirimkan surat cinta, namun dengan anggapan hubungan itu hanyalah persaudaraan saja. Setelah beberapa lama kemudian, Clothilde menerima tawaran Comte untuk menjalin relasi yang lebih intim sebagai suami dan istri. Tetapi, hubungan suami-istri itu tidak terlaksana. Meski demikian, keduanya tetap saling berkirim surat cinta, Romantika mereka tidak berlangsung lama sebab Clothilde menderita tbc dan meninggal setelah beberapa bulan bertemu dengan Comte. Comte sangat terguncang setalah kematian Clothilde dan bersumpah untuk membaktikan kehidupannya untuk mengenang Clothilde yang digambarkan sebagai bidadarinya oleh Johnson.
2. Kehidupan Intelektual Comte Usai Kepergian Bidadarinya
Clothilde de Vaux memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pandangan Comte tentang humanism. Setelah menjalin hubungan dengan Clothilde, Comte menulis karya yang berjudul System of Positive Politics. Buku ini berisi pernyataan menyeluruh mengenai strategi pelaksanaan praksis mengenai filsafat positif yang telah ditulisnya dalam buku sebelumnya yang berjudul Course of Positive Philosophy.
Oleh karena buku System of Positive Politicsdidedikasikan untuk mengenang Clothilde de Vaux, Comte menjelaskan bahwa kekuatan yang sebenarnya yang mendorong kehidupan adalah perasaan, bukan pertumbuhan inteligensi. Oleh karena itu, ia mendorong reorganisasi masyarakat dengan tatacara yang dapat membangkitkan cinta murni – bukan cinta egois – demi kebesaran kemanusiaan. Tujuannya adalah untuk mengembangkan suatu agama baru yakni agama humanitas. Agama humanitas ini akan menjadi sumber-sumber utama bagi perasaan manusia. Perasaan yang mengubahnya dari cinta diri dan egois menjadi altruism yang tidak berbasis pada standar-standar supernaturalistic, melainkan pada sesuai dengan standar-standar intelektual serta persyaratan positivism.
Comte memberikan tempat yang sangat istimewa kepada wanita sebagai simbil dari cinta yang altruis itu. Comte menjelaskan bahwa perasaan wanita dan altruism lebih tinggi daripada intelek dan egoism pria menurut nilai sosialnya.
Johnson menggambarkan bahwa Comte mengganti peran Bunda Perawan Maria dengan Clothilde de Vaux. Clothilde menjadi symbol dan perwujudan “wanita ideal”. Hubungan Cinta Comte dengan Clothilde merupakan cinta murni. Cinta yang membuat Comte menjadi sangat frustrasi. Sesudah kematian Clothilde, Comte mengubah hubungan cinta itu menjadi penyembahan terhadap roh wanita yang temukan sangat indah dalam tubuh Clothilde de Vaux.
3. Para Sosiolog adalah Imam
Penjelasan Comte tentang positivism setelah kematian Clothilde de Vaux sangat membingunkan para intelektual di Prancis pada masa itu. Mereka melihat penjelasan Comte tentang positivism dalam System of Positive Politics bertentangan dengan gagasan positivism yang ditulisnya dalam bukunya Course of Positive Philosophy. Bahkan ada yang menilai pikiran Comte dalam System of Positive Politics terasa memuakan dan menjijikan, serta bertentangan dengan prinsip kemajuan pikiran manusia.
Mendapat banyak kritik dari para kolega intelektualnya, Comte tidak mundur dari keyakinan-keyakinannya. Ia bahkan terus dalam proyek penelitian yang tunduk dibawah pengujian apakah menyumbang pada meningkatnya kebahagiaan manusia dan cinta atau tidak. Tunduk di bawah keyakinannya sendiri, Comte kemudian menjadi sangat otoriter. Ia bahkan memandang sebuah masyarakat positive tidak akan pernah ada tanpa dirinya. Ia bahkan mengikrarkan dirinya sebagai “Pendiri Agama Universal, dan Imam Agung Humanitas” yang menunjukkan jalan-jalan kepada humanita secara detail.
