Calon wakil rakyat yang sebelumnya terkena kasus korupsi dan pelanggaran HAM ditinjau dari sisi HAM

By : Iwan Irawan

Tindakan korupsi yang sering dilakukan oleh orang-orang di pemerintahan merupakan tindak korupsi uang atau pencucian uang yang dilakukan dengan memanfaatkan jabatan serta kekuasaan yang mereka miliki. Dalam kegiatan tersebut di dalamnya terdapat uang yang sebenarnya adalah hak dan kepentingan masyarakat Indonesia untuk bisa digunakan membangun infrastruktur dan perbaikan ekonomi. Tindakan mereka telah merugikan hidup dan merusak kepercayaan masyarakat yang juga merugikan mereka apabila ia berniat untuk kembali mencalonkan diri untuk duduk di kursi pemerintahan. Juga pada pelanggaran HAM, ringan ataupun berat pelanggaran HAM yang mereka lakukan tetap saja tercatat sebagai riwayat yang buruk dan tidak pantas apabila ingin mencalonkan diri sebagai anggota dewan atau legislatif. 

Jika ditinjau dari sisi hak asasi manusia dan ditimbang mana yang lebih baik diprioritaskan, pihak yang menurut saya lebih penting hak asasinya untuk diperjuangkan, yaitu hak asasi seluruh masyarakat Indonesia.

HAM mengatur bahwa setiap warganegara memiliki hak politik yang dijamin oleh konstitusi. Sekalipun mantan narapidana dengan kasus amat berat, ia tetap memiliki hak politik tersebut. Dalam hal ini, berarti mantan narapidana yang sebelumnya terkena kasus korupsi dan pelanggaran HAM tetap dapat mencalonkan diri sebagai calon anggota dewan atau legislatif.

Namun apabila ditinjau lagi, seorang pemimpin haruslah yang berintegritas. Menurut saya, predikat mantan narapidana kasus korupsi dan pelanggaran HAM yang disandang oleh calon anggota dewan dan legislatif, telah menurunkan standar integritas itu sendiri. Belum lagi kekhawatiran jika mereka kembali mengulangi perbuatan buruk itu saat menjabat di periode selanjutnya kelak. Anggapan buruk masyarakat terhadap parlemen yang sebelumnya sudah ada, akan menjadi semakin buruk lagi dan menambah rasa ketidakpuasan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap anggota parlemen.

Sebelum mereka bisa terdaftar menjadi calon anggota dewan atau legislatif, tentu telah melalui masa hukuman penjara dan denda yang tidak sedikit. Memang memungkinkan bagi seorang mantan narapidana untuk bertobat, namun sekali lagi itu bukan merupakan sebuah jaminan yang mana semua mantan narapidana akan benar-benar bertobat. Setidaknya pasti masih banyak calon lain yang diusung partai yang tidak memiliki riwayat kasus korupsi dan pelanggaran HAM dan lebih bisa dipertimbangkan dalam kepemimpinannya kelak.

Disisi lain, warganegara lainnya yang memiliki hak memilih dalam hak politiknya juga berhak untuk menentukan pilihan mereka dengan kriteria yang baik. Masyarakat memilih kandidat, tentunya gaar mereka kelak akan memiliki kehidupan bernegara yang bersih, tentram dan adil saat dipimpin oleh pemimpin periode selanjutnya. Yaitu dengan memilih calon anggota dewan atau legislatif yang memiliki track record  baik. Ini menurut saya menjadi dasar untuk dapat dipikirkan kembali apakah mantan narapidana yang sebelumnya terkena kasus korupsi dan pelanggaran HAM ketika terpilih dapat menjamin bahwa dirinya kelak tidak akan mengulangi kesalahannya dimasa lalu.

Masyarakat juga berhak untuk mengajukan kritik dan memberikan penolakan pada calon anggota dewan dengan label narapidana koruptor atau pelanggar HAM, sebab itu juga merupakan bagian dari hak asasi seorang manusia untuk bisa berkehidupan yang baik.

Juga upaya lain dalam meminimalisir mantan narapidana mencalonkan diri sebagai calon legislatif adalah dengan menguatkan sisi internal partainya. Sebelum memutuskan untuk mendaftarkan diri ke KPU, dari internal partai sudah memiliki komitmen yang kuat terhadap pemberantasan korupsi.

Dalam konteks ini yaitu pencalonan anggota dewan, menurut saya peran KPU sangat penting sebagai penyelesai masalah. KPU seharusnya membuat peraturan bagi para pendaftar yang mencalonkan diri sebagai anggota dewan haruslah yang berintegritas. Apabila KPU telah mengajukan rencana tersebut, harusnya juga didukung oleh lembaga-lembaga lainnya yaitu oleh DPR dan juga Mahkamah Agung. Jika tidak, maka perwujudan negara yang bersih, jujur dan anti korupsi hanya akan menjadi angan-angan yang tidak akan terwujud.

Masih banyak kehidupan masyarakat Indonesia yang harus diperjuangkan daripada memberikan kesempatan bagi mantan narapidana untuk “nyaleg” lagi. Maka menurut saya, lebih baik memperjuangkan perlindungan hak seluruh masyarakat Indonesia untuk dapat hidup secara berkeadilan dan dipimpin oleh pemimpin yang jujur dengan membatasi calon anggota dewan atau legislatif yang sebelumnya pernah terkena kasus korupsi dan pelanggaran HAM untuk ikut dalam daftar pemimpin periode selanjutnya.