Kuliah, Organisasi, dan Healing: Menemukan Keseimbangan Hidup di Dunia Kampus

Oleh: Natashya Grabella

Menjadi mahasiswa bukanlah perjalanan yang sederhana. Banyak orang membayangkan masa kuliah hanya berisi kegiatan belajar di kelas, ujian, dan tugas. Namun, kenyataannya jauh lebih kompleks. Seorang mahasiswa kerap dihadapkan pada berbagai pilihan dan tanggung jawab sekaligus: kuliah, mengikuti organisasi, bersosialisasi dengan teman, hingga merawat diri sendiri. Jika tidak dikelola dengan baik, semua aktivitas tersebut dapat menimbulkan tekanan yang berujung pada stres. Di lingkungan kampus, khususnya di universitas besar seperti Binus, mahasiswa sering kali memiliki jadwal yang padat. Kuliah berlangsung dari pagi hingga sore, lalu malam harinya masih ada rapat organisasi atau persiapan acara. Kondisi ini membuat waktu istirahat semakin terbatas. Tidak jarang, mahasiswa harus mengorbankan tidur demi menyelesaikan tanggung jawab. Akibatnya, kesehatan fisik dan mental menjadi taruhannya.

Oleh karena itu, kemampuan time management atau manajemen waktu menjadi kunci utama. Mahasiswa yang mampu mengatur prioritas biasanya lebih tenang dalam menjalani aktivitas. Misalnya, ada yang menggunakan aplikasi kalender digital untuk menjadwalkan tugas kuliah, deadline organisasi, sekaligus waktu istirahat. Dengan cara tersebut, mereka tidak hanya fokus pada kewajiban akademik, tetapi juga memberikan ruang untuk kebutuhan pribadi. Prinsip “kerja cerdas” menjadi lebih penting daripada sekadar “kerja keras”. Selain manajemen waktu, self-care juga memiliki peran penting. Self-care bukan berarti harus selalu bepergian atau melakukan perawatan mewah. Sederhana saja, seperti tidur cukup, mengonsumsi makanan bergizi, berolahraga ringan, atau meluangkan waktu membaca buku favorit. Hal-hal kecil ini justru membantu menjaga energi dan motivasi. Bahkan, beberapa mahasiswa membagikan pengalaman bahwa dengan menjaga pola hidup sehat, mereka lebih mudah berkonsentrasi saat kuliah dan lebih produktif dalam kegiatan organisasi.

Lebih jauh lagi, istilah healing yang kini populer di kalangan mahasiswa tidak selalu berarti liburan mahal ke luar kota. Healing bisa diwujudkan dalam bentuk kegiatan sederhana: berjalan santai di kampus, berbincang dengan sahabat dekat, atau sekadar menikmati waktu tanpa gangguan gawai. Aktivitas semacam ini membantu mahasiswa menenangkan pikiran dan melepaskan tekanan. Dalam konteks ini, healing bukanlah lari dari tanggung jawab, melainkan cara untuk mengisi ulang energi agar bisa kembali menghadapi kesibukan dengan semangat baru. Mahasiswa Binus, misalnya, sering berbagi cerita tentang bagaimana mereka menyeimbangkan kehidupan akademik dan organisasi. Ada yang memilih aktif di himpunan mahasiswa, tetapi tetap meluangkan waktu untuk hobi seperti fotografi atau menulis. Ada pula yang rutin berolahraga di sela-sela jadwal kuliah padat. Hal ini menunjukkan bahwa keseimbangan hidup dapat dicapai jika ada kesadaran untuk menetapkan batas dan menghargai diri sendiri.

Pada akhirnya, keseimbangan hidup di dunia kampus bukanlah sesuatu yang mustahil. Memang benar bahwa kuliah adalah prioritas utama, dan organisasi dapat menjadi wadah pengembangan diri. Namun, tanpa menjaga kesehatan mental dan fisik, prestasi akademik maupun kegiatan organisasi tidak akan optimal. Mahasiswa perlu menyadari bahwa mengatur waktu, merawat diri, dan memberi ruang untuk healing adalah bagian penting dari perjalanan belajar. Dengan keseimbangan tersebut, masa kuliah tidak hanya menjadi fase penuh tekanan, tetapi juga pengalaman berharga untuk tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, setiap mahasiswa perlu berani menetapkan prioritas, menjaga diri, serta mencari keseimbangan agar kehidupan kampus dapat dijalani dengan sehat, bermakna, dan penuh semangat.

Sumber Bacaan:

https://hangtuah.ac.id/manajemenwaktumahasiswayangaktifdalamorganisasi/

https://ejurnal.stieipwija.ac.id/index.php/jmk/article/view/875

Yustinus Suhardi Ruman