Proses Pendidikan Memanusiakan Manusia

By : Andy Gunardi

Pengantar

Dunia Pendidikan dewasa ini berkembang secara pesat. Setiap sekolah yang ingin maju menawarkan sesuatu yang spesial, yang tentunya berbeda dari apa yang ada di sekolah lain. Sebagai suatu contoh di sekolah A menawarkan ilmu pengetahuan alam yang mendalam. Untuk itu sekolah memiliki laboratorium yang lengkap dan memiliki tehnologi terbaru. Di sekolah B mengandalkan sekolah plus. Melalui sekolah ini anak bukan hanya dapat diakui di negerinya melainkan siap untuk berkompetisi dengan anak-anak yang bersekolah di luar negeri dan seterusnya.

Sekolah-sekolah saat ini berdiri dan menekankan mutu sekolah. Di balik kebanggaan yang ditawarkan dengan bersekolah di suatu tempat kita melihat juga fenomena yang lain. Satu sekolah menerima semua murid yang ada asalkan sesuai dengan kuota dan tanpa seleksi ketat dalam pengetahuan. Sekolah yang lain mengutamakan test dan dari test itu baru diseleksi. Di balik keberanekaan sekolah-sekolah dengan segala metoda, kebanggaan dan seleksinya kita boleh mempertanyakan kembali makna sejati dari pendidikan itu sendiri. Sesuatu yang esensi dan perlu ada di sekolah-sekolah. Oleh karena itu berikut ini akan dibahas mengenai apa makna pendidikan yang dimaksud dan apa yang perlu ada di dalam dunia pendidikan.

Makna Pendidikan

Pendidikan menurut UU SISDIKNAS No 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Menurut kamu Bahasa Indonesia ‘pendidikan’ adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Menurut kamus bahasa inggris “education” adalah proses penanaman pengetahuan, pengembangan intelektual dan pelatihan untuk pemberian keputusan dan secara umum adalah mempersiapkan seseorang atau sekelompok orang untuk kematangan hidup.

Berangkat dari definisi pendidikan di atas kita dapat mengambil sari dari pendidikan itu sendiri, yaitu proses menuju kematangan hidup, mempersiapkan seseorang untuk siap hidup di masyarakat.

Berangkat dari makna pendidikan ini kita dapat membayangkan apakah yang seharusnya terjadi di sekolah sekolah. Seorang anak yang belajar bukan hanya mengetahui ilmu pengetahuan, melainkan juga cara bersikap, cara bertindak dan cara hidup, serta memiliki kematangan dalam kepribadian.

Arah Gerak Pendidikan

Dalam dunia pendidikan selama bertahun-tahun pendidikan siswa didasarkan pendataan akan latar belakang siswa dan bagaimana menindaklanjuti perkembangan kepribadian yang terhambat di bagian tertentu. Sebagai suatu contoh menurut Erik- Erikson anak yang berusia 1-2 tahun memiliki ketegangan di dalam dirinya, yaitu percaya atau tidak percaya. Jika orang yang menjadi pengasuhnya memberikan kepercayaan, yaitu saat ia membutuhkan pengasuh ada selalu untuknya. Saat itu ia akan belajar percaya pada orang lain. Jika hal itu tidak terjadi, maka yang terjadi anak itu sulit untuk percaya kepada orang lain. Penanganan anak ini adalah memberikan kesempatan agar anak dapat menjadi percaya dan menyembuhkan luka yang pernah dialaminya bersama dengan sang pengasuh. Hal ini tentu sangatlah membantu dan memberikan pendidikan yang bermakna bagi anak tersebut. Hanya saja saat ini di sekolah-sekolah kita menyadari ada begitu banyak anak yang dihadapi dan dididik. Cara pertama sangat membantu hanya membutuhkan waktu dan perhatian yang cukup menyita energi pendamping.

Saat ini dunia pendidikan mengalami suatu perkembangan yang pesat sejalan dengan kehidupan modern masyarakat yang ada di dalamnya. Perkembangan yang signifikan dalam dunia pendidikan saat ini adalah adanya penyadaran bahwa daya juang dan potensi manusia yang begitu kuat untuk berkembang. Perhatian pendidikan bukan lagi pada masa lalu anak yang bersangkutan melainkan pada masa depannya. Dengan menawarkan mimpi-mimpi yang indah dan nilai-nilai yang ingin dicapai seseorang anak akan berjuang untuk meraih dan mendapatkannya dari dalam diri anak tersebut. Seorang guru butuh membangkitkan niat atau menggugah sang anak untuk semakin maju meraih nilai-nilai yang ingin dicapainya.

Pandangan ini mendapatkan dasarnya pada teori evolusi. Teori evolusi mengatakan bahwa kemajuan selalu terjadi dan membuat arah yang pasti untuk ke depan adalah segala yang lebih baik dari hari yang lalu.  Berangkat dari sana akan dibahas dua tokoh yang banyak berbicara mengenai proses evolusi, yaitu Robert Kegan dan Teilhard de Chardin. Namun sebelum masuk ke dalam dua tokoh tersebut ada satu tokoh yang perlu dikenal teorinya, yaitu Jean Piaget. Tokoh ini yang akan menjadi dasar pemahaman dua tokoh di atas.

