Menjaga Keseimbangan Hak dan Kewajiban: Kunci Masyarakat yang Adil dan Berkelanjutan
Oleh: Agatha Gloria Tungky | PPTI 17 | 2702363304
Setiap negara dan warga negaranya memiliki hak dan kewajiban yang saling berkaitan, seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Hak adalah sesuatu yang berhak diterima individu atau kelompok, sedangkan kewajiban adalah tanggung jawab yang harus dipenuhi. Keseimbangan antara keduanya menjadi kunci dalam menciptakan masyarakat yang adil, sejahtera, dan berkelanjutan.
Konsep ini selaras dengan Sustainable Development Goals (SDGs) ke-16: Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Kuat, yang menekankan pentingnya transparansi, supremasi hukum, dan lembaga pemerintahan yang efektif. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan berkelanjutan tidak hanya berkaitan dengan ekonomi dan lingkungan, tetapi juga aspek sosial dan kelembagaan.
Setiap warga negara memiliki hak fundamental seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan yang layak, serta kebebasan berpendapat. Hak-hak ini memungkinkan individu berkembang dan berkontribusi dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Namun, di samping hak tersebut, warga negara juga memiliki kewajiban, seperti mematuhi hukum, membayar pajak, serta berpartisipasi dalam pembangunan. Jika hanya menuntut hak tanpa menjalankan kewajiban, negara akan kesulitan memberikan layanan yang optimal.
Sebaliknya, negara berkewajiban untuk melindungi hak-hak warga negara, menyediakan infrastruktur yang layak, serta memastikan kebijakan yang adil dan transparan. Negara juga memiliki hak untuk meminta kontribusi dari warga negara dalam bentuk pajak dan kepatuhan terhadap hukum agar pembangunan dapat berjalan dengan baik.
SDG 16 mengingatkan kita bahwa kesejahteraan suatu negara bergantung pada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban dapat menyebabkan ketidakstabilan sosial. Negara yang gagal menjamin hak-hak dasar warganya cenderung mengalami konflik dan kesenjangan sosial. Sebaliknya, warga negara yang tidak menjalankan kewajibannya akan melemahkan institusi negara.
Sebagai contoh, negara-negara seperti Swedia dan Finlandia telah berhasil menjaga keseimbangan ini melalui kebijakan sosial yang kuat dan transparan. Kedua negara ini memiliki sistem perpajakan yang tinggi, tetapi warga negaranya mendapatkan manfaat berupa layanan kesehatan dan pendidikan berkualitas, serta sistem kesejahteraan yang kuat. Transparansi dan efektivitas pemerintahan memastikan bahwa pajak yang dibayarkan benar-benar digunakan untuk kepentingan publik.
Sebaliknya, di beberapa negara berkembang, lemahnya institusi dan tingginya tingkat korupsi membuat keseimbangan ini sulit dicapai. Ketidaktransparanan dalam pengelolaan pajak dan layanan publik sering kali menyebabkan ketidakpercayaan warga terhadap pemerintah, sehingga partisipasi masyarakat dalam kewajiban bernegara pun menurun.
Dalam konteks modern, teknologi memainkan peran penting dalam memperkuat transparansi dan akuntabilitas pemerintahan. E-Government, seperti yang diterapkan di Estonia, memungkinkan warga negara mengakses layanan publik secara digital, membayar pajak dengan lebih mudah, serta memantau penggunaan anggaran negara. Teknologi ini membantu mengurangi korupsi dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Konsep ini sejalan dengan teori kontrak sosial Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya yang berjudul The Social Contract, yang menyatakan bahwa warga negara menyerahkan sebagian kebebasannya kepada negara demi ketertiban dan kesejahteraan bersama. John Rawls juga menekankan bahwa institusi negara harus memastikan keadilan distributif, di mana hak-hak dasar seperti pendidikan dan kesehatan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat tanpa diskriminasi. Dalam perspektif ini, negara yang efektif adalah negara yang mampu mengurangi ketimpangan sosial sambil menegakkan hukum secara adil.
Dengan menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, negara dapat menciptakan masyarakat yang damai, adil, dan sejahtera. Penerapan prinsip SDG 16 memastikan bahwa institusi negara bekerja dengan baik, hak warga negara terlindungi, dan kewajiban dijalankan demi pembangunan yang berkelanjutan. Dalam perspektif filosofis, hubungan ini bukan sekadar konsep praktis, tetapi juga memiliki dasar yang kuat dalam teori sosial dan keadilan.