Schroef

Oleh: Markus Kurniawan

Dalam pengalaman sebagai dosen saya berkesempatan mengajar di beberapa universitas. Saat ini saya bergabung dengan Universitas Bina Nusantara, sebuah universitas besar dan bermutu di Indonesia. Sudah hadir di beberapa kota besar di Indonesia dan akan terus berkembang. Tahun ini berusia 44 tahun. Binus serius dalam pengelolaannya sehingga tidak heran jika menjadi sebuah universitas swasta bermutu tinggi. Sebagai sebuah institusi pendidikan bergengsi tentunya melibatkan banyak orang yang bekerja di berbagai bagian. Ada bagian admisi, pengembangan kurikulum, sumber daya manusia hingga kebersihan dan keamanan kampus. Para dosen juga berasal dari berbagai bidang studi keilmuan. Jika dianalogikan sebagai pesawat, ia adalah pesawat komersial berbadan besar dengan teknologi canggih. Boeing B1NU5 adalah pesawat bermesin ganda sebuah jumbo jet.

Sebuah pesawat terdiri dari banyak bagian, mulai dari yang terlihat hingga yang tidak terlihat karena berada dalam badan pesawat. Ada bagian yang besar ada yang kecil, ada hardware ada software. Semua bagian itu ditopang oleh sebuah sistem. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sistem di definisikan antara lain sebagai perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Untuk saling terkait satu bagian dengan yang lainnya diperlukan penghubung, disitulah sebuah benda kecil bernama sekrup memiliki peran penting.

Sekrup berasal dari bahasa Belanda, Schroef. Fungsi sekrup antara lain, menyatukan bagian-bagian benda, menahan gaya tarik dan geser, membantu mendistribusikan beban, memberikan penyesuaian atau fleksibilitas. Sekrup tidak boleh diremehkan. Dalam sejarah aviasi pernah terjadi beberapa kecelakaan yang mengakibatkan kematian yang disebabkan karena diabaikannya sekrup! Sebut saja misalnya, Japan Airlines Flight 123 tahun 1985 dengan 520 tewas (kecelakaan tunggal terfatal dalam sejarah penerbangan); American Airlines Flight 191 tahun 1979 dengan jumlah korban tewas sebanyak 273; tahun 1996, Aeroperú Flight 603 dengan jumlah 70 korban jiwa; tahun 2000, Alaska Airlines Flight 261 menukik ke Samudra Pasifik, 88 orang tewas.

Jumlah sekrup dalam sebuah pesawat sangat banyak dan semuanya harus berfungsi dengan benar. Sebuah pesawat terbang raksasa, dengan teknologi canggih dan mesin yang bertenaga jet, dapat jatuh akibat masalah sekrup, sebuah benda kecil yang sering diabaikan. Analogi ini bisa di tarik ke organisasi, termasuk kampus seperti Binus. Dalam sebuah organisasi, kita sering melihat rektor, wakil rektor, dekan, atau para pimpinan sebagai tokoh utama penggerak sistem. Namun, sistem ini tidak akan berjalan tanpa staf administrasi, petugas kebersihan, teknisi jaringan, hingga mahasiswa yang aktif menghidupkan suasana. Mereka semua adalah “sekrup” kecil yang menjaga agar organisasi tetap kokoh. Posisi mereka membuatnya tidak terlihat publik. Paul Auster, novelis asal Amerika, menulis: “The smallest things are often the most important.” (The Invention of Solitude, New York: Penguin, 1982) Hal-hal kecil sering kali justru yang terpenting. Dalam organisasi, pekerjaan yang tampak sederhana bisa menjadi penentu keberhasilan. Sama seperti sekrup di pesawat, peran kecil dapat membawa dampak besar.

Seorang penulis buku motivasi Andy Andrews (2009), menegaskan, “Remember, it’s the little things that make the big things possible. Only close attention to the fine details of any operation makes the operation first class.” Ia menekankan bahwa detail kecil bukan sekadar pelengkap, melainkan pondasi dari kualitas. Tanpa detail, sistem sebesar apa pun akan rapuh. Filsuf Ludwig Wittgenstein dalam Philosophical Investigations memberi pencerahan. Ia menulis: “The meaning of a word is its use in the language.” (Philosophical Investigations, Oxford: Blackwell, 1953) Sebuah kata hanya bermakna berdasarkan bagaimana ia digunakan dalam praktek bahasa sehari-hari, bukan dari definisi abstrak semata. Sama seperti bahasa yang dibangun oleh kata sederhana, organisasi besar pun bertumpu pada peran kecil yang sering tak terlihat. Keseluruhan hanya bisa kokoh jika tiap bagian, sekecil apa pun, menjalankan fungsinya. Tanpa sekrup kecil, pesawat bukanlah pesawat yang lengkap; tanpa staf dan mahasiswa, universitas bukanlah universitas.

Ironisnya dalam kehidupan sehari-hari, kita sering terjebak dalam logika “yang besar lebih penting” atau “yang paling tinggi posisinya itu yang terpenting”. Kita mengagumi badan luar pesawat (ukurannya, warnanya, bentuk,dsb) tapi jarang menanyakan soal bagian dalamnya, kita memuja-muji pilot dan co-pilot, tetapi melupakan teknisi dan bagian kebersihan; kita menghormati profesor, tetapi jarang menoleh pada petugas kebersihan dan satpam. Padahal, siapa yang mau terbang dengan pesawat yang kehilangan satu sekrup? Dan siapa yang mau belajar di universitas yang abai pada detail kecil penunjang? Katakanlah toiletnya kotor dan bau, ruang kelasnya berdebu, sampah berserakan, bau asap rokok dalam kelas, para karyawan dan dosennya tidak ramah, kampus yang tidak aman dsb. Sudah saatnya kita berhenti memandang remeh hal kecil. Menghargai “sekrup” berarti menjaga sistem tetap kokoh. Tanpa mereka, pesawat tak bisa terbang, dan organisasi tak bisa berjalan.

Jangan kecil hati juga jika kita hanyalah sebuah “sekrup” dalam sebuah sistem pada pesawat Boeing B1NU5. Jadikanlah diri kita sebagai “sekrup” yang berperan besar yang tanpanya pesawat secanggih apapun bisa jatuh. Jika setiap bagian menjalankan fungsinya masing-masing dan tetap berada dalam kesatuan maka pesawat dengan seabrek sekrupnya akan tetap mengudara dan mengantar para penumpangnya dengan selamat. Boeing B1NU5 akan tetap mengudara mengantarkan para mahasiswa sebagai penumpangnya sampai ketujuan mereka jika “sekrup-sekrup” berfungsi dengan baik. Ingatlah tanpa sekrup yang berfungsi baik sebuah penerbangan yang aman akan mustahil. Tetaplah mengudara Boeing B1NU5.

Markus Kurniawan