Syarat Menemukan Tuhan

Oleh: Dr. Arcadius Benawa (Dosen Character Building, Universitas Bina Nusantara)

Pada hari Minggu Epifani atau hari raya penampakan Tuhan dalam tradisi Gereja Katolik, dikisahkan tentang Tiga Raja yang menghadap Tuhan Yesus yang berbaring dalam palungan di kandang domba di Bethlehem. Kisah tersebut sarat dengan makna simbolik yang layak untuk direnungkan. Pertama tentang sosok ketiga Raja atau tiga orang Majus. Tidak begitu jelas siapa yang disebut sebagai orang majus itu. Dalam Tradisi pernah diterjemahkan sebagai “Raja” dan “Sarjana”, namun terjemahan itu dirasa kurang tepat maka dalam teks liturgi yang baru tetap dipakai kata “Majus”.

Dalam bahasa Yunani kata “magos” mempunyai arti yang luas, misalnya sebagai imam-imam agama Persia, ahli perbintangan (astrolog) dari Babel, paranormal, The wise men from the East. Dalam kisah Injil mereka mewakili semua orang dari bangsa-bangsa bukan Yahudi yang mencari dan mengakui Sang Mesias. Mereka datang untuk menyembah-Nya. Dalam Injil tidak disebutkan jumlahnya, namun karena diceritakan bahwa mereka membawa 3 buah persembahan (emas, kemenyan, dan mur), maka muncul dugaan bahwa jumlahnya ada 3 orang yang kemudian dalam tradisi diberi nama Melchior (dari Eropa), Balthazar (dari Afrika) dan Gaspar (dari Asia). Ketiganya mewakili tiga benua besar di dunia menurut pandangan pada masa itu.

Melchior mewakili Raja dari Eropa yg membawa emas yang merepresentasikan pengakuan bahwa Yesus yang disembah adalah Raja, maka layak dipersembahkan ke hadiratNya emas sebagai simbol kebaikan selain kekayaan yang biasanya dimiliki oleh seorang raja. Emas melambangkan martabat dan kemuliaan raja, karena hanya rajalah yang memiliki emas secara berkelimpahan. Gaspar mewakili Raja Asia yang mempersembahkan kemenyan sebagai simbol bahwa Yesus adalah Imam Agung yang mempersembahkan harum-haruman yang membubung ke hadirat Allah. Kemenyan menyimbolkan keilahian, karena kemenyan dipergunakan dalam ibadat kebaktian kepada Allah. Lalu, Baltasar yang mewakili Raja dari benua Afrika.

Ia mempersembahkan mur, yang merepresentasikan kehidupan Yesus yang berkorban demi keselamatan umat manusia sampai wafatNya di kayu salib, karena mur adalah ramuan yang digunakan untuk merawat jenasah. Mur melambangkan kemanusiaan karena mur dipakai antara lain untuk meminyaki jenasah. Sesudah wafat di salib, jenasah Yesus diminyaki dengan mur oleh Maria Magdalena. Dengan demikian persembahan para majus itu merupakan ungkapan iman mereka bahwa Sang Bayi yang lemah dan sederhana ini sesungguhnya adalah seorang raja agung, Imam yang mempersembahkan diriNya demi kemuliaan dan keselamatan umat manusia, hingga Ia wafat mengorbankan diriNya.