Dalam masa yang kontroversialnya itu, Comte masih menulis dua buku yang lain yakni Positivist Catechism dan Appeal to Conservatives. Positivist Catechismditulisnya untuk wanita dan para pekerja, lalu Appeal to Conservativesuntuk para pemimpin politik. Comte berharap ahli-ahli sosiologi akan mengikuti bimbingannya dan berperan sebagai penjaga-penjaga moral. Selain itu, ia berharap agar para sosiolog dapat menjadi imam pada agama humanitas, sebagai pemberi arah pada pemimpin-pemimpin industry dan politik, serta meningkatkan rasa keterarahan kepada yang lain dan sebagai penyatu humanitas. Pada tahun 1857, Comte mendapat serangan kanker dan kemudian meninggal.
B. Pandangan Comte Tentang Masyarakat
Comte melihat masyarakat sebagai suatu keseluruhan organic. Masyarakat lebih dari sekedar bagian-bagian yang saling bergantung satu sama lainnya. Menurut Comte, masyarakat merupakan bagian dari alam. Dengan pandangan ini, Comte menyakini penelitian empiris tentang masyarakat. Dengan penelitian empiris ini, Comte membuat tipoligi perkembangan masyarakat dari masyarakat yang paling sederhana sampai masyarakat yang kompleks. Perkembangan itu terjadi melalui tiga tahap evolusi sosial yakni tahap teologis, tahap metafisik dan terakhir tahap positif (Macionis (1989)
Tahap pertama,teologis. Pada tahap teologis, pemahaman Comte tentang masyarakat berbasis pada sebuah refleksi tentang kekuatan supranatural, seperti kehendak Allah, the Will of God. Kepercayaan tentang rencana Tuhan bagi masyarakat manusia banyak dijumpai pada masyarakat purba dan pada sejarah masyarakat feudal Eropa.
Tahapan teologis merupakan tahapan paling panjang dalam sejarah manusia. Comte (Johnson, 1988) membanginya dalam tiga tipologi periode yakni fetisisme, politeisme dan kemudian monoteisme. Fetisisme adalah satu jenis kepercayaan yang ada pada masyarakat primitive. Mereka percaya bahwa semua benda memiliki kekuatannya sendiri. Lalu tahapan fetisisme diganti dengan politeisme. Politeisme adalah kepercayaan kepada banyak tuhan yang terus mengontrol kehidupan. Dan periode paling akhir dari tahap teologis ini adalah monoteisme. Katolik, jelas Comte merupakan contoh dari monoteisme ini.
Tahap kedua, metafisika. Selama abad-abad terakhir era feodal di Eropa, pendekatan teologis terhadap masyarakat secara bertahap memberi jalan kepada apa yang disebut Comte sebagai tahap metafisik, di mana kekuatan abstrak (seperti sifat manusia) dianggap memberikan karakter dasar pada masyarakat. Tahap metafisik, terang Comte merupakan tahap transisi dari masyarakat teologis ke positif. Tahap ini ditandai oleh kepercayaan pada hukum-hukum alam yang dapat ditemukan oleh akala budi.
Tahap ketiga, positif.Tahap positif adalah tahap ilmiah.Comte percaya bahwa pendekatan ilmiah memusatkan perhatian secara langsung pada masyarakat, bukan pada kekuatan eksternal yang, di era sebelumnya, diyakini sebagai penyebab pola sosial. Pendekatan ilmiah didasarkan pada pernyataan bahwa masyarakat, seperti dunia fisik, berjalan menurut kekuatan dan pola internalnya sendiri. Comte memandang ke depan, tidak kurang dari pemahaman bertahap tentang semua hukum kehidupan sosial. Pendekatan ini sering disebut positivisme, yang dapat didefinisikan sebagai pernyataan bahwa sains, daripada jenis pemahaman manusia lainnya (seperti keyakinan agama), adalah jalan menuju pengetahuan.
