Sejarah Adalah Orientasi Bangsa

by: Silverius Constantino Johanes Maria Lake

Beberapa pekan terakhir isu tentang Sejarah dan Matapelajaran Sejarah dibahas dari berbagai aspek. Isu penghapusan Matapelajaran Sejarah mengejutkan masyarakat dan akademisi. Serentak isu itu ditanggapi secara kritis oleh berbagai lapisan masyarakat termasuk guru, dosen, komunitas pengajar sejarah dan kelompok intelektual. Wacana percobaan atau uji publik terkait dengan Matapelajaran Sejarah menunjukkan betapa dangkal isu atau upaya paksa meniadakan Matapelajaran Sejarah di Kurikulum Nasional. Maka muncul pertanyaan fundamental, apa artinya melakukan kajian seperti ini?

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, mengatasnamakan pemerintah dan pribadi menyampaikan klarifikasi. Melalui KEMENDIKBUD RI – You Tube, berita dan klarifikasi terkait Matapelajaran Sejarah dapat disimak. Gambaran dan klarifikasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Bapak Nadiem A Makarim dapat dipetakan.

Pertama, untuk memeroleh suatu kebijakan diperlukan kajian. Berbagai wacana dan wawasan terkait dengan kajian tersebut memang diupayakan secara internal normatif, namun juga terjadi secara anomali, aneh, dan bahkan menjalar liar di tengah masyarakat. Upaya-upaya semacam perdebatan secara terbuka dan mendasar tentu diharapkan demi pencapaian suatu sintesis yang fortis, kuat dan berpengaruh. Sehingga sejarah tetap menjadi roda penggerak perjalanan bangsa.

Kedua, untuk menetapkan suatu kebijakan, beberapa indikator dan prototipe dicobakan pada beberapa institusi pendidikan yang selektif. Dengan demikian dapat diterima suatu penegasan bahwa tidak mungkin suatu perubahan kebijakan atau regulasi tidak dapat diterbitkan. Yang terpenting di sini adalah kesadaran akan perubahan atau penyederhanaan tidak meninggalkan basis sejarah dan stabilitas nasional. Sejarah tidak dapat diperlemah melainkan dijadikan acuan untuk pengembangan dan pemajuan bangsa.

Ketiga, memertajam komitmen nasional dengan memajukan pendidikan sejarah yang relevan dan menarik bagi generasi baru. Tentu pemikiran baru terkait dengan pembaruan kurikulum pendidikan serta metode pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Implementasi model-model pembelajaran disuarakan terus menerus agar berdampak bagi peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran secara sintesis dan komprehensif. Sejarah bangsa merupakan sintesis dari adanya individu, kemudian pergerakan masyarakat, apabila memakai dialektika Georg WF Hegel.

Keempat, untuk melengkapi dan memerkuat berbagai pertimbangan, dihadirkan tokoh yang kredibel, karakteristik, dan heroik. Belajar dari sejarah berarti belajar dari masa lalu, masa perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. Para pahlawan nasional beserta generasi muda yang berjuang demi kemerdekaan Indonesia menjamin suatu kekuatan historis yang tidak bisa terhapus atau dihapus. Walau situasi zaman terus berubah dan menuntut suatu pembaruan, butir-butir perjuangan yang menetes serta jejak-jejak sejarah yang tertinggal tetap eksis. Pembaruan atau penyederhanaan kurikulum dilakukan dalam rangka menuntun generasi baru melangkah ke masa depan yang bermakna. Senada dengan sejarawan Charles R Boxer, benih yang telah ditanam para pejuang dan pahlawan nasional memotivasi dan membuat warga masyarakat Indonesia mampu meluaskan dan mengembangkan nasionalisme di seluruh Nusantara.

Kelima, untuk menyiapkan suatu misi yang relevan bagi generasi baru, dokumen pembelajaran dan arsip sejarah menjadi basis inspiratif yang penting. Sementara media pembelajaran menjadi sarana yang efisien dan efektif bagi pembaruan metode pendekatan. Memori kolektif sebagai visi orisinal sejarah memerkuat identitas nasional generasi baru dalam mengharumkan bangsa Indonesia. Hal ini mencerminkan ungkapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Bapak Nadiem A Makarim ketika menutup klarifikasi, “Sejarah adalah tulang punggung dari identitas nasional kita, tidak mungkin kami hilangkan”. Pernyataan yang membendung laju isu liar Matapelajaran Sejarah di tengah masyarakat sekaligus menegaskan bahwa sejarah sebagai tulang punggung identitas nasional tetap kokoh di tanah air Indonesia. Misalnya, jika masyarakat menyadari manfaat sejarah, maka minat untuk memelajari sejarah dan belajar dari sejarah tidak mungkin diabaikan melainkan menjadi inspirasi dan motivasi untuk memajukan Negara Kesatuan Republik Indonesia.