Pemberlakuan Kurikulum Darurat Saat Pandemi Covid 19

by : Rusliansyah Anwar


Banyak persoalan yang dialami siswa, orang tua dan guru ketika mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) di masa pandemi Covid-19. Salah satunya guru agak kesulitan mengelola PJJ dan cenderung fokus pada penuntasan kurikulum. Bagi orang tua, tidak semuanya mampu mendampingi anak belajar di rumah karena harus bekerja. Sedangkan bagi siswa, nampaknya agak kesulitan konsentrasi belajar di rumah, selain mengeluhkan beratnya penugasan soal dari guru. Dampak dari masalah ini adalah adanya peningkatan stres dan kejenuhan bagi para pihak.

Menyikapi hal inilah maka kemudian Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangi oleh empat menteri yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri yang dikeluarkan pada pertengahan Juni 2020 lalu akhirnya direvisi. Revisi ini dilakukan dengan berdasarkan hasil evaluasi dan kajian pemerintah. Dalam revisi SKB tersebut, dijelaskan oleh Mendikbud Nadiem Makarim bahwa pemerintah akan mengimplementasikan dua kebijakan baru, yakni:

1. Perluasan pembelajaran tatap muka untuk zona kuning.

Pelaksanaan pembelajaran tatap muka diperbolehkan untuk semua jenjang yang berada di zona hijau dan zona kuning. “Pembelajaran tatap muka diperbolehkan di zona hijau dan kuning asalkan mendapat persetujuan dari satgas atau gugus tugas masing-masing daerah,” ujar Nadiem. “Atau walaupun di zona hijau dan kuning, sekolah tidak dapat melakukan pembelajaran tatap muka tanpa persetujuan pemda setempat,” imbuh Nadiem.

2. Penggunaan Kurikulum darurat (dalam kondisi khusus).

Sekolah diberikan fleksibilitas untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa. Dalam kaitan ini, satuan pendidikan atau sekolah dapat memilih salah satu dari tiga opsi pelaksanaan kurikulum yakni (a) tetap menggunakan kurikulum nasional 2013; atau (b) menggunakan kurikulum darurat (dalam kondisi khusus); atau (c) melakukan penyederhanan kurikulum secara mandiri.

Ketentuan kurikulum darurat atau pelaksanaannya berlaku selama tahun ajaran 2020/2021, dan tetap diberlakukan meski kondisi khusus sudah berakhir.

Kurikulum darurat merupakan penyederhanaan kompetensi dasar yang mengacu pada Kurikulum 2013. Pada kurikulum darurat ini ada pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran, dan berfokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya. Modul pembelajaran dan asesmen juga dibuat untuk mendukung pelaksanaan kurikulum darurat.

Kurikulum darurat adalah pembelajaran spesifik yang bisa dilakukan di rumah untuk jenjang PAUD dan SD. “Meskipun demikian, sekolah tidak wajib mengikuti kurikulum darurat, ini hanya bagi yang membutuhkan metode pembelajaran dari Kurikulum 2013 yang lebih sederhana saja,” tandas Nadiem. Menurutnya, ini adalah suatu opsi bagi masing-masing sekolah. “Daripada kompetensi tidak tercapai dan tidak fokus, maka kurikulum ini bisa jadi pilihan,” sambung.Nadiem. Dia berharap, kurikulum darurat ini akan memudahkan proses pembelajaran di masa pandemi.

Dengan diberlakukannya kurikulum darurat, beberapa hal yang bisa dirasakan adalah:

a. Dampak bagi guru:

    Tersedianya acuan kurikulum yang sederhana. Berkurangnya beban mengajar. Guru dapat berfokus pada pendidikan dan pembelajaran esensial dan kontekstual. Kesejahteraan psikososial guru meningkat.

b. Dampak bagi siswa:

    Siswa tidak dibebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum dan dapat berfokus pada pendidikan dan pembelajaran yang esensial dan kontekstual. Kesejahteraan psikososial siswa meningkat.

c. Dampak bagi orang tua:

Mempermudah pendampingan pembelajaran di rumah. Kesejahteraan psikososial orang tua meningkat.

Karena itu, kurikulum darurat ini diharapkan dapat membantu mengurangi kendala yang dihadapi guru, orang tua, dan anak selama masa pandemi. Sedangkan bagi jenjang SD, akan disiapkan modul pembelajaran untuk guru, orang tua dan siswa agar mempermudah proses Belajar dari Rumah (BDR). Modul belajar ini mencakup rencana pembelajaran yang mudah dilakukan secara mandiri oleh pendamping baik orang tua maupun wali.