Kemenangan Paskah

Oleh: Petrus Lakonawa
Fajar belum merekah,
namun para imam kepala, tua-tua, dan ahli-ahli Taurat telah bersidang,
di ruang yang dingin oleh dendam dan sunyi oleh niat busuk.
Yesus dibelenggu—bukan hanya oleh rantai besi, tetapi oleh hati yang dibelenggu iri dan dengki lantaran terancam oleh suara profetis pembela orang-orang tertindas.
Mereka menyerahkan-Nya kepada Pilatus, dengan tuduhan demi tuduhan,
seperti panah yang ditembakkan tanpa belas kasih.
Pilatus menatap-Nya,
wajah yang tak terguncang,
mata yang tak gentar.
“Tidakkah Engkau akan menjawab?” tanyanya heran,
“Lihatlah… betapa banyaknya hal yang dituduhkan kepada-Mu!”
Namun Sang Terdakwa tetap diam seribu bahasa. Teduh dalam tekanan—seperti samudra yang mencoba menampung badai, diam yang menggetarkan jiwa sang penguasa.
Sudah menjadi tradisi,
Bahwa pada setiap hari raya,
Ada tahanan dibebaskan—sebagai hadiah bagi rakyat.
Dan saat itu, terkurung dalam jeruji,
ada Barabas—pemberontak dan pembunuh,
yang darah masih menempel di tangannya.
Orang banyak pun datang,
bukan membawa harapan,
melainkan suara-suara yang telah diracuni hasutan.
“Apakah kalian mau Yesus yang kubebaskan?”
tanya Pilatus,
karena ia tahu—
hasrat imam-imam kepala hanyalah kebencian yang menyala-nyala.
Namun mereka menjawab dengan satu nama: Barabas.
“Lalu, apa yang harus kulakukan dengan Dia yang kalian sebut Raja orang Yahudi?”
teriak Pilatus, seperti mencari nalar dan pembelaan di tengah badai.
“Salibkan Dia!”
Suara-suara itu memecah langit.
“Tetapi Mengapa? Kejahatan apa yang Ia perbuat?”
Tak ada jawab, hanya teriakan yang kian keras: “Salibkan Dia!”
Dan Pilatus pun menyerah,
bukan pada kebenaran,
tetapi pada tekanan massa.
Ia membebaskan Barabas.
Dan Yesus diserahkan,
untuk digantung di kayu,
di antara langit & bumi,
karena cinta-Nya yang tak membalas kebencian dengan kekerasan.
***
Namun kebenaran tak bisa ditaklukkan.
Ia boleh dihakimi oleh kelaliman,
dipaku di kayu salib,
dikuburkan dalam gelapnya liang batu,
tetapi kebenaran tidak mati.
Cahaya tidak bisa ditaklukkan oleh kegelapan. Ia menembus dinding kematian, menerangi ruang-ruang hati yang hancur, menghidupkan iman yang sempat layu.
(–berdasarkan Kisah dalam Injil Markus)