Multikulturalisme

Nama : Zuliadi Prabowo
NIM : 2301965353

Multi artinya banyak, sedangkan kulturalisme artinya aliran/ideologi budaya. Multikulturalisme berarti pandangan yang mengakomodasi banyak aliran atau ideology budaya. Multikulturalisme mengkonsepkan pandangan terhadap keanekaragaman kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya di dalam realitas masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem sosial, praktik budaya, adat-kebiasaan, dan filosofi politik yang dianut dalam konteks tertentu. Multikulturalisme tidak bertujuan untuk menciptakan keseragaman ala monisme atau pun penciptaan budaya universal ala pluralisme. Multkulturalisme lebih maju dari monisme dan pluralisme.

            Mencermati hakikat eksistensi-faktual masyarakat Indonesia sebagai suatu bangsa dengan berbagai latar belakang primordial yang tumbuh di dalamnya, maka Indonesia sungguh tak mungkin mengadopsi monokulturalisme sebagai perekat hidup kita bersama yang serba beraneka ini. Kita pun tak cukup hanya sampai pada paradigma pluralisme. Sebab pluralisme hanya barulah pada tahap standar bagi sikap penolakan kita akan paradigm monisme-monokultur atau homogenitas dalam hidup berbangsa/bernegara. Kita mau berlangkah lebih jauh, lebih tinggi, lebih lebar dan lebih dalam menuju apa yang disebut multikulturalisme itu. Mengapa multikulturalisme? Karena di dalam multikulturalisme kita mengakui dan menghormati perbedaan sosial dan unsur-unsur latar budaya kita sebagai suatu rahmat, suatu anugerah, suatu kekayaan, suatu hadiah. Kita tidak melihat atribut identitas perbedaan kita sebagai ancaman atau petaka-katastrofis sosial. Multikulturalisme adalah hadiah Tuhan bagi kita yang mengaku orang Indonesia sebagai satu-satunya nation state dengan etnis terbanyak menyebar di seantero ribuan pulau negeri ini.

Indonesia patut diklaim sebagai realitas bangsa yang pluralistis atau heterogen. Dalam kondisi pluralistik inilah setiap kita menenun dan merajut hidup bersama menuju peningkatan kualitas kehidupan lebih baik. Dan jalan terbaik untuk merajut hidup kita ke arah lebih baik itu yakni jalan budaya. Bingkai kebudayan ditaruh pada kesadaran tiap orang yang selalu berkepentingan untuk merajut hidup yang lebih baik dan mengusahakan jalan kebudayaan sebagai “in leading a good life‟ (Sutrisno: 2011, hal. 148). Di jalan budaya itulah kita Indonesia bisa bertahan hidup sebagai nation state di planet bumi yang sudah berusia 4 miliaran tahun ini.

Indonesia patut menerapkan filosofi multikulturalisme karena Indonesia sungguh kaya akan perbedaan. Indonesia berbeda dalam aspek etnis, budaya, agama dan ras. Ini semuanya terjadi karena negeri kita memiliki kondisi geografis, iklim dan lingkungan alam yang berbeda-beda. Jawa beda dengan Sumatera. Kalimantan beda dengan Sulawesi. Papua beda dengan Jawa. Flores beda dengan Sumatera. Timor beda dengan Bali dst. Semuanya ini memungkinkan suku-etnis di Indonesia berbeda dalam dimensi sosio-budaya (agama/spiritual, adat-tradisi, kebiasaan, pola pikir, pola perilaku dll). Multikulturalisme perlu terus disadari, dihayati dan diperjuangkan dalam praksis hidup harian meng-Indonesia menuju kebaikan bersama sebagai negara bangsa.

            Dari apa yang sudah dipaparkan di atas, membuktikan bahwa Indonesia sangat membutuhkan pengamalan paham multikulturalisme karena sangat banyaknya keberagaman. Banyaknya suku-suku yang tersebar di ribuan pulau di Indonesia dengan berbagai agama, bahasa, budaya, dan kehidupan sosialnya adalah anugrah Tuhan yang harus kita syukuri dan kita jaga.

