Jeritan Sunyi Laut yang Terlupakan

Oleh : Rifzika Ijlal F | 2702364124 | PPTI 18

Di balik ombak yang tenang, laut menjerit dalam sunyi. Di bawah permukaannya yang membiru, kehidupan berjuang melawan kematian yang datang perlahan. Sekitar 3,2 juta ton limbah manusia telah mencemari laut, mengubahnya menjadi kuburan raksasa bagi ekosistem yang sekarat.

Indonesia, negeri kepulauan yang megah, kini kehilangan kebanggaannya. Dari 1,905 juta km² perairan yang membentang, 75% telah tercemar. Di balik foto-foto indah, plastik mengapung, minyak hitam membekap, dan limbah kimia membunuh dalam diam. Tak hanya biota laut yang tercekik, tetapi juga 1,27 juta nelayan yang semakin kehilangan harapan di laut yang kian sekarat.

Dampak Pencemaran Limbah terhadap Biota Laut

 Limbah Plastik

 Indonesia mencatat sejarah kelam sebagai negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China. China membuang 262,9 juta ton sampah plastik ke laut, diikuti Indonesia dengan 187,2 juta ton. Akibatnya, setiap tahun, 1 juta burung laut dan 100 ribu mamalia laut mati mengenaskan. Laut, yang seharusnya memberi kehidupan, kini menjadi kuburan plastik.

Limbah Kimia dan Industri

 Pabrik-pabrik raksasa terus mengalirkan racun ke laut, memutihkan terumbu karang yang dulu indah, membunuh ekosistem yang dulu kaya. Tanpa kita sadari, ikan yang kita konsumsi telah menyerap logam berat, membawa ancaman mematikan ke tubuh manusia. Racun tak terlihat ini perlahan menggerogoti kesehatan kita dari dalam.

Eutrofikasi akibat Limbah Organik

 Laut semakin kehilangan napasnya akibat eutrofikasi. Limbah rumah tangga yang kaya nutrisi memicu ledakan fitoplankton, menghabiskan oksigen, dan membunuh biota laut dalam skala besar. Air laut yang berubah merah atau hijau bukan sekadar fenomena alam, tetapi peringatan akan bencana. Jika dibiarkan, laut akan menjadi lahan mati, penuh bangkai ikan yang mencemari pantai dan racun yang menyusup ke rantai makanan manusia.

Keterkaitan dengan SDG 14: Life Below Water

Konservasi dan Pengelolaan Laut

Lautan Indonesia, bentang biru yang menjadi sumber kehidupan, kini menghadapi ancaman dari pencemaran yang kian merajalela. Namun, negara tak tinggal diam. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999, sebuah benteng hukum pun ditegakkan untuk melindungi kejernihan samudra dan kekayaan bawah lautnya.

Regulasi ini menjadi tameng bagi lautan, menetapkan batasan tegas atas mutu air dan tanda-tanda kerusakan yang tak boleh diabaikan. Setiap tetes air yang ternoda, setiap kehidupan laut yang terancam, adalah panggilan untuk bertindak.

Perlindungan Spesies Laut

 Lautan yang dulu menjadi surga kini tercemar oleh limbah beracun, meracuni ikan, menyebarkan penyakit, dan membawa kematian. Plankton, fondasi rantai makanan, lenyap dalam senyap, mengguncang keseimbangan ekosistem yang telah terbentuk ribuan tahun.

Namun, harapan belum hilang. Kita masih bisa bertindak menghentikan aliran racun, melindungi mereka yang tak bersuara, dan mengembalikan kejayaan laut. Setiap tindakan, sekecil apa pun, adalah perisai bagi kehidupan dan masa depan yang lebih lestari. langkah- langkah yang dapat diambil antara lain:

  • Penetapan Kawasan Konservasi: Mendirikan kawasan konservasi laut untuk melindungi habitat penting dan memastikan kelangsungan hidup spesies yang
  • Pengurangan Pencemaran: Mengurangi sumber-sumber pencemaran, seperti limbah plastik dan bahan kimia berbahaya, yang dapat merusak habitat dan kesehatan spesies
  • Penegakan Hukum: Menerapkan dan menegakkan regulasi yang melarang praktik- praktik yang merusak lingkungan laut, seperti penangkapan ikan ilegal dan pembuangan limbah sembarangan.

Pengurangan Polusi Laut

 Upaya untuk mengurangi pencemaran laut dilakukan baik di tingkat global maupun lokal. Secara global, konvensi seperti International Convention for the Prevention of Pollution from Ships (MARPOL) 1973/1978 bertujuan untuