Pembatasan Rangsangan Dopamin
Oleh: Maria Cecilia Sandrina Yudho – NIM : 2902568880
Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak orang merasa sulit merasakan kepuasan sederhana. Hal-hal yang dulu menyenangkan kini terasa biasa saja dan kita terus mencari pengalaman yang lebih besar untuk mendapatkan sensasi yang sama. Salah satu penyebabnya adalah banjir rangsangan di kehidupan modern. Notifikasi terus muncul, media sosial menyajikan informasi tanpa henti, serta hiburan digital tersedia setiap saat. Semua ini memberikan dorongan dopamin secara berulang kepada otak.
Ketika kadar dopamin terus tinggi, otak membentuk batas atau standar rasa puas yang semakin naik. Akibatnya, kita menjadi mudah bosan dan sulit menikmati hal-hal kecil. Pembatasan rangsangan dopamin diperlukan sebagai pendekatan untuk mengatur kembali hubungan kita dengan rangsangan tersebut. Tujuannya bukan menghilangkan kesenangan, tetapi menurunkan intensitas dan frekuensi stimulus agar kita kembali peka.
Dalam penerapannya, pembatasan rangsangan dopamin tidak selalu berarti hidup dengan aturan yang sangat kaku. Pendekatan ini lebih mirip dengan proses menyaring aktivitas yang benar-benar bernilai. Membatasi waktu layar, mematikan notifikasi yang tidak penting, dan memberi jeda dari konten cepat adalah beberapa cara yang dapat dilakukan. Ketika rangsangan besar berkurang, detail kecil menjadi lebih terasa: aroma kopi di pagi hari, hembusan angin saat berjalan, atau percakapan singkat yang hangat. Hal-hal sederhana mulai mendapatkan tempatnya kembali.
Pendekatan ini juga membantu memperbaiki hubungan kita dengan produktivitas. Bukan mengejar sensasi menyelesaikan banyak hal sekaligus, kita belajar menikmati proses secara bertahap. Selain itu, pembatasan rangsangan dopamin melatih kehadiran penuh. Kita lebih sadar terhadap lingkungan sekitar dan emosi yang muncul.
Pada akhirnya, konsep ini bukan tentang menjauhi teknologi atau menolak hiburan modern. Pembatasan rangsangan dopamin merupakan ajakan untuk menata ulang perhatian, mengurangi kebisingan rangsangan, dan memberi ruang bagi kepekaan yang pernah hilang. Dengan ritme yang lebih tenang, kita dapat menemukan kembali rasa syukur dalam hal-hal kecil yang membentuk keseharian. Justru di situlah kebahagiaan paling konsisten berada karena kenyamanan yang terus menerus hadir dalam skala sederhana jauh lebih awet dibandingkan sensasi besar yang cepat menghilang.