Penerapan Zero Waste untuk Mengurangi Food Loss dan Food Waste dalam Industri Kuliner

Oleh : Grace Natal Liu – PPTI 17 – 2702365165
Industri kuliner menyumbang signifikan terhadap sampah makanan, yang terbagi menjadi food loss dan food waste. Laporan Bappenas (2021) menunjukkan Indonesia menghasilkan 115-184 kg sampah makanan per kapita per tahun, dan pada 2020, negara ini memasuki kondisi darurat sampah makanan. Data Kementerian Lingkungan Hidup (2023) mencatat sampah makanan menyumbang 40,91% dari total sampah, lebih besar dibandingkan sampah plastik (19,18%). Pemborosan makanan berisiko besar terhadap ketahanan pangan, lingkungan, dan perubahan iklim. Penerapan prinsip zero waste dapat membantu mengurangi limbah dan menghemat sumber daya.
Untuk memaksimalkan upaya ini, kita perlu memahami dua jenis pemborosan utama dalam rantai pasokan pangan: food loss dan food waste. Food loss terjadi selama produksi, pengolahan, atau distribusi, umumnya pada bahan makanan mentah yang rusak atau tidak memenuhi standar pasar, disebabkan oleh faktor seperti infrastruktur buruk dan pengelolaan yang tidak efisien. Sementara itu, food waste terjadi di tingkat konsumen atau ritel, ketika makanan yang sudah siap konsumsi dibuang karena kebiasaan membeli lebih banyak dari yang dibutuhkan atau kurangnya kesadaran dalam mengelola sisa makanan. Meskipun penyebabnya berbeda, keduanya merugikan lingkungan, ekonomi, dan ketahanan pangan.
Pemborosan makanan tidak hanya memperburuk ketahanan pangan, tetapi juga berkontribusi pada emisi gas rumah kaca dan pemborosan sumber daya alam. Setiap makanan yang terbuang menyia-nyiakan tanah, air, tenaga kerja, energi, dan menghasilkan emisi karbon dioksida yang memperburuk pemanasan global. Data Badan Perlindungan Lingkungan AS menunjukkan sampah makanan menyumbang 14,1% dari emisi metana. Mengurangi pemborosan makanan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan mendukung mitigasi perubahan iklim.
Selain merugikan lingkungan, pemborosan makanan juga berdampak signifikan pada ekonomi global, dengan kerugian lebih dari 1 triliun dolar AS. Sementara itu, hampir satu miliar orang di dunia masih kekurangan gizi. Ketimpangan ini, terutama di negara maju, semakin memperburuk tantangan dalam mencapai ketahanan pangan global. Untuk itu, solusi seperti penerapan prinsip zero waste menjadi semakin penting.
Zero waste adalah pendekatan holistik yang bertujuan untuk meminimalkan limbah dengan mengoptimalkan sumber daya dan mengubah pola konsumsi serta produksi menjadi lebih berkelanjutan. Dalam konteks pengurangan food loss dan food waste, prinsip Zero Waste memberikan solusi yang menyeluruh untuk menangani kedua masalah ini.
Salah satu prinsip utamanya adalah Refuse, yang mengajak kita untuk menolak pembelian bahan makanan yang berlebihan atau tidak dibutuhkan, serta kemasan sekali pakai yang hanya menambah limbah. Ini membantu mengurangi pemborosan makanan di tingkat konsumen dan ritel. Prinsip Reduce fokus pada pengurangan pemborosan sumber daya, seperti menghindari pembelian bahan yang tidak akan habis dalam waktu dekat dan mengelola stok dengan bijak di restoran atau rumah tangga, yang secara langsung mengurangi food loss dan food waste. Reuse mendorong kita untuk memanfaatkan kembali bahan makanan yang masih layak konsumsi, atau menggunakan bahan sisa untuk menciptakan hidangan baru, sehingga meminimalkan pemborosan di dapur. Recycle berperan penting dengan mengolah limbah pangan yang tidak dapat dikonsumsi menjadi produk baru, seperti kompos, yang dapat digunakan untuk memperbaiki tanah dan mengurangi kebutuhan bahan baku baru dalam pertanian. Terakhir, prinsip Rot mengelola limbah organik melalui pengomposan, yang memungkinkan sisa makanan yang tidak dapat dimanfaatkan lagi tetap memberikan manfaat bagi lingkungan.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, kita tidak hanya mengurangi limbah dan emisi gas rumah kaca, tetapi juga menciptakan sistem pangan yang lebih efisien dan berkelanjutan, serta secara langsung mengurangi food loss dan food waste dalam seluruh rantai pasokan pangan.
Penerapan prinsip zero waste sangat relevan untuk mengurangi pemborosan makanan di restoran, rumah tangga, dan sektor distribusi pangan. Di restoran, mengurangi bahan sekali pakai dan memanfaatkan seluruh bagian bahan makanan (seperti nose-to-tail atau root-to-stem cooking) dapat mengurangi limbah. Di rumah tangga, menghindari kemasan plastik, merencanakan belanja dengan bijak, dan mengolah sisa makanan menjadi hidangan baru atau kompos juga efektif. Sementara itu, di sektor distribusi pangan, pengelolaan stok yang lebih efisien dan kerja sama dengan bank makanan membantu mengurangi limbah sebelum makanan mencapai konsumen.
Untuk mengurangi food loss dan food waste, penerapan prinsip zero waste di seluruh rantai pasokan pangan, mulai dari petani hingga konsumen, sangat penting. Misalnya, petani bisa mengoptimalkan teknik panen untuk menjaga kualitas produk, sementara di restoran dan rumah tangga, mengatur penyimpanan dan memanfaatkan bahan makanan hingga habis dapat mengurangi pemborosan. Kolaborasi antara masyarakat, bisnis, dan pemerintah diperlukan untuk mewujudkan sistem pangan yang berkelanjutan.
Inovasi dalam distribusi pangan, seperti kemasan efisien (misalnya, kemasan vakum) dan teknologi penyimpanan yang canggih (sistem pendinginan optimal), juga membantu mengurangi kerusakan dan pembusukan selama distribusi. Dengan merencanakan menu dengan cermat, mengelola stok bahan makanan, dan menggunakan wadah serta kemasan ramah lingkungan, restoran tidak hanya mengurangi food waste, tetapi juga mendukung gerakan zero waste. Di rumah tangga, merencanakan belanjaan dan mengatur porsi makanan sesuai kebutuhan dapat mengurangi pemborosan, dengan sisa makanan yang masih layak konsumsi disimpan dengan benar atau diubah menjadi kompos untuk pupuk organik.
Inovasi teknologi juga memainkan peran penting dalam mengurangi pemborosan makanan. Misalnya, aplikasi Ovie Smarterware menggunakan “label pintar” untuk memantau waktu kedaluwarsa makanan, memberikan pemberitahuan kepada restoran saat stok hampir kadaluarsa dan tips untuk mengolah sisa makanan. Selain itu, platform seperti DamoGo menghubungkan petani dengan konsumen atau bisnis kuliner untuk mendistribusikan bahan pangan berlebih yang tidak memenuhi standar pasar. Aplikasi Surplus memungkinkan konsumen membeli makanan berlebih dari restoran atau hotel dengan harga diskon, mengurangi limbah makanan dan memberikan keuntungan tambahan bagi restoran. Teknologi seperti ini membantu pengelolaan sisa makanan dengan lebih efisien dan mendukung upaya pengurangan food waste.
Mengurangi food loss dan food waste memerlukan pendekatan yang saling terkait, mulai dari perbaikan infrastruktur dan distribusi yang efisien untuk mengurangi food loss, hingga peningkatan kesadaran konsumen untuk mengelola sisa makanan. Penerapan prinsip zero waste dalam dunia kuliner dapat mengatasi kedua masalah ini dengan mengoptimalkan sumber daya, mengurangi pemborosan, dan memanfaatkan teknologi inovatif. Kolaborasi antara produsen, distributor, pemerintah, dan konsumen sangat penting untuk menciptakan sistem pangan yang berkelanjutan dan efisien. Dengan mengubah kebiasaan belanja dan pengelolaan makanan, kita tidak hanya mengurangi pemborosan pangan, tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan untuk masa depan.
Source:
https://unnes.ac.id/feb/sejauh-mana-indonesia-darurat-sampah-makanan/
https://zerowaste.id/zero-waste-lifestyle/perbedaan-food-loss-dan-food-waste/
https://pkgm.fk.ugm.ac.id/2024/09/12/1656/
https://waste4change.com/blog/food-loss-waste/
https://environment-indonesia.com/penyebab-food-waste-dan-dampaknya/
https://yiari.or.id/zero-waste/
https://zerowaste.id/zero-waste-for-beginners/what-is-zero-waste-anyway/
https://prodiaohi.co.id/membangun-usaha-kuliner-dengan-prinsip-zero-waste
https://wrp.co.id/zero-waste-cooking-tren-memasak-bebas-limbah-dan-ramah-lingkungan/
https://waste4change.com/blog/5-inovasi-keren-untuk-bantu-cegah-food-waste/