Jeane Piaget

Piaget memberikan sumbangan pemikiran mengenai bagaimana sebuah pengetahuan dapat ditangkap oleh seseorang. Menurut Piaget ada empat tahapan pemahaman manusia. Pertama adalah sensorimotor. Pada tahap ini bayi berusia 0-2 tahun berpusat hanya pada dirinya sendiri. Hal yang menjadi perhatiannya adalah bergerak dan bagaimana menggunakan indera. Ia tidak bisa membedakan obyek lain. Yang hanya dikenal adalah semuanya satu yaitu dirinya sendiri. Tahap kedua adalah pre-operation (usia 2-5 tahun). Pada tahap ini bayi dapat membedakan antara dirinya dengan obyek lainnya. Namun ia tidak dapat membedakan bagaimana yang bukan dirinya berhubungan dengan satu dengan yang lain. Tahap ketiga adalah concrete operation (6-10 tahun). Operation adalah bagaimana seseorang mampu menghadirkan sesuatu dalam benaknya tanpa perlu adanya kehadiran nyata sesuatu itu. Dalam tahap ini seorang anak mampu membuat perkalian, penambahan dan pengurangan. Tahap keempat adalah formal operation. Pada tahap ini seorang dapat membuat penghitungan tanpa harus pernah melihat bendanya. Misalkan 9 x 3 = 36 dan seterusnya. Berangkat dari pemikiran Piaget ini kita dapat menyimpulkan:

  • kita tidak dapat mengerti perbedaan antara benda satu dengan yang lain jika kita belum mampu menggerakkan tubuh dan menginterpretasi indera-indera.
  • kita tidak dapat mengadakan penghitungan jika kita belum bersentuhan dengan benda yang dimaksud.
  • kita tidak dapat mengerti penghitungan abstrak sampai kita pernah mengalami penghitungan dalam dunia yang konkret mengenai benda tertentu.

Dengan demikian pengetahuan dibentuk mulai dari subyektivitas, pengenalan obyektivitas dan bagaimana menghubungkan subyektivitas dan obyektivitas itu satu sama lain. Relevansi dalam konteks pendidikan adalah seorang anak tidak akan mampu meraih suatu pemahaman bila tidak pernah bersentuhan dengan sesuatu tersebut, misalkan nilai kejujuran. Ia perlu melihat apa itu kejujuran dan bagaimana ia mengalami kejujuran itu dalam hidupnya.

Robert Kegan

Teori Robert Kegan mengenai evolving self didasarkan pada pandangan Piaget di atas. Ia berpendapat bahwa kematangan seseorang didasarkan pada perkembangan pengertian seseorang pada dunia di luar dirinya.Pada awalnya seseorang mengerti sesuatu berdasarkan pada subyektivitas. Perkembangan seseorang pada pengertian dan perspektive orang yang bukan dirinya menjadikan dia semakin dewasa dan obyektive.Perkembangan emosi juga akan semakin berkembang, yaitu bagaimana seseorang mengerti perasaan orang lain. Semakin seseorang berkembang dalam kepribadian, semakin dia mengerti luasnya perspektive selain yang ia miliki.

Kegan mengajukan 5 tahap perkembangan menuju kepada perkembangan kepribadian seseorang, yaitu incorporative, impulsive, imperial, interpersonal dan institusional. Tahap incorporative adalah saat dimana bayi tidak mengetahui yang di luar dirinya. Yang menjadi pusat perhatiannya adalah motor-sensorik.  Bayi belajar menggunakan inderanya dan gerakan-gerakan refleks.

Tahap impusive adalah tahap dimana bayi didorong oleh kebutuhannya. Ia masih belum mengerti bahwa ada peranan orang lain di luar dirinya. Pada saat ini ia beljar untuk menyuarakan lapar, mengantuk dan seterusnya.

Tahap ketiga adalah imperial. Pada tahap ini seorang anak akan menjadi seperti diktator. kebutuhan adalah satu-satunya yang ada bagi anak ini. Kadangkala untuk mendapatkan kebutuhannya ia bisa memanipulasi orang lain. Pada saat ini anak belum mengerti bahwa orang lain memiliki kebutuhannya sendiri.

Tahap keempat adalah interpersonal. Pada tahap ini anak mengerti bahwa ada kehadiran orang selain dirinya. Orang lain itu juga memiliki kebutuhannya sendiri. Keterkaitan anak ini dengan orang lain, terutama yang dekat dengannya membawa pada kebijakan untuk memutuskan sesuatu berdasarkan kebutuhan dan adanya mutualisme. Pada saat ini anak belajar berempathi.