Walaupun demikian, ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian kita bersama. Sebagai contoh belum terakomodirnya kepercayaan pada Ketuhanan atau religiositas identitas-identitas kultural etnik, religi-religi lokal karena secara formal agama yang diakui hanya 5: Islam; Kristen; Katolik dan Kristen Protestan; Hindu; Budha. Selain itu budaya materialisasi pada masyarakat yang semakin melekat yang menjadikan ekonomisasi dengan prinsip untung nomor satu serta politisasi kebenaran absolut identitas suatu kelompok adalah hal-hal yang menjadi tantangan kita bersama.  

Adanya beberapa hal tersebut yang menjadi pekerjaan rumah bersama bangsa Indonesia harus dihadapi dengan bijak, baik oleh masyarakat maupun pemerintah.

Lalu, bagaimana peran generasi muda Indonesia dalam menghadapi hal-hal diatas? Bagaimana pendidikan dapat membantu mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi multikulturalisme? Pendidikan multikultur merupakan pendidikan nilai yang harus ditanamkan pada generasi muda agar memiliki persepsi dan sikap multikulturalistik, terbiasa hidup berdampingan dalam keragaman watak dan kultur, agama dan bahasa, menghormati hak setiap warga negara tanpa membedakan etnik mayoritas atau minoritas, dan dapat bersama-sama membangun kekuatan bangsa sehingga diperhitungkan dalam percaturan global dan nation dignity yang kuat. Ada lima alasan mengapa pendidikan multikultur diperlukan yaitu:

  1. Perubahan kehidupan manusia Indonesia yang disebabkan oleh kemajuan ekonomi memperbesar jurang sosial antara kelompok atas dan kelompok bawah.
  2. Adanya perpindahan dan mobilitas penduduk yang cukup tinggi yang menyebabkan adanya pertemuan yang sering dan intens antara kelompok dengan budaya yang berbeda.
  3. Semakin terbukanya daerah-daerah pedesaan.
  4. Berbagai konflik sosial-budaya yang muncul akhir-akhir ini memperlihatkan adanya kesalahpahaman budaya yang sangat besar antar-kelompok yang bertikai.
  5. Menghapus mitos dan tafsiran sejarah yang tidak menguntungkan bagi persatuan bangsa.

Oleh karena itu, pengembangan pendekatan multikultural harus didasarkan pada tiga prinsip. Pertama, keragaman budaya menjadi dasar dalam menentukan filsafat. Kedua, keragaman budaya dijadikan sebagai dasar dalam mengembangkan berbagai komponen kurikulum seperti tujuan, konten, proses, dan evaluasi. Ketiga, budaya di lingkungan pendidikan adalah sumber belajar dan objek studi yang harus dijadikan bagian dari kegiatan belajar para pemuda.

Pendidikan moral juga harus ikut dikemas dalam pendidikan multikultur. Dalam membentuk perilaku moral seseorang, proses belajar memegang peranan penting. Untuk itu, pengaruh lingkungan sebagai tempat melakukan proses belajar sangat berpengaruh terhadap perkembangan moral. Sayangnya, pendidikan moral dan pembentukan moral tidak lagi menjadi komitmen. Orientasi dan perilaku moral dikesampingkan dan digantikan oleh kecerdasan pikiran, keahlian dan berbagai perilaku tampil di lapisan luar.

Dalam pendidikan multikultur, nilai-nilai kesetaraan dan kebersamaan perlu ditanamkan. Kelompok tertentu diharapkan tidak merasa lebih tinggi dari kelompok lain. Untuk itu, kerja belajar kooperatif dan kolaboratif dikembangkan secara aktif dalam memberikan kesadaran akan kesetaraan dan kebersamaan tersebut. Kegiatan seperti itu akan membiasakan untuk berinteraksi dengan kelompok lain yang memiliki perbedaan. Kondisi ini memaksa seseorang untuk lebih memahami kelompok lain maupun orang lain agar tujuan dapat tercapai dengan baik.

Kesadaran nilai kemanusiaan juga menjadi hal yang penting. Pemahaman akan adanya eksistensi manusia secara utuh juga diperlukan. Memahami manusia dengan keberadaanya perlu menyadari bahwa manusia memiliki kemerdekaan yang perlu dihargai.