Tahap positif ditandai oleh kepercayaan pada data-data empiris. Data empiris diperlakukan sebagai sumber pengetahuan terakhir. Data empiris tidak bersifat static, melainkan dinamis, selalu berubah-ubah dan terbuka pada data yang baru. Kalau pada tahapan metafisik orang dituntun oleh akal budi, maka pada tahapan positif orang dituntun oleh data empiris. Analisa terhadap data-data empiris inilah yang memungkinkan manusia untuk dapat memahami hukum-hukum masyarakat.
Menurut Johnson (1988), gagasan evolutive tentang masyarakat melalui tiga tahap ini sebetulnya cukup dikelan luas pada kalangan intelektual Perancis pasa masa itu. Comte sendiri mengembangkan gagasan tersebut saat bekerja sama dengan Saint Simon. Namun, oleh Comte gagasan tersebut dijelaskan dengan memberi tekanan yang penuh pada paham positif.
Untuk menjelaskan secara praksis tiga tahapan perkembangan masyarakat itu, Comte mengambil ilustrasi tentang angun taufan. Pada tahap teologis, angin taufan dijelaskan sebagai hasil dari tindakan seorang dewa angin atau tuhan yang agung. Namun, pada tahap metafisik, angin taufan yang sama dijelaskan sebagai hukum alam yang tidak dapat diubah. Lalu pada tahap positif, angin taufan tersebut akan dijelaskan sebagai suatu kombinasi tertentu dari tekanan-tekanan udara, kecepatan angin, kelembaban dan suhu. Semua factor ini pada tahapan positif dapat diukur.
C. Metode Memahami Masyarakat
Comte menunjukkan metode-metode untuk penelitian empiris. Metode-metode ini tidak hanya untuk memahami masyarakat, tetapi semua ilmu. Metode itu adalah pengamatan, eksperimen, perbandingan dana analisa teoritis. Pengamatan menurut Comte adalah metode yang sangat tidak canggih. Metode pengamatan mencatat semua fakta. Dalam melakukan pengamatan, seorang pengamat akan diarahkan oleh teori implisit untuk menentukan gejala empiris mana yang patut dicatat.
Metode yang kedua adalah eksperimen. Metode ini lebih terbatas dari dua metode yang lainnya, karena kehidupan sosial tidak mudah diteliti secara eksperimental. Lalu metode yang ketiga adalah perbandingan. Analisa komparatif dapat melakukan perbandingan antara rumpun manusia dan mempersatukan manusia, antara masyarakat yang berbeda yang hidup berdampingan, dan antara tahap-tahap yang berbeda dalam masyarakat. Metode keempat adalah analisa teoretis.Metode ini efektif digunakan untuk memahami hukum-hukum perkembangan sosial.
Comte menganjurkan untuk menggunakan metode-metode empiris yang biasa digunakan dalam ilmu fisika dan biologi untuk menganalisa gejala sosial. Dengan menggunakan pendekatan fisika dan biologi untuk menganalisa gejala sosial, Comte sebetulnya berusaha menunjukkan dasar-dasar filosofis dari semua ilmu, dari matematika dan biologi sampai dengan sosiologi. Ini adalah sumbangan utama Comte secara intelektual.
D. Penutup
Comte dikenal sebagai Bapa sosiologi, sebab ialah yang pertama kali menggunakan kata sosiologi dalam analisanya tentang perkembangan masyarakat. Sumbagan Comte yang terbesar adalah menggunakan pendekatan-pendekatan ilmu alam untuk menganalisa perkembangan masyarakat.
Bahan Bacaan
Johnson, Doyle Paul, (1988), Teori Sosiologi Klasik dan Modern (edisi Bahasa Indonesia diterjemahkan oleh Robert M. Z. Lawang), Jakarta: PT. Gramedia
Macionis, John J., (1989), Sociology, 2ndEdition, New Jersey: Pretince Hall