Tahap kelima adalah institusional. Seorang anak mengambil sebuah keputusan pertama-tama berdasarkan nilai dan kepercayaan. Ia tidak pertama-tama mengedepankan kepentingan pribadi atau pun orang lain, melainkan berdasarkan nilai-nilai obyektif. Kegan menyatakan tahap ini adalah kematangan pribadi konvensional. ia mengatakan bahwa perkembangan perlu dilanjutkan menjadi interindividual. Dalam tahap berikutnya ini Kegan menyatakan bahwa seseorang dapat mengerti dua hal atau lebih perspektive berdasarkan adanya beberapa nilai yang berbeda. Sebagai suatu contoh seorang menolak adanya keterlibatan dalam peperangan. Menurut institusional orang itu bisa benar dan tidak. Jika diperhitungkan bahwa ia menolak membantu bangsa, maka bisa dipersalahkan, namun jika dipandang dia tidak mau melakukan kekerasan maka ia bisa dibenarkan. Dalam tahap individual seseorang dapat mempertimbangkan dua nilai institusional sekaligus.

Berangkat dari pandangan Kegan ini seorang pendidik perlu membawa anak didik untuk semakin mengerti perspektive yang berbeda dari apa yang dimilikinya dan belajar menyatukan dan mengambil keputusan yang pertama-tama bukan untuk kepentingan dirinya semata.

Teilhard de Chardin

Teilhard lahir pada tanggal 1 Mei 1881 di Clermont Ferrand, Prancis. Dalam masa hidupnya ia tertarik akan batu-batuan. Selanjutnya ia selalu mengagumi keindahan alam. Ia masuk menjadi seorang imam Jesuit. Dalam masa hidupnya ia selalu menggunakan teori evolusi sebagai dasar ilmiah yang dimilikinya. Pada tahun 1928 ia menjadi seorang geologist dan paleontologist. Ia adalah orang pertama yang menemukan sinantropus pekinensis.

Menurut Teilhard kematangan seseorang bukan didasarkan pada hidup doa dan religius semata, melainkan melalui keterlibatan aktif dalam hidup sehari-hari. Dalam keterlibatan aktif terhadap situasi yang ada di sekitar orang semakin berkembang sebagai pribadi. Doa harus diwujudkan dan dialami sebagai suatu kesatuan. Hal-hal konkret yang dapat dilakukan adalah mengadakan tindakan-tindakan sosial secara langsung dan bukan hanya ada dalam taraf informasi.

Teilhard mengajukan pandangannya bahwa dunia sedng berada dalam evolusi. orang semakin mengerti pentingnya keterlibatan untuk dapat merasakan kehidupan sebagai manusia yang lebih baik. Untuk itu ia membuat dua devinisi, yaitu pasif dan aktif. Pasif adalah saat adanya kesulitan dari orang lain dan membuat orang itu menderita. Aktif adalah saat dimana seseorang merasakan kegembiraan dan kebahagiaan dengan kehidupannya. Tugas seseorang adalah sennatiasa membawa aktivitas atas pasivitas. Dengan adanya kemampuan membawa dan mengubah pasivitas menjadi aktivitas seseorang menjadi semakin dewasa.

Relevansi

Kematangan seseorang adalah saat dimana orang tersebut dapat semakin mengerti dan memahami apa yang ada di luar dirinya secara obyektif. Pandangan mengenai sesuatu bukan hanya didasarkan pada subyektivitasnya semata, melainkan berdasarkan pula kehidupan konkret yang ada di luar dirinya. Berkenaan dengan pandangan ini dapat dikatakan bahwa tugas seorang pendidik adalah senantiasa membawa pengertian dan pemahaman baru yang berada di luar dirinya. Sebagai suatu contoh adalah seorang guru membawa dan menghantar suatu hal yang konkret mengenai nilai-nilai kejujuran, pembelaan terhadap orang yang berkesulitan, keadilan, dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya yang ingin diraih.

Hal yang disampaikan bukan hanya melulu teori, melainkan anak diajak untuk dapat mengalami dan memahami peristiwa tersebut. Kegiatan survei, kunjungan terhadap anak jalanan, panti asuhan, dan sikap-sikap hidup yang baik, sebagai contoh kesaksian guru dalam memperlakukan anak didik menjadi suatu fokus yang membawa anak pada pemahaman dan penanaman nilai-nilai kehidupan.

Melalui pendidikan yang ada di sekolah ini anak dibawa pada persiapan utama ketika mereka selesai pendidikan dan mereka dapat hidup dengan baik, yaitu dalam mencari nafkah hidup dan mengamalkan serta menyebarkan kebaikan bagi banyak orang.

Daftar Pustaka

1. Kegan Robert, 1982, The Evolving Self, Harvard University Press,

2.  King, Ursula, 1996, Spirit of Fire, New York: Orbis Books

3. King, Ursula, 1980, Towards a New Misticism, New York : Seaburry Press

4. de Chardin, Teilhard, 1976, The Herat of Matter, London: Collins

5. Springer, Steve, 2010, The Organized Teacher’s Guide to Building Character, New York: Mc

     Graw Hill

6. Saul McLeod, 2009, Jean Piaget, diakses pada tanggal 10 Maret 2015 dari

http://www.simplypsychology.org/piaget.html