“MENCURI”

by : Petrus Hepi Witono

Saya pernah mengalami hal yang tidak saya sukai, dimana saya merasa disalahkan terlalu berlebihan hingga saya juga ikut menyalahkan diri saya. Saya pernah dituduh mengambil (mencuri) barang milik teman saya ketika saya kelas 3 SD hingga ibu dari teman saya menegur (memarahi) saya habis-habisan di depan banyak orang yang membuat saya malu sekali. Pada saat itu saya tidak mengerti mengapa beliau marah besar kepada saya, hingga dijelaskan bahwa saya mengambil barang teman saya. Saya pun tidak mengerti mengapa saya dituduh seperti itu, karena saya memang tidak mengambil maupun mencuri.

Jika saya ingat kembali, memang saya ada meminjam barang tersebut, tetapi sudah kembalikan (walaupun telat). Kabar saya mencuri pun sampai ke ibu saya dikarenakan ibu dari teman saya juga menegur kakak saya. Saya di tanya oleh ibu saya, dan saya menjawab dengan jujur bahwa saya tidak mengambil. Sejak saat itu saya sudah tidak berhubungan lagi dengan teman saya tersebut, sampai pada satu waktu saya dipertemukan dalam satu kelompok kerja di kelas 5 SD.

Saya kembali dipertemukan dengan teman saya tersebut dan ibu nya. Awalnya ibu nya tidak terlalu peduli dengan saya dan saya pun juga tidak menaruh dendam apa pun karena saya tahu, kejadian di masa lalu itu adalah kesalahpahaman. Dan juga tidak pernah ada dari kami yang pernah duduk bersama untuk membahas kejadian masa lalu, karena saya selalu menghindarinya.

 Hingga saat ini, teman saya tersebut adalah salah satu sahabat terbaik saya, ibu nya pun sudah menganggap saya seperti anaknya sendiri. Kami sudah bisa saling bercengkrama, dan keluarga kami juga sudah saling mengenal. Kami juga saling toleransi, dimana saya ada buddhis chinese, dan keluarga teman saya adalah muslim jawa. Saya datang ke rumahnya pada saat lebaran, dan dia datang ke rumah saya pada saat imlek.

Inilah salah satu cerita dari saya. Mungkin tidak terlalu berkesan, tetapi saya selalu mengingatnya sebagai salah satu pengalaman hidup saya yang berharga.