SPIRIT HIJRAH UNTUK KEMANUSIAAN

by: Sukron Ma’mun

Setiap kali umat Islam memasuki tahun yang baru, maka pada saat itu pula mereka akan mengingat peristiwa hijrah Rasul dan para sahabatnya dari kota Mekah menuju kota Madinah. Sebuah peristiwa yang sarat makna, menggambarkan kekokohan iman dan semangat perjuangan dari para sahabat. Ada dua cobaaan berat yang dialami para sahabat saat itu yakni, sebelum dan pada saat berhijrah. Sebelum berhijrah para sahabat mendapatkan cobaan berupa gangguan, penyiksaan, cacian, dan penghinaan dari kaum kaum musyrik. Lalu pada saat mereka diizinkan berhijrah cobaan berat yang mereka dapatkan adalah berupa meninggalkan rumah, tanah air, harta kekayaan dan keluarga. Sangat tidak mungkin itu semua mereka lewati jika keimanan tidak terpatri kuat dalam hati sanubari mereka. Begitu pula jihad sebagai sebuah keniscayaan yang harus dilakukan oleh kaum muhajirin (orang-orang yang berhijrah), sehingga beberapa ayat menggandengkan kata iman, hijrah dan jihad dalam redaksinya. Inilah nilai termahal sebagai penguat bagi generasi setelahnya. Sehingga manakala pergantian tahun hijriyah maka kaum muslimin akan selalu mengingat peristiwa hijrah dan mengambil banyak nilai dan pelajaran dari peristiwa tersebut.

Nampaknya pemilihan peristiwa hijrah yang menandai dimulainya penghitungan tahun pada kalender hijriyah dan pemilihan bulan muharram sebagai bulan pertamanya memiliki dasar dan alasan yang kuat. Hijrah merupakan pemisah antara antara al-haq (kebenaran) dan al-bathil (kesesatan). Kebenaran risalah dakwah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, yang menyeru kepada umat manusia agar beriman kepada Allah swt, menjunjung tinggi hak asasi yang dimiliki setiap manusia dan menyerukan kesetaraan diantara mereka, sedangkan kesesatan terletak pada sikap para pembesar Quraisy yang menuhankan berhala, membiarkan diri dikuasai hawa napsu, memperbudak manusia, membunuh orang-orang yang dianggap tak berharga seperti anak-anak, perempuan dan orang-orang yang dianggapnya musuh lantaran mengganggu kelas sosial, politik dan ekonominya.

Dakwah Nabi Muhammad saw di Mekah mendapatkan tantangan dari para pembesar Qurays yang menguasai politik dan ekonomi masyarakat Arab. Diantara penolakan pembesar Qurays terhadap dakwah Nabi adalah  karena dalam ajaran yang dibawa oleh Nabi meniadakan kelas-kelas sosial dalam masyarakat dan mendudukkan semua manusia sama dan sederajat. Sementara dalam sistem sosial masyarakat Arab yang berlaku pada saat itu justru malah mempraktikkan yang sebaliknya. Inilah yang menjadi kekhawatiran para pembesar Qurays karena ajaran yang dibawa oleh Nabi tersebut akan mengancam eksistensi politik, kelas sosial dan perputaran ekonomi yang hanya terpusat di tangan-tangan elit tertentu. Nabi Muhammad menjadi musuh bersama para pembesar Quraisy, apalagi setelah paman Nabi, Abu Thalib dan Istri beliau, Khadijah wafat maka perlakukan kaum Quraiys terhadap Nabi semakin berani bahkan sampai ada usaha untuk membunuhnya. Oleh karena lingkungan yang tak kondusif ini, di sisi lain Nabi SAW tak menginginkan ada pertumpahan darah, ditambah lagi adanya perintah Alllah swt, maka Nabi Muhammad saw akhirnya melakukan hijrah atau berpindah tempat dari Makkah ke Madinah.

Demikian pula pemilihan bulan Muharam sebagai bulan pertama dalam tahun hijriah, memiliki pertimbangan makna yang terkandung di dalamnya, yaitu sebagai bulan mulia yang di dalamnya ada keharaman menumpahkan darah manusia di tengah masyarakat yang saat itu terbiasa melakukannya. Allah berfirman di dalam surat al-Baqoroh ayat 217 sebatgai berikut:

Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar.

Pada bulan muharam, dilarang keras untuk melakukan maksiat atau perbuatan dosa lainnya karena dosanya akan semakin berat. Sebaliknya apabila dikerjakan amal-amal baik maka pahalanya semakin berlipat. Dalam hal ini, Imam Qatadah berkata: “Amal sholeh lebih besar pahalanya jika dikerjakan di bulan-bulan haram sebagaimana kezholiman di bulan-bulan haram lebih besar dosanya dibandingkan dengan kezholiman yang dikerjakan di bulan-bulan lain meskipun secara umum kezholiman adalah dosa yang besar”.

Pada bulan muharam pula umat Muslim juga disunnahkan untuk memperbanyak sedekah dan menyenangkan atau memuliakan keluarga. Dalam sebuah hadits dari Abi Sa’id al-Khudri, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menyenangkan keluarganya di hari Asyura, maka Allah akan memberikan kesenangan kepadanya (meluaskan rizkinya) di tahun-tahun berikutnya.” (HR. Al-Baihaqi dan Ath-Thabarani).

Berdasarkan paparan diatas maka pelajaran yang dapat kita petik adalah bahwa permulaan dan pergantian tahun harus diikuti dengan kesadaran bahwa Islam melarang penindasan terhadap hak asasi manusia dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Kemudian memasuki bulan pertama dalam tahun baru harus diikuti dengan upaya menciptakan kedamaian dan menjauhi konflik horizontal.