Jurang Pemisah antara Harapan dan Kenyataan

By : Arcadius Benawa

Kesenjangan antara harapan dan kenyataan kerap bikin diri kita merasa kecewa. Demikianpun yang dialami dua murid dari Emaus.  Mereka kecewa karena Yesus tidak tampil atau hadir sesuai dengan harapan dan pikiran mereka. Yesus diharapkan tampil sebagai pemimpin yang akan memberi kehidupan yang lebih tenang dan makmur, ternyata malah mati disalibkan, sehingga mereka pun mau pulang ke kampungnya, yaitu Emaus. Walaupun demikian, ternyata Tuhan tidak membiarkan dua murid dari Emaus itu larut dalam kekecewaan dan keputusasaan. Tuhan Yesus hadir dalam perjalanan mereka. Namun karena mereka tetap tenggelam dalam spekulasi harapan dan pikiran mereka sendiri tentang Yesus, mereka tidak dapat melihat Yesus yang hadir menyertai perjalanan mereka.

Hal itu mengingatkan kita akan kisah orang yang terlalu mengandalkan Tuhan saat kebanjiran sehingga ia menolak setiap kali ada perahu yang hendak mengajaknya mengungsi karena air semakin dalam, sampai ketika air setinggi atap gentingnya pun orang itu tak mau naik ke perahu yang mau mengajaknya untuk mengungsi ke tempat yang aman. Semua tawaran ditolaknya karena ia punya gambaran tentang Tuhan yang ia yakini itu Tuhan yang maha penolong dan tidak mungkin melalui orang-orang di sekitarnya yang ia kenal itu sebagai tetangganya sendiri. Oleh karena Tuhan yang hadir melalui orang-orang yang mau menolongnya saat banjir ia tolak, akhirnya ia pun mati tenggelam. Ketika di alam maut ia marah-marah penuh kecewa sama malaikat karena Tuhan yang ia yakini tidak juga menolongnya. Dan, malaikat pun menjawab: Siapa bilang Tuhan tidak menolong, kamu aja yang tidak mendengar dan melihat kehadiran Tuhan yang siap menolongmu sampai beberapa kali melalui orang-orangnya yang hendak menolongmu. Orang itupun berkata, “Ya, ampun kenapa Tuhan tidak memberitahu kalau itu adalah utusan Tuhan?!”

Demikianlah mata kedua murid Emaus itu terbuka setelah mempersilahkan Yesus masuk/singgah ke dalam rumah mereka; dan mereka terbuka matanya melalui pemecahan roti/ekaristi yang dilakukan Yesus. Kitapun mudah ngambeg, kecewa terus lari dari kenyataan yang mengecewakan harapan yang menguasai kita. MerasaTuhan tak peduli, merasaTuhan tidak sungguh ada dalam hidup ini, lalu mau pulang kampung alias kembali ke manusia lama kita, saat belum mengenal Tuhan atau berjumpa dengan Yesus. Semoga dengan teladan dan pengalaman dua murid Emaus ini kita berani membiarkan Tuhan Yesus masuk dalam pikiran dan hati kita, khususnya melalui Ekaristi yg kita ikuti dengan tekun meski secara online di era covid 19 ini. Dan tidak membiarkan diri kita berasyik masyuk dalam harapan-harapan kita semata yang kerap hanya berdasarkan perhitungan logika dan matematika serta ekonomi, sementara hidup ini jauh lebih luas dari sekadar kalkulasi logis,matematis, maupun ekonomis. Amin.