Kedua tentang syarat bisa menjumpai Yesus. Mereka harus meninggalkan kemelekatannya pada tahta atau kekuasaan. Mereka harus meninggalkan kerajaannya. Lalu mereka juga harus rela berkorban menjalani proses perjalanan yang panjang dan jauh. Kemudian mereka juga harus rendah hati dengan rela bertanya kepada yg lbh tahu tentang di mana bayi Yesus dilahirkan. Kisah perjalanan orang-orang majus mencari Sang Mesias adalah simbol sebuah peziarahan manusia mencari dan menemukan Tuhan: keberanian meninggalkan “zona nyaman” menuju “zona risiko”, ada keragu-raguan, kebingungan dan bahkan kehilangan arah. Tetapi juga ada tekad, ketekunan, tidak mudah menyerah dan patah semangat. Ada kerendahan hati dan kesediaan untuk bertanya. Berjumpa dengan kepura-puraan, kepalsuan dan kemunafikan. Dan ketekunan itu membuahkan hasil : kebahagiaan dan kelimpahan bertemu Tuhan. Perjumpaan itu mengubah dan menjadikan kita kreatif, berani mencoba jalan lain, jalan alternatif.

Ketiga tentang perubahan mindset maupun heartset. Semula mereka untuk menemukan Yesus berbasis pada perhitungan dan petunjuk manusiawi: ilmu perbintangan, ramalan, dan sebagainya. Namun setelah berjumpa dengan Yesus mereka lebih mau mengandalkan petunjuk dan kehendak Allah, sehingga mereka pulang melalui jalan lain sesuai arahan Tuhan. Rupanya orang-orang majus yang semula lebih percaya pada petunjuk bintang pada akhirnya mereka yakin bahwa kepada-Nya mereka layak bersujud menyembahpada Sang Raja bangsa Yahudi, sesuai dengan petunjuk bintang. Sikap mereka sungguh merupakan sikap yang terbaik dari seorang manusia yang digerakkan oleh “tanda” dan dengan setia mengikuti arah gerakan itu.

Kejujuran dan ketekunan orang-orang majus mencari jawaban atas tanda dari sorga, keterbukaan mereka akan tuntunan bintang, kesungguhan mereka dalam menyembah bayi Yesus dan rasa hormat yang diwujudkan dalam berbagai persembahan merupakan tindakan yang luar biasa dari segi usaha manusia. Orang-orang Majus mengajari kita agar semakin peka terhadap kehadiran, bimbingan dan campur tangan Allah yang disimbolkan dengan bintang dan mimpi.

Orang-orang yang jujur dan rendah hati yang selalu mengarahkan perhatiannya kepada yang baik, benar dan suci, kendati hanya diberi petunjuk yang samar-samar pasti akan selalu dapat menemukan langkah yang tepat menuju kepada keselamatan. Allah selalu memakai cara-cara yang tidak terduga untuk hadir dan menyapa kita. Kristus sendiri mengidentifikasikan Diri dengan orang-orang yang miskin dan berkekurangan. Kristus juga menyatakan kehadiran-Nya dalam rupa roti dan anggur dalam Perayaan Ekaristi.

Dia meyakinkan bahwa selalu menyertai dengan kehadiran-Nya yang tidak kasat mata ketika dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Nya. Dia juga bisa hadir melalui pelbagai peristiwa, perjumpaan, kegembiraan, atau masalah. Kita perlu mengasah kepekaan itu dengan doa dan melatih kejernihan hati, pikiran dan tuturkata. Di hadapan Tuhan semua yang kita miliki yakni harta dan segala jerih lelah kita merupakan anugerah yang layak dihaturkan kembali sebagai persembahan syukur. Meskipun sudah dibabtis dan secara resmi menyatakan diri beriman kepada Yesus, namun kita tidak boleh lelah terus mencari Sang Terang Sejati, seperti yang dilakukan oleh orang-orang majus. Seperti mereka, kita masih harus terus berproses untuk mencari dan menemukan Yesus serta kehendak-Nya secara konkret di dalam kehidupan kita sehari-hari. Semoga perjumpaan kita dengan Yesus dalam ibadah juga membawa perubahan mind-set dan heart-set karena kita telah menemukan siapa Yesus yang kita sembah sehingga orang lain tidak sinis atau meremehkan kebaktian, ibadah atau sembah sujud kita pada Tuhan. Namun kalau tidak ada perubahan dalam mind-set maupun heart-set kita wajar kalau orang mempertanyakan kita.