Work From Home Tidak Berlaku Untuk Pekerja Informal
Oleh : Alfita Putrimasi Hintarsyah dan Rusliansyah Anwar
Pandemi Corona telah meresahkan kehidupan banyak orang. Cepatnya penyebaran virus ini membuat semua orang kian khawatir akan kesehatannya. Berbagai kebijakan dan imbauan telah dikeluarkan pemerintah untuk memerangi wabah ini. Salah satunya adalah Work From Home atau bekerja dari rumah sehingga masyarakat tidak perlu pergi ke kantor dan juga untuk menghindari adanya kontak fisik dengan orang lain.
Namun, pada kenyataannya tidak semua pekerjaan dapat dilakukan dari rumah sehingga mengharuskan mereka untuk tetap bekerja di luar rumah. Pekerja yang mengalami kondisi ini biasanya berasal dari sektor informal seperti buruh harian pabrik, ojek online, kurir yang berkeliling kota membawa antaran dan bertemu banyak orang setiap hari. Kalaupun demikian, perusahaan harus memperhatikan dan memastikan pegawainya tak tertular virus tersebut saat bekerja langsung di lapangan. Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 86 (1) yang salah satu poinnya menyebutkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Hak inilah yang menjadi polemik pekerja informal sekarang ketika harus tetap bekerja di tengah wabah ini.
Pekerja informal mau tidak mau tetap bekerja di luar rumah demi menafkahi keluarga karena jika tidak begitu, mereka tidak mendapat uang. Menurut Surat Edaran Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta yang terbit 20 Maret 2020, semua perusahaan didesak mengikuti seruan untuk melaksanakan kegiatan dari rumah. Empat bidang dikecualikan dalam surat itu, yaitu kesehatan, energi, jasa keuangan, dan pangan. Tapi tetap saja, sejumlah perusahaan di luar empat bidang itu tetap beroperasi selama kondisi darurat corona. Risiko terpapar virus corona saat bekerja seperti ini tentunya sangat tinggi, namun risiko tersebut tidak difasilitasi dan ditanggung oleh perusahaan setempat. Padahal, jaminan kesehatan pekerja merupakan hak setiap pegawai yang diberikan atas jasanya kepada perusahaan. Mereka harus menanggung sendiri risiko tersebut akibat bekerja di tengah pandemi.
Para kurir pastinya merasa khawatir tetap bekerja di luar rumah dengan kondisi seperti ini. Inilah dilema yang terjadi pada mereka. Mereka bukan karyawan kantoran yang memiliki gaji tetap, melainkan mereka digaji sesuai dengan banyaknya antaran atau orderan. Jika mereka tetap bekerja disaat seperti ini, mereka akan mendapat uang tetapi risiko terpapar virus corona sangat tinggi. Jika mereka isolasi mandiri di rumah, mereka tidak dapat uang dan tidak dapat menafkahi keluarga.
Belum lagi di saat pandemi ini, permintaan akan masker kain meningkat yang menyebabkan buruh pabrik “terpaksa” harus tetap bekerja di pabrik, kontak dengan banyak orang dan bekerja dengan jarak yang berdekatan satu sama lain serta bekerja melebihi jam kerja normal karena harus kejar target. Walaupun begitu mereka tetap tidak mendapat jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan pegawai dari perusahaan apalagi upah lembur.
Hal yang terjadi ini tentunya mengancam hak kesehatan mereka dan mereka juga tidak mendapat haknya untuk bekerja dari rumah oleh perusahaan. Bagaimana pun juga jaminan kesehatan merupakan hak setiap karyawan yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Karyawan telah melakukan kewajibannya untuk melakukan pekerjaan di perusahaan jadi sudah sepantasnya pula mereka mendapatkan haknya tersebut. Perusahaan dapat memberikan jaminan atau asuransi kesehatan sehingga pegawai merasa terlindungi saat bekerja dan mendapatkan haknya.
Referensi :