Kekuasaan Kejaksaan RI yang Berlebihan dapat Membahayakan Prinsip Checks and Balances di Indonesia

Oleh: Michael Onasis Hasri | PPTI 17 | 2702363506

Sebagai agen penting dalam penyelenggaraan peradilan pidana, Kejaksaan memiliki salah satu peran dan tanggung jawab yang besar. Berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2004, Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Hanya sedikit posisi lain dalam masyarakat yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk memutuskan masalah-masalah yang mendasar bagi penyelenggaraan peradilan. Kejaksaan juga berperan besar dalam menghadiri checks and balances dalam negara kita ini, memastikan bahwa adanya pemisahan kekuasaan yang baik dan benar.

Namun dengan adanya UU Nomor 11 Tahun 2021, Kejaksaan RI sekarang diberikan kekuasaan yang berlebihan dan berpotensi untuk bisa disalahgunakan. Berikut contoh-contoh pasalnya:

  1. UU Nomor 11 Tahun 2021 Pasal 11A Ayat 1: Jaksa dapat ditugaskan untuk menduduki atau mengisi jabatan:
    1. di luar instansi Kejaksaan;
    2. pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;
    3. dalam organisasi internasional;
    4. dalam organisasi profesi internasional; atau
    5. pada penugasan

Sebelumnya pada UU Nomor 16 Tahun 2004, Jaksa dilarang untuk merangkap profesi lain demi menjaga fokus dan tugas utama Kejaksaan RI. Kita perlu menekan pentingnya memiliki lembaga kejaksaan dengan independensi yang cukup untuk melaksanakan tugasnya tanpa pengaruh ataupun tekanan dari luar. Namun dengan adanya pasal ini, sekarang seorang Jaksa bisa merangkap jabatan lain. Tentunya hal ini dapat menghasilkan pertentangan kepentingan dalam pelaksanaan tugas seorang Jaksa.

  1. UU Nomor 11 Tahun 2021, Pasal 35, Ayat 1(g) : Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang;
  1. mengoordinasikan, mengendalikan, dan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan Penuntutan tindak pidana yang dilakukan bersama oleh orang yang tunduk pada peradilan umum dan peradilan militer;

Kejaksaan sekarang bisa untuk menentukan alur sebuah penyelidikan, penyidikan, sampai penuntutan. Hal ini memberikan lembaga Kejaksaan kekuasaan yang lumayan besar dan memungkinkan kekuasaan tersebut untuk disalahgunakan tanpa adanya restraint dalam check and balances. Misalnya, seorang Jaksa bisa diberikan suap supaya yang dituntut tersebut mendapat tuntutan yang ringan karena bukti yang minim walaupun bukti yang didapatkan sudah dikontrol atau diatur oleh seorang Jaksa.

  1. UU Nomor 11 Tahun 2021 Pasal 8 Ayat 5:  Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.

Jika seorang Jaksa melakukan suatu tindakan kejahatan, maka tidak ada instansi lain yang bisa untuk memproses Jaksa tersebut tanpa izin dari Jaksa Agung. Walaupun awalnya pasal ini dibuat untuk menjaga Jaksa dalam menjalankan tugasnya, namun di sisi lain juga dapat memberikan Kejaksaan kekebalan jika dirinya sendiri melanggar hukum.

Sebagai berikut, Kejaksaan RI memiliki kekuasaan yang cukup luas dan melewati batas dari prinsip check and balances, dimana berpotensi untuk mengikis pelaksanaan sistem peradilan kita. Terutama bisa dilihat dari kasus-kasus yang pernah muncul, seperti Kasus Jaksa Jovi, Jaksa Agung ST Barnahuddin, Jaksa Pinangki dan lain-lainnya. Kasus kasus tersebut mengingatkan kita bahwa dengan kekuasaan dalam bentuk apapun bisa disalahgunakan dan semakin besar kekuasaannya maka potensi untuk disalahgunakan pun akan besar.

Salah satu cara untuk menangani hal tersebut adalah dengan cara untuk membatasi kekuasaan Kejaksaan RI dengan implementasi check and balances yang tepat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara membagikan beberapa kekuasaan tersebut dengan lembaga lain melalui revisi Undang-Undang Tentang Kejaksaan. Dengan tidak mengkonsentrasi kekuasaan ke satu titik namun memisahkannya ke berbagai penjuru, kita bisa menciptakan lembaga yang kuat, transparan dan akuntabel kepada rakyat Indonesia. Ini adalah salah satu langkah untuk mencapai tujuan SDGs Indonesia ke 16, yaitu Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang kuat.

Referensi

  1. UNODC, The Status and Role of Prosecutors, A United Nations Office on Drugs and Crime and International Association of Prosecutors Guide
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia
  3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia
Yustinus Suhardi Ruman