Pancasila “Garis Final” Perjalanan Indonesia

By: Ray Christian , 2301936643, Mahasiswa Binus University 

Suatu bangsa  dapat berdiri dan menjadi kuat, kokoh berkat pondasi dan pilar-pilar dasar yang terus menerus diperkuat. Pondasi dan pilar-pilar kehidupan berbangsa dan bernegara sejatinya adalah nilai dasar kehidupan bangsa yang dapat diyakini kebenarannya, menggambarkan realitas objektif suatu bangsa, memberi karakter, dijadikan pedoman ,dan prinsip dalam kehidupan berbangsa dan bergnegara.

Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, pondasi Pancasila telah mengalamai pasang surut baik dalam pemahaman maupun pelaksanaannya. Setelah runtuhnya Orde Baru, Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah yang tidak lagi relevan dengan kehidupan pasca reformasi. Bahkan banyak kalangan menyatakan bahwa sebagian masyarakat Indonesia hampir melupakan jati dirinya, yang sejatinya adalah Pancasila. Pancasila nampak semakin terpinggirkan dari denyut nadi kehidupan bangsa Indonesia yang diwarnai hiruk-pikuknya demokrasi dan kebebasan berpolitik. Pancasila sebagai dasar negara kini nyaris kehilangan fungsi praksisnya, seolah hanya tinggal kedudukan formalnya.

Euphoria reformasi dan trauma masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu cukup membekas dan melunturkan arti penting Pancasila sebagai norma dasar yang menjadi payung kehidupan berbangsa yang menaungi seluruh warga yang beragam suku bangsa, adat istiadat, budaya, bahasa dan agama. Padahal sesungguhnya, Pancasila bukanlah milik sebuah era atau ornament kekuasan pada masa tertentu, melainkan dasar negara yang menjadi penyangga bangunan arsitektural yang bernama Indonesia.

Memang Indonesia telah berhasil merealisasikan berbagai agenda reformasi, yang menghasilkan kemajuan di bidang demokrasi, rakyat telah menikmati kebebasannya. Namun, perkembangan demokrasi ini juga membuahkan problema dilematik, yaitu kebebasan yang melahirkan tindakan anarkhisme dan radikalisme. Kehidupan berbangsa dan bernegara semakin terkesan menjauhkan Indoensia dari orientasi filosofi Pancasila. Kehidupan berbangsa semakin kehilangan dasar dan arah tujuannya. Ketidakpastian di bidang hukum dan lemahnya moral penegak hukum, sistem politik yang semakin jauh dari etika politik yang bermartabat dan menguatnya budaya korupsi. Pergolakan fisik, pembunuhan, pembakaran, dan tindakan anarkisme sejenisnya, kini masih menjadi pemandangan umum. Perikemanusiaan semakin hambar, kejam dan kasar, budaya dan spiritual terasa  gersang dan semakin miskin.

Fenomena seperti ini apabila tidak diantisipasi dengan penguatan kerangka dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, dapat menimbulkan bahaya disintegrasi bangsa Indonesia. Itulah mengapa, Pancasila sebagai pondasi dan pilar-pilar berbangsa dan bernegara, begitu penting dan pada esensinya menyangkut keberadaan NKRI. Namun memang bangsa Indonesia cukup mengagumkan di mata dunia. Bagaimana tidak? Sebuah bangsa multikultural ini masih bisa berjuang dan bertahan bersama sebagai suatu negara dengan identitas yang tetap sampai hari ini, meski diterjang berbagai kesulitan, konflik, ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. Sementara bangsa-bangsa multikultural lainnya  terpecah belah di berbagai belahan dunia, seperti di Afrika, dan bangsa kita Indonesia masih dapat terus bertahan dalam identitas “Indonesia” di tengah keragaman identitas kultural.

Begitu pentingnya Pancasila bagi Indonesia, sehingga harus ada langkah antisipasi ke depan menghadapi tekanan arus globalisasi. Bangsa Indonesia perlu lebih dari sekedar optimis bahwa bangsa Indonesia dapat bertahan terus sampai berabad-abad mendatang, Indonesia perlu selalu menggali dan mereaktualisasi nilai-nilai dasar apa yang mampu menjadi penyangga atau pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga bangsa Indonesia tetap eksis dalam wadah NKRI. Kajian-kajian mendalam tentang Pancasila hakikatnya adalah upaya kritis membuka kesadaran memori bangsa Indonesia, melalui eksplorasi kebenaran, bukti, dan norma-norma yang terkandung dalam Pancasila. Kajian ini dapat diartikan pula sebagai langkah peneguhan, penegasan, dan pengokohan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Republik Indonesia.

Sebagai bangsa Indonesia kita perlu sadar bahwa Pancasila ibarat dua sisi dari satu mata uang yang sama, masing-masing menempati kedudukannya sendiri tetapi keduanya satu di dalam fungsi ketatanegaraan, yaitu sebagai landasan ideologi dan juga dasar negara.  Lalu, mungkin ada pertanyaan yang muncul dari benak beberapa orang tentang “Mengapa harus Pancasila?”.  Kita perlu sadar bahwa Pancasila, bahkan sebelum disahkan pun, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, sudah ada dalam adat istiadat dan kebudayaan masyarakat bangsa Indonesia, tentang gotong-royong, musyawarah, persatuan dalam keberagaman, kemanusiaan, spiritualitas, dan juga keadilan. Maka dari itu, Pancasila merupakan perwujudan nyata dari nilai-nilai yang dimiliki, yang seharusnya diyakini kebenarannya oleh masyarakat dan dihayati tanpa rasa terpaksa, sepanjang masa hidupnya. Bahkan dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, perkembangan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara telah mengalami tahap penyangkalan oleh sistem pemikiran baru, telah melampaui proses pengokohan, dan masih kokoh bertahan menghadapi segala penyangkalan dan mampu bertahan melintasi perkembangan jaman. Pentingnya Pancasila, juga menyangkut kedudukannya sebagai dasar dari segala hukum yang ada dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, keseluruhan produk hukum di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Maka dari itu, memang dapat dikatakan bahwa Pancasila merupakan “garis final” dan “harga mati” yang sudah sepatutnya dihayati, ditanamkan di dalam secara nyata di dalam segala bentuk kehidupan berbangsa dan bernegara kita, untuk tetap memastikan eksistensi NKRI, dan terus melanjutkan keberhasilan Indonesia untuk bertahan menghadapi segala perbedaan dan ancaman yang ada di negeri ini.

Daftar Pustaka

Iriyanto Widisuseno, 2009, MPK dalam Perspektif Filosofis, Makalah Seminar Nasional, UNS, Surakarta.

Iriyanto, Hand Out Perkuliahan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 2014.