Jogging sebagai Sarana Pemulihan Diri dari Patah Hati

Oleh : Blandyna M Runtuwene

Patah hati seringkali menghadirkan periode kebingungan emosional, di mana pikiran cenderung dipenuhi overthinking dan kegalauan yang intens. Penulis, yang mengalami fase ini pada tahun 2023 pasca putus cinta, mencari aktivitas untuk mengalihkan pikiran negatif tersebut. Inspirasi datang dari rutinitas teman-teman yang kemudian diimplementasikan sebagai upaya awal untuk menyegarkan pikiran.

Meskipun awalnya jogging terasa berat, komitmen untuk datang ke jogging track setiap hari tetap dipertahankan. Secara bertahap, aktivitas ini berkembang menjadi rutinitas lari yang stabil, tanpa perlu memaksakan diri. Selain lari, aktivitas ini juga didukung oleh olahraga lain seperti bulu tangkis, dengan kunjungan minimal empat kali seminggu ke jogging track.

Melalui proses yang terstruktur dan berkelanjutan ini, penulis menemukan bahwa jogging adalah sarana pemulihan emosional yang efektif, yang akhirnya mengantarkan pada fase move on seutuhnya. Berangkat dari pengalaman transformatif inilah, artikel ini hadir untuk mengupas tuntas mengapa jogging merupakan salah satu terapi non-medis yang didukung sains sebagai jembatan menuju pemulihan.

Patah hati bukanlah sekadar rasa sedih, studi ilmiah menunjukkan respon otak terhadap kehilangan kasih sayang menyerupai reaksi penghentian zat adiktif, yang secara biologis memicu stress dan kecemasan tinggi. Oleh karena itu, diperlukan intervensi yang mampu mengatur ulang kondisi mental, dan disinilah jogging mengambil peran sebagai “antidepresan alami”.

Aktivitas aerobik ringan hingga sedang seperti jogging memicu serangkaian perubahan neurokimiawi yang berdampak langsung. Saat kita berlari, tubuh melepaskan Endorfin, Serotonin, dan Dopamin. Hormon yang berfungsi sebagai Pereda ngeri alami (painkiller), peningkat suasana hari, dan motivator. Pelepasan hormon-hormon Bahagia ini membantu meredakan rasa sakit emosional da secara efektif menurunkan kadar Kortisol (hormon stres). Penurunan kortisol ini krusial karena ia menenangkan sistem saraf dan mengatasi ketegangan psikologis.

Secara kognitif, jogging bekerja sebagai distraksi positif yang sangat dibutuhkan. Dengan mengalihkan fokus pikiran dari overthinking ke ritme langkah dan pernapasan, lari menjadi semacam mindfulness dalam rutinitas ini. Ideal dilakukan 3-5 kali seminggu selama 20-30 menit, juga terbukti meningkatkan kualitas tidur, yang sangat penting bagi pemulihan emosional.

Lebih dari sekadar kimiawi, jogging berperan besar dalam pemulihan psikologis. Setiap kali target lari kecil tercapai, muncul rasa pencapaian yang mengembalikan kontrol diri dan meningkatkan harga diri (self-esteem). Hal ini secara tidak langsung membangun ketahanan mental (resilience), melatih individu untuk mengatasi kesulitan hidup secara lebih mandiri. Dukungan ilmiah menunjukkan bahwa rutinitas lari ini, yang mabhkan telah digunakan sebagai terapi stress sejak era 1960-an, bukan hanya baik untuk jantung, tetapi juga esensial untuk menjaga kesehatan mental holistik.

Berdasarkan pengalaman pribadi dan dukungan data ilmiah, dapat disimpulkan bahwa konsistensi dalam jogging adalah terapi non-farmakologis yang ampuh untuk mengatasi tekanan emosional. Rutinitas lari bekerja pada Tingkat biologis dengan menyeimbangkan hormon mood seperti Endorfin dan Serotonin, sekaligus secara psikologis berfungsi sebagai distraksi positif yang mengembalikan fokus dan membangun rasa kontrol diri. Oleh karena itu, bagi siapa pun yang sedang berjuang melalui masa sulit, jogging dengan durasi minimal 20-30 menit, dilakukan secara teratur, merupakan langkah awal yang terbukti efektif untuk mencapai pemulihan mental dan menjalani hidup yang lebih seimbang

Referensi :

https://kliniksejiwaku.com/manfaat-jogging-secara-mental/

https://www.alodokter.com/5-manfaat-jogging-sore-untuk-kesehatan-tubuh

https://pmc-ncbi-nlm-nih-gov.translate.goog/articles/PMC5897920/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc

https://ojs.smkmerahputih.com/index.php/jimu/article/view/1382

https://www.halodoc.com/artikel/ketahui-4-jenis-hormon-yang-mengatur-kesehatan-mental?srsltid=AfmBOop7KSy3YzncLz3SAlI3GQuOUoNIb7zzNBjIfWSpWKepqWHAizW8

Yustinus Suhardi Ruman