Makna Syukur yang Tak Terikat Budaya: Belajar dari Semangat Thanksgiving
Oleh: Petrus Hepi Witono
https://orcid.org/0000-0001-6903-2359
“Gratitude is the inward feeling of kindness received. Thankfulness is the natural impulse to express that feeling. Thanksgiving is the following of that impulse.” — Henry Van Dyke.
Di kantor dimana saya bekerja, Thanksgiving dirayakan dengan promosi dan kegiatan berbagi, sementara di beberapa sekolah internasional dibuat majalah dinding dan acara makan bersama. Namun, bagaimana kita memahami Thanksgiving di Indonesia, negara yang sebenarnya tidak memiliki tradisi ini?
Jika melihat kalender internasional, Thanksgiving di Amerika Serikat selalu jatuh pada Kamis keempat di bulan November. Karena menggunakan sistem minggu, bukan tanggal, hari perayaannya berubah setiap tahun. Pada 2025, Thanksgiving jatuh pada 27 November, dan tahun berikutnya tentu berbeda, meski tetap mengikuti aturan yang sama.
Tradisi Thanksgiving bermula pada awal abad ke-17 ketika para pendatang Eropa—para Pilgrim—mengadakan jamuan bersama masyarakat pribumi Amerika sebagai wujud syukur atas panen dan persahabatan yang terjalin. Barulah pada 1863, Presiden Abraham Lincoln menetapkan Thanksgiving sebagai hari nasional untuk bersyukur dan berdoa. Penetapan tanggalnya sempat berubah beberapa kali hingga akhirnya pada 1941, Senat Amerika Serikat memutuskan bahwa Thanksgiving dirayakan setiap Kamis keempat bulan November. Keputusan ini kemudian disahkan oleh Presiden Franklin D. Roosevelt dan berlaku hingga kini.
Meski bukan bagian dari budaya Indonesia, nilai Thanksgiving sebenarnya sangat akrab bagi kita. Kita memiliki tradisi syukuran, makan bersama, dan gotong royong dari nilai Pancasila —semangat yang serupa dengan esensi Thanksgiving. Perayaan ini mengajarkan kita untuk berhenti sejenak dari rutinitas, menengok kembali perjalanan setahun terakhir, dan menghargai berkat yang sering kali terlewat karena kesibukan.
Thanksgiving bisa kita maknai sebagai ajakan untuk lebih peka terhadap kebaikan kecil, lebih dekat dengan keluarga, dan lebih menghargai orang-orang di sekitar. Tidak perlu kalkun, pesta besar, atau dekorasi khusus. Yang penting adalah hati yang bersyukur dan keinginan untuk menunjukkan rasa itu melalui tindakan sederhana.
Pada akhirnya, Thanksgiving bukan soal budaya luar, tetapi soal mengingatkan diri: syukur harus dirasakan, diungkapkan, dan dijalani.