Pengaruh COVID-19 Terhadap Proses Pembelajaran
Oleh: Regine Nathasa Anya Putri dan Rusliansyah Anwar
Saat ini, seluruh dunia sedang berupaya untuk menghadapi COVID-19 yang mempengaruhi semua aspek dalam kehidupan kita. Pada awalnya, pengaruh COVID-19 hanya dirasakan oleh sektor ekonomi yang mengalami penurunan drastis. Tetapi, lama kelamaan pengaruh COVID-19 juga dirasakan oleh berbagai sektor termasuk pendidikan. Sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kasus pertama COVID-19 di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020, Jokowi mengimbau masyarakat untuk mengurangi aktivitas yang dilakukan diluar rumah demi menekan angka penyebaran COVID-19 di Indonesia. Kebijakan pemerintah yang mewajibkan masyarakat untuk melakukan physical distancing menyebabkan para pelajar harus melakukan pembelajaran di rumah secara online. Sesuai data dari UNESCO, sampai saat ini sudah ada 39 negara yang menerapkan pembelajaran online dengan total jumlah pelajar yang terpengaruh mencapai 421.388.462 anak. Di Indonesia, Kemendikbud bekerja sama dengan Kelas Pintar, Sekolahmu, Zenius, Ruang Guru,Quipper, Google Indonesia dan Microsoft yang dapat diakses untuk membantu para siswa dalam menjalani pembelajaran daring.
Bagi kota-kota besar, hal ini tentunya memberikan manfaat bagi para siswa, dan aktivitas belajar mengajar secara online pun terbilang berjalan dengan lancar. Tetapi tidak dengan sekolah-sekolah yang berada di pedesaan atau wilayah pelosok. Tidak semua orang memiliki alat komunikasi dan jaringan internet yang memadai untuk bersekolah secara online. Alhasil, pembelajaran di wilayah pedesaan dan pelosok terhambat dan bahkan siswa-siswa disana tidak mendapatkan pengajaran sama sekali selama kebijakan ini berlangsung seakanakan sekolah diliburkan dan menyebabkan siswa terpaksa belajar mandiri.
Contohnya, salah satu sekolah di NTB yang mengeluh karena kesulitan melakukan pembelajaran secara online. Kepala SMA Negeri 1 Hu’u, Hendratno, mengatakan bahwa tidak semua guru di sekolahnya akrab dengan teknologi informasi. Faktor penghambat lainnya adalah jaringan internet yang susah didapatkan dan fakta bahwa tidak semua siswa memiliki fasilitas teknologi yang memadai karena keterbatasan ekonomi. Hal ini melanggar pasal 28C ayat (1) yang berbunyi: “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”
Kita sadar bahwa pada saat ini tidak semua pelajar memperoleh manfaat yang sama dari kebijakan yang ada. Langkah yang diambil pemerintah untuk mempermudah pembelajaran daring malah lebih menguntungkan para siswa yang berada di wilayah yang ramah dengan teknologi. Tentunya hal ini sangat memprihatinkan karena perhatian yang diberikan pemerintah menjadi tidak setara dan terlihat seperti berat sebelah. Menurut saya, pemerintah perlu menindaklanjuti masalah ini agar para pelajar bisa tetap melanjutkan sekolah dengan baik dan tidak ketinggalan pelajaran serta bisa memperoleh manfaat yang sama rata.
Referensi