Michel Foucault: Kekuasaan Itu Omnipresent
Oleh: Stefanus Poto Elu, S.S., M.I.Kom.
Pemikiran Michel Foucault tentang konsep kuasa menarik perhatian saya. Ini terutama tesis Foucault tentang hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan. Menurut Foucault kuasa bukan dimikili dan digenggam hanya oleh satu orang. Kosep kuasa yang diperkenalkan Foucault tidak represif dan dictator. Kuasa-nya Foucault justru beroperasi dalam banyak posisi strategis.
Sebagaimana dikemukakan Kees Bertens, Foucalt berpendapat bahwa strategi kuasa berlangsung di mana-mana. Kuasa menyusup dalam aturan-aturan, regulasi, dan dalam hubungan sosial antarmanusia. Dan kuasa yang dirujuk Foucault tidak berasal luar, tetapi menentukan susunan, aturan, dan hubungan-hubungan itu dari dalam.
Kalau demikian, di mana hubungan kuasa dengan pengetahuan? Foucault bilang, kuara bekerja dalam hubungan ekonomi, budaya, pendidikan, bahkan media komunikasi. Kuasa teraktualisasikan melalui pengetahuan. Dan sebaliknya, setiap pengetahuan punya efek kuasa.
Ada ungkapan menarik terkait ini: “pengetahuan tidak merupakan pengungkapan samar-samar dari relasi kuasa, tetapi pengetahuan berada di dalam relasi-relasi kuasa itu sendiri”. Artinya, pengetahuan tidak membukakan jalan atau juga hanya memperlihatkan relasi kuasa (kekuasaan). Melainkan, di dalam pengetahuan itu sendiri kuasa itu jalin-menjalin. Kuasa beroperasi dalam setiap pengetahuan.
Untuk lebih memahami pemikiran Foucault tentang kekuasaan tersebut, saya coba untuk mengilustrasikannya begini. Sebagai civitas kampus, baik dosen maupun mahasiswa mengikuti aturan yang ditetapkan oleh pihak kampus. Dosen dan mahasiswa masuk kelas tepat waktu. Dosen melakukan tugas mengajar, mahasiswa mendengarkan dan kemudian mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Ini kewajiban harian sepanjang semester berlangsung. Kalau lalai menjalankan kewajiban tersebut, baik dosen dan mahasiswa, akan mendapatkan “hukuman”. Ini bentuk kontrol yang terjadi setiap hari. Tujuannya supaya dosen dan mahasiswa disiplin.
Menurut Foucault, ini adalah bentuk kuasa. Ini adalah wujud dari bagaimana kekuasaan itu bekerja. Ia hadir dalam ruang-ruang keseharian, juga aktivitas-aktivitas yang tampak seperti rutinitas yang kita jalankan tanpa memikirkannya. Karena kuasa ada di mana-mana inilah, Foucault menyebutnya sebagai omnipresent. Kuasa itu bersifat omnipresent, yakni berada di mana-mana dan meresap dalam hubungan-hubungan sosial.
Lantas, bagaimana kuasa beroperasi atau bekerja dalam pengetahuan? Foucault menjelaskan, pengetahuan pada dasarnya diproduksi melalui wacana, yang diterjemahkan dalam bentuk simbol, aturan, atau pun tata tertib. Misalnya, dalam keseharian kita mengenal kategorisasi antara normal dan tidak normal (abnormal). Ini adalah kategorisasi yang diciptakan oleh lingkungan sosial kita, dengan tujuan untuk menilai mana orang atau kelompok yang dapat dikegorikasikan ke dalam kelompok normal dan mana orang atau kelompok tidak normal. Melalui kategorisasi tersebut, setiap individu dinilai dan dikontrol.
Selanjutnya, kategorisasi tersebut menghasilkan, nilai, konsep dan ide bersama (sosial) tentang mana tindakan atau perilaku normal dan mana perilaku abnormal. Dan yang normal akan diterima, sementara yang tidak normal dihukum atau bahkan disingkirkan.
Dalam perspektif Foucault inilah yang ia sebut kekeuasaan itu beroperasi dalam pengetahuan. Ia menyusup dalam wacana-wacana sosial yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat, dan kembali sebagai alat kontrol terhadap masyarakat. Karena itu ia ada di mana-mana (omnipresent).