Trotoar untuk Pejalan Kaki dan Pemotor

Oleh: Christian Iwan | PPTI 17 | 2702363310
Jakarta, sebagai ibu kota Indonesia, menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan kota yang ramah pejalan kaki sesuai tujuan SDG 11. Meski trotoar seharusnya menjadi ruang aman bagi warga, kenyataannya, ruang ini justru sering diserbu sepeda motor. Data Dinas Perhubungan DKI (2022) menyebutkan, lebih dari 40% trotoar di wilayah Jakarta Utara dan Timur didominasi kendaraan bermotor. Padahal, kemacetan lalu lintas yang menempatkan Jakarta dalam daftar 10 kota termacet dunia (TomTom Traffic Index, 2023) seharusnya mendorong pemerintah untuk memperkuat infrastruktur pejalan kaki.
Masalah utama terletak pada lemahnya penegakan hukum. Hanya 12% pengendara motor yang melintasi trotoar terkena sanksi, berdasarkan catatan Satpol PP DKI tahun 2023. Minimnya personel pengawas dan tidak adanya kamera tilang otomatis di area pejalan kaki membuat pelanggaran terus terjadi. Di kawasan seperti Thamrin dan Sudirman yang seharusnya menjadi contoh kawasan modern, trotoar justru dijadikan jalan pintas untuk menghindari kemacetan. Selain itu, desain trotoar yang sempit dan tidak memadai memperparah situasi. Studi Institut Teknologi Bandung (2021) mengungkapkan, 70% trotoar di Jakarta memiliki lebar di bawah standar internasional, bahkan sering kali dipenuhi lubang atau digunakan sebagai tempat parkir liar.
Dampaknya tidak hanya mengancam keselamatan. Data Korps Lalu Lintas Polri (2022) mencatat 1.200 kasus kecelakaan melibatkan pejalan kaki di Jakarta, di mana sepertiganya terjadi karena mereka terpaksa berjalan di jalan raya. Polusi udara yang sudah parah—dengan Jakarta masuk 10 kota dengan kualitas udara terburuk menurut IQAir (2023)—semakin memburuk karena ruang hijau di trotoar hilang digantikan oleh kendaraan. Hal ini juga mencerminkan ketidakadilan sosial, di mana hak pejalan kaki sebagai pengguna jalan paling berkelanjutan diabaikan.
Solusi konkret perlu diterapkan. Pertama, penegakan hukum berbasis teknologi seperti pemasangan kamera cerdas yang mampu mengenali plat nomor, mirip dengan sistem di Tokyo yang berhasil mengurangi pelanggaran trotoar hingga 80%. Denda progresif hingga Rp1 juta untuk pelanggar pertama bisa menjadi pencegah. Kedua, redesain trotoar dengan prioritas pada kenyamanan manusia. Contohnya, pembangunan pembatas fisik dari baja seperti di Bundaran HI, serta alokasi 30% ruang untuk tanaman dan 20% untuk akses difabel. Ketiga, integrasi trotoar dengan transportasi umum, seperti memperbanyak halte TransJakarta dalam jarak 500 meter dari jalur pejalan kaki utama, mengadopsi konsep “Kota 15 Menit” ala Paris.
Kota-kota seperti Kopenhagen dan Singapura telah membuktikan bahwa trotoar yang layak adalah kunci keberhasilan. Di Kopenhagen, 60% warganya memilih berjalan kaki atau bersepeda berkat trotoar lebar dan lampu lalu lintas yang memprioritaskan pejalan kaki. Sementara Singapura menerapkan denda hingga Rp11 juta dan patroli drone untuk menertibkan pelanggar.
Untuk mewujudkan hal serupa, Jakarta membutuhkan komitmen politik yang kuat. Koordinasi antara pemerintah, kepolisian, dan masyarakat harus ditingkatkan, termasuk mengalokasikan minimal 15% anggaran daerah untuk revitalisasi 50 km trotoar setiap tahun. Kampanye edukasi seperti “Trotoar Hak Bersama” juga perlu digencarkan melalui media sosial dan sekolah.
Pada akhirnya, trotoar adalah cermin peradaban kota. Seperti dikatakan Jan Gehl, arsitek urban ternama, kota yang baik adalah kota yang dirancang untuk manusia, bukan kendaraan. Dengan langkah tegas, Jakarta bisa bertransformasi dari kota yang dikuasai motor menjadi contoh ibu kota yang menghargai setiap langkah warganya.
DAFTAR PUSTAKA
Prakasa, J. R. (2020). Dampak Revitalisasi Trotoar dan Hambatan Samping Terhadap Kinerja Ruas Jalan Pegangsaan Timur
Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta. (2019). Trotoar untuk Kota Berkelanjutan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2024). Trotoar Ramah Pejalan Kaki
Rif’at, M. D. (2024). Esai: Arus Baru Kepemimpinan (SDG’s 11 — Sustainable Cities and Communities)
United Nations & Pemerintah Indonesia. (2015–2030). Dokumen SDGs dan MDGs