Menegakkan Keadilan Sosial Pancasila Sila ke-5 sebagai Antitesis Korupsi

Oleh: Sigit Pandu C.S.Pd.,M.Pd

Korupsi adalah penyakit kronis yang masih menjadi ancaman besar bagi pembangunan nasional di Indonesia. Hampir setiap sektor, mulai dari birokrasi, politik, hingga pelayanan publik, tidak lepas dari risiko praktik korupsi, apalagi beberapa hari ini kita dikejutkan dengan penangkapan OTT salah satu wakil menteri ketenagakerjaan. Dampaknya tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga melahirkan ketidakadilan sosial yang nyata di tengah masyarakat. Ketika pejabat publik menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi, hak rakyat banyak menjadi terabaikan. Sila ini menegaskan bahwa keadilan adalah hak yang harus dinikmati semua orang tanpa terkecuali. Korupsi bukan hanya tindak pidana saja, tetapi juga bentuk pengkhianatan moral dan ideologis terhadap sila kelima Pancasila, karena meniadakan keadilan dan kesejahteraan yang menjadi hak seluruh rakyat. Oleh karena itu, sila ke-5 Pancasila dapat dijadikan antitesis atau lawan dari praktik korupsi. Dengan kata lain, korupsi membuat keadilan yang seharusnya dinikmati semua rakyat tidak terwujud, karena kepentingan pribadi lebih diutamakan daripada kepentingan bersama.

Keadilan Sosial sebagai Fondasi Bangsa, pancasila bukan hanya dasar negara, tetapi juga pandangan hidup bangsa. Sila ke-5 menekankan bahwa keadilan sosial adalah tujuan akhir dari penyelenggaraan negara. Artinya, setiap kebijakan, keputusan, maupun tindakan pemerintah seharusnya selalu berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Namun, korupsi telah merusak tatanan tersebut. Akibatnya rakyat kecil yang seharusnya menerima manfaat justru tetap berada dalam lingkaran kemiskinan. Fenomena ini jelas menunjukkan bahwa korupsi adalah penghambat utama dalam mewujudkan keadilan sosial. Jika sila kelima benar-benar dijadikan pedoman, maka semua bentuk penyalahgunaan wewenang harus diberantas. Setiap penyelenggara negara dituntut untuk bekerja secara jujur, transparan, dan akuntabel. Dengan demikian, keadilan sosial tidak hanya menjadi semboyan, tetapi benar-benar hadir dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

Korupsi sebagai Lawan dari Nilai Pancasila, korupsi dan sila kelima Pancasila adalah dua hal yang saling bertolak belakang. Sila kelima menuntut terciptanya keadilan bagi seluruh rakyat, sedangkan korupsi melahirkan ketidakadilan yang semakin memperlebar kesenjangan sosial. Orang yang melakukan korupsi memperkaya diri atau kelompoknya, sementara rakyat banyak harus menanggung akibatnya. Dalam perspektif moral, korupsi adalah bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai Pancasila. Pancasila mengajarkan gotong royong, keadilan, dan kepentingan bersama, sementara korupsi didorong oleh keserakahan dan kepentingan pribadi. Oleh karena itu, untuk melawan korupsi, bangsa ini harus menghidupkan kembali semangat sila kelima sebagai nilai dasar dalam setiap tindakan.

Strategi Menegakkan Sila ke-5 sebagai Antitesis Korupsi, untuk menjadikan sila kelima Pancasila sebagai antitesis korupsi, diperlukan langkah-langkah nyata, baik di tingkat individu, masyarakat, maupun negara. Beberapa strategi yang dapat dilakukan antara lain Pertama, Penguatan Pendidikan Karakter, pendidikan anti-korupsi harus ditanamkan sejak dini, baik di lingkungan keluarga maupun sekolah. Generasi muda perlu memahami bahwa korupsi bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga perbuatan yang merusak nilai kemanusiaan dan keadilan. Kedua, Keteladanan Pemimpin, pemimpin bangsa, baik di tingkat pusat maupun daerah, harus menjadi teladan dalam menjalankan pemerintahan yang bersih. Keteladanan akan memberikan pengaruh besar bagi bawahan dan masyarakat luas. Ketiga, Penegakan Hukum yang Tegas dan Adil, hukum tidak boleh pandang bulu. Siapapun yang terbukti melakukan korupsi harus dihukum dengan tegas, tanpa memandang jabatan atau status sosialnya. Penegakan hukum yang konsisten akan memperkuat kepercayaan rakyat terhadap negara. Keempat, Transparansi dan Akuntabilitas, setiap kebijakan dan penggunaan anggaran negara harus terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat. Teknologi digital dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan transparansi, sehingga ruang gerak bagi korupsi semakin sempit.

Peran Generasi Muda dalam Menegakkan Keadilan Sosial, Generasi muda memiliki peran penting dalam mewujudkan sila ke-5 Pancasila sebagai antitesis korupsi. Mereka adalah agen perubahan yang bisa membawa budaya baru yang bersih, jujur, dan adil. Dengan pemanfaatan teknologi dan keterlibatan aktif dalam gerakan sosial, generasi muda dapat menjadi penggerak transparansi dan pemberantasan korupsi. Selain itu, mahasiswa dan pelajar dapat menyalurkan kreativitasnya untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya korupsi. Mereka juga bisa menjadi motor penggerak dalam berbagai kampanye anti-korupsi yang menyasar komunitas di akar rumput. Semakin banyak anak muda yang sadar akan pentingnya keadilan sosial, semakin besar harapan bagi bangsa ini untuk terbebas dari jerat korupsi.

Sila kelima Pancasila, yaitu ‘Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia’, merupakan nilai fundamental yang harus diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Korupsi adalah lawan langsung dari nilai tersebut, karena melahirkan ketidakadilan, kesenjangan, dan penderitaan rakyat. Oleh karena itu, menegakkan sila ke-5 berarti sekaligus melawan dan memberantas praktik korupsi. Melalui pendidikan karakter, keteladanan pemimpin, penegakan hukum yang tegas, transparansi, dan partisipasi masyarakat, sila kelima dapat benar-benar menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Generasi muda juga memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga integritas dan memperjuangkan keadilan sosial. Jika sila kelima Pancasila dihidupkan secara nyata dalam setiap aspek kehidupan, maka bangsa ini akan memiliki fondasi yang kokoh untuk melawan korupsi. Pada akhirnya, Indonesia yang bersih, adil, dan sejahtera bukan sekadar cita-cita, tetapi kenyataan yang dapat dinikmati seluruh rakyat.

Sigit Pandu C.S.Pd.,M.Pd