Meningkatkan Literasi Digital sebagai Upaya Melawan Hoaks dan Penipuan Daring di Indonesia

Oleh: Naufal Dimas Azizan | 2702363531 | PPTI 17
Masyarakat Indonesia dinilai rentan terhadap hoaks dan penipuan daring akibat tingginya jumlah pengguna internet yang tidak diimbangi dengan tingkat literasi digital yang memadai. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), menyebut bahwa masyarakat Indonesia rawan terpapar hoaks, terlibat perundungan siber, dan menjadi target penipuan daring. Literasi digital erat kaitannya dengan literasi baca tulis, yang mencakup kemampuan membaca, menulis, mencari, menganalisis, mengolah, dan membagikan informasi. Sayangnya, Indonesia memiliki tingkat literasi yang rendah, seperti terlihat dalam survei Programme for International Students Assessment (PISA) 2022, di mana Skor PISA 2022 Indonesia sendiri turun menjadi 359 dari 371 pada 2018, sebagaimana diumumkan pada Desember 2023. Sedangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024 menargetkan skor membaca 392.
Salah satu penyebab rendahnya literasi adalah kurangnya penekanan pada keterampilan berpikir kritis sejak usia dini. Literasi digital perlu diasah sejak pendidikan dasar. Selain itu, ketimpangan akses internet antar daerah menjadi tantangan struktural yang menghambat pemerataan literasi digital. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), juga menekankan perlunya pelatihan bagi guru dalam meningkatkan kompetensi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta pedagogik berpikir kritis. Untuk mengatasi tantangan ini, perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam membangun infrastruktur literasi digital yang merata. Pemerintah dapat memperluas akses internet di daerah-daerah terpencil, sedangkan sektor swasta dapat berperan dalam menyediakan pelatihan keterampilan digital. Masyarakat juga perlu lebih sadar akan pentingnya memilah informasi yang diterima dan membangun budaya literasi yang kritis. Pemerataan akses dan peningkatan keterampilan digital akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat dalam menghadapi tantangan digital ini.
Selain itu, penting untuk mencatat bahwa peran media sosial dalam penyebaran hoaks semakin besar. Media sosial menjadi sarana yang efektif untuk menyebarkan informasi dengan cepat, baik itu informasi yang benar maupun yang salah. Menurut survei yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), lebih dari 60% masyarakat Indonesia mengakses berita melalui media sosial, yang sering kali tidak disertai dengan verifikasi yang memadai. Oleh karena itu, peningkatan literasi digital harus mencakup keterampilan untuk memverifikasi kebenaran informasi sebelum membagikannya, sehingga dapat mengurangi penyebaran hoaks dan informasi yang salah.
Tantangan lainnya adalah kurangnya kesadaran terhadap ancaman cybercrime yang semakin canggih. Penipuan daring, yang sering kali menargetkan pengguna dengan keterampilan digital yang rendah, terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengungkapkan bahwa ada peningkatan signifikan dalam kasus penipuan daring dan serangan siber yang merugikan individu maupun organisasi. Oleh karena itu, literasi digital juga harus mencakup pemahaman tentang keamanan siber dan cara melindungi diri dari potensi ancaman yang ada di dunia maya. Pemerintah bersama dengan sektor swasta harus terus memperkuat infrastruktur keamanan siber dan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga data pribadi serta mengenali tanda-tanda penipuan daring.
Diperlukan sinergi yang lebih kuat antara berbagai kelompok masyarakat bahkan organisasi pemerintahan untuk meningkatkan literasi digital di Indonesia. Kampanye edukasi yang lebih masif, integrasi literasi digital dalam kurikulum pendidikan, serta pemberdayaan komunitas digital dapat menjadi langkah strategis dalam membangun masyarakat yang lebih tangguh terhadap informasi yang menyesatkan. Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya literasi digital, diharapkan masyarakat Indonesia tidak hanya mampu memanfaatkan teknologi dengan lebih bijak, tetapi juga menjadi agen perubahan dalam menciptakan ekosistem digital yang sehat, aman, dan produktif bagi semua.
Referensi: