Pelaksanaan Otonomi Daerah dalam Pengelolaan Pendidikan

Oleh: Devi Paramita | 2702363380 | PPTI 17

Reformasi di Indonesia telah mendorong pergeseran penyelenggaraan pemerintahan dari sentralisasi menuju desentralisasi, memberikan daerah kewenangan yang lebih luas (otonomi) untuk memandirikan dan memberdayakan potensi lokal. Perubahan ini tercermin dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, yang menetapkan tiga asas: desentralisasi, dekonsentrasi, dan perbantuan (Nasution, 2010). Undang-undang ini kemudian disempurnakan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Bab VII Pasal 150 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah disusun perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional.Hal ini berarti bahwa setiap sektor, termasuk pendidikan, harus dikelola secara sinergis dengan kebijakan pusat untuk mencapai tujuan pembangunan secara bersamaan. Sinergi ini sangat penting agar setiap kebijakan yang diterapkan di tingkat daerah dapat sejalan dengan visi dan misi pembangunan nasional.

Pendidikan sebagai sektor vital, memperoleh hak dan kewenangan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sebagai bagian penting dari pembangunan daerah (Nasihah et al., 2023). Dalam konteks otonomi daerah, tanggung jawab pengelolaan pendidikan tidak lagi semata-mata berada di pundak pemerintah pusat, tetapi juga menjadi domain pemerintah daerah. Landasan hukum penyelenggaraan pendidikan di Indonesia juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Hal Ini memberikan kesempatan bagi daerah untuk merancang kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan lokal, meningkatkan kualitas pengajaran, dan mengoptimalkan sumber daya yang ada. Namun, otonomi ini disertai dengan tanggung jawab dan akuntabilitas yang tinggi. Tujuannya adalah meningkatkan kemandirian, responsivitas, dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan di seluruh Indonesia. Dengan otonomi, daerah diharapkan dapat lebih cepat merespons tantangan dan kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, seperti peningkatan akses pendidikan, pengembangan infrastruktur sekolah, dan peningkatan kualitas tenaga pengajar.

Pelaksanaan otonomi daerah dalam pengelolaan pendidikan telah menghasilkan dampak yang beragam, baik positif maupun negatif. Di satu sisi, otonomi memungkinkan penyesuaian kurikulum dengan konteks lokal, meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan Masyarakat (Anggraeni, 2016). Daerah-daerah dengan potensi ekonomi kuat dapat mengalokasikan sumber daya lebih besar untuk pendidikan, menghasilkan peningkatan kualitas infrastruktur dan tenaga pendidik. Hal ini berpotensi meningkatkan angka partisipasi pendidikan dan prestasi belajar siswa.

Namun, di sisi lain, otonomi juga menimbulkan tantangan. Kesenjangan sumber daya antara daerah kaya dan daerah miskin semakin terlihat, menciptakan disparitas kualitas pendidikan yang signifikan. Daerah miskin seringkali kekurangan anggaran, infrastruktur memadai, dan tenaga pendidik berkualitas, mengakibatkan akses dan kualitas pendidikan yang rendah. Kurangnya kapasitas manajerial di tingkat pemerintah daerah juga menjadi kendala dalam pengelolaan pendidikan yang efektif dan efisien. Inkonsistensi kebijakan pendidikan antar daerah juga menjadi masalah, menciptakan ketidakmerataan dan kesulitan dalam mencapai standar pendidikan nasional. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran pendidikan di beberapa daerah juga masih menjadi perhatian. (Cahyaning Tyas et al., 2024)

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan kolaborasi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat perlu memberikan dukungan finansial yang lebih merata dan adil, serta mengembangkan program peningkatan kapasitas bagi pengelola pendidikan di daerah. Standarisasi kurikulum dan sistem evaluasi yang komprehensif juga penting untuk memastikan kualitas pendidikan yang konsisten di seluruh Indonesia. Penting juga untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran pendidikan di tingkat daerah. Pemantauan dan evaluasi yang berkelanjutan diperlukan untuk memastikan efektivitas kebijakan otonomi daerah dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

Referensi

Anggraeni, A. D. (2016). PELAKSANAAN OTONOMI SEKOLAH DI DALAM UPAYA PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN YANG EFEKTIF. Faktor Jurnal Ilmiah Kependidikan, 3, 173–184.

Cahyaning Tyas, A., Maheswari, N. P., & Aprilia, R. D. (2024). Pelayanan Pendidikan di Daerah Terpencil: Problematika Pendidikan di Indonesia. Indo-MathEdu Intellectuals Journal, 5(1), 1020–1026. https://doi.org/10.54373/imeij.v5i1.684

Nasihah, D., Fauzi, A., & Muin, A. (2023). PELAKSANAAN KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH DALAM BIDANG PENDIDIKAN. Jurnal Ilmu Kependidikan, 12(1), 19–27. https://doi.org/10.33506/jq.v12i1.2238

Nasution, I. (2010). OTONOMI DAERAH DAN OTONOMI PENDIDIKAN. I.

Yustinus Suhardi Ruman