TANGGUNG JAWAB MANUSIA TERHADAP MASYARAKAT
Sukron Ma’mun, S.Ag., M.A. (D3702)
Manusia adalah “homo sosius” (makhluk yang bersosial), artinya ia tidak dapat hidup sendiri, melainkan harus bekerja-sama dengan yang lainnya agar lestari kehidupannya, terwujud kebutuhannya dan eksis keturunannya. Ketergantungan manusia dengan pihak lain dapat difahami dari ayat kedua surat Al-‘Alaq “Khalaqal insaana min ‘alaq” yang tidak saja diartikan sebagai “menciptakan manusia dari segumpal darah” atau “sesuatu yang mendempet di dinding”, ayat tersebut dapat juga difahami sebagai “diciptakan dinding dalam keadaan selalu bergantung kepada pihak lain atau tidak dapat hidup sendiri”
Tanggung jawab manusia terhadap masyarakat ditegakkan atas dasar bahwa umat manusia merupakan keluarga besar, berasal dari satu keturunan yakni Adam dan Hawa. Selanjutnya Allah menjadikan mereka berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling interaksi dan mengenal, serta tolong menolong dalam berbuat kebaikan dan bertakwa. Antara sesama manusia tidak terdapat perbedaan dalam hal tinggi dan rendah martabat kemanusiaannya. Perbedaan manusia hanyalah terletak pada aktivitas amal perbuatannya dan rasa ketakwaan kepada Allah. Firman Allah dalam surat al-Hujarat: 13, telah menegaskan hal ini:
”Hai manusia, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan telah kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang paling mulia di antara kamu di hadirat Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Meskipun pada awalnya manusia itu merupakan makhluk individual tapi karena adanya dorongan untuk berhubungan dengan manusia yang lainnya, maka kemudian terbentuklah kelompok-kelompok masyarakat. Selanjutnya tanggung jawab manusia terhadap masyarakat terbangun atas dasar sifat sosial yang dimiliki manusia itu sendiri, yaitu adanya kesedian untuk selalu melakukan interaksi dengan sesamanya. Ditegaskan dalam al-Qur’an bahwa manusia selalu mengadakan hubungan dengan Tuhannya dan juga mengadakan hubungan dengan sesama manusia. Bentuk kesedian untuk memperhatikan kepentingan orang lain, wujudnya adalah tolong menolong sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 2: ”Dan tolong menolong-menolong kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”