Pilihan antara Pesimisme atau Optimisme

Oleh: Arcadius Benawa

Minggu, 30 Maret saya bersama istri dan kedua anak saya nonto film Last Supper. Di sini tentu saya tidak bermaksud membuat resensi atas film tersebut. Saya hanya ingin memfokuskan perhatian pada dua murid Yesus yang sama-sama pernah bersalah berat pada Sang Guru. Kedua murid itu adalah Petrus dan Yudas Iskariot. Masing-masing mau menjadi pengikut Yesus dari Nazareth dengan motivasi yang berbeda. Dalam film Last Supper itu pada introduksinya ditampilkan bagaimana Petrus mengaku diri sebagai “batu” kasar yang tanpa bentuk membiarkan diri dibentuk oleh Sang Guru. Sementara Yudas Iskariot digambarkan sebagai orang yang berasal dari kelompok Zelot itu mau mengikuti Yesus dari Nazareth karena Yesus punya pengaruh yang kuat sehingga bisa menyedot perhatian begitu banyak orang melalui kotbah-Nya namun terutama karena karya-karya mukjizat-Nya. Namun Yudas Iskariot mulai kecewa ketika Sang Guru tidak mau mengikuti provokasi Imam Agung Kayafas untuk memanfaatkan daya pengaruh-Nya itu untuk menghimpun kekuatan massa guna melawan penjajah Romawi. Minat Yudas Iskariot itulah yang dimanfaatkan oleh Kayafas untuk bersekongkol. Bagi Kayafas yang penting bukan perlawanan massa terhadap penjajah Romawi melainkan agar statusquonya sebagai pejabat agama tidak terongrong oleh wibawa dan kuasa mengajar Yesus yang didukung oleh karya mukjizat-Nya. Kayafas khawatir dirinya akan tergusur kedudukan dan wibawanya yang telah membuatnya nyaman.

Saat memanfaatkan Yudas Iskariot itupun tiba menjelang hari raya Paskah orang Yahudi. Dengan 30 keping perak akhirnya Yudas Iskariot mau memberi informasi ring 1 kapan dan di mana serta dengan tanda apa pasukan pengawal Kayafas dapat menangkap Yesus. Ketika Yudas Iskariot akhirnya memberi ciuman pada sang Guru, Yesus pun menegur: “Dengan ciumankah kau serahkan Diri-Ku?” Dan sejak itu Yudas Iskariot berusaha kabur hingga akhirnya tak tahan menyaksikan Sang Guru disiksa sedemikian rupa. Ia pun menggantungkan diri.

Sementara Petrus yang sok siap bela pati pada Sang Guru sudah diramal oleh Yesus bahwa sebelum ayam berkokok tiga kali, ia akan menyangkal 3 kali pula. Dan dengan bagus film the Last Supper itu menggambarkan fase-fase Petrus melemah dalam komitmennya untuk setia membela dan berjuang bersama Yesus. Berawal dari ketidak mampuannya berjaga barang satu jam di Taman Getsemani saat harus menemani Yesus yang berdoa. Namun kelemahannya untuk kuat bertahan ikut berjaga bersama Yesus masih bisa ia tunjukkan dengan ia memotong telinga prajurit yang mau menangkap Yesus. Sayangnya, cara bela Petrus seperti itu dikritik oleh Sang Guru dengan sabda-Nya: “Sarungkan pedangmu!” Dan Yesus pun memulihkan kondisi telinga sang prajurit itu. Akhirnya Petrus memenuhi ramalan Yesus atas ketidak siap sediaannya membela Yesus setelah ia harus menyangkal hingga 3 kali dengan ungkapannya: “Aku tidak mengenal Dia!” Saat itulah Petrus mendengar ayam berkokok 3 kali. Dan dalam film tersebut dilukiskan dengan tatapan mata Yesus pada Petrus yang juga sedang menatap Yesus yang sedang dianiaya prajurit. Maka tangis penyesalan Petrus tak terbendung lagi. Beruntung bahwa penyesalan Petrus tidak berujung pada keputusasaan seperti Yudas Iskariot. Petrus masih memedulikan kata-kata dan pesan Yesus akan kasihnya pada Sang Guru dan amanah untuk menggembalakan domba-domba-Nya, yakni Umat manusia yang percaya pada Yesus Sang Guru Sejati yang mengajar dengan Sabda dan Karya-Nya yang nyata mau membela Umat manusia agar selamat.

Bagi kita pun selalu terbuka tawaran atas kesalahan yang telah kita lakukan. Menjadi putus asa dan tidak melihat kemungkinan bertobat dan mendapat ampunan Tuhan; atau dengan rendahh hati menyesali kesalahan dan dosa untuk kembali pada jalan Tuhan dengan laku tobat yang nyata, membaharui komitmen untuk menyegarkan kembali kasih dan kesetiaan kita sebagaimana Allah senantiasa mengulurkan Tangan Kasih penuh ampunan kepada kita Umat-Nya yang lemah dan mudah jatuh dalam dosa ini. Optimisme akan kemurahan Tuhan yang maha kasih dan pengampun inilah yang menjadi kekuatan Petrus yang seperti kita juga yang mudah ragu dan tidak percaya akan kuat kuasa Tuhan.

Akhirnya, selamat memilih antara menjadi seperti Yudas Iskariot yang pesimis atas kasih dan ampunan Tuhan, atau mau menjadi seperti Petrus yang menyadari kelemahan, kesalahan dan dosanya serta lebih menyandarkan diri pada kasih dan ampunan Tuhan yang tidak bertepi.

Arcadius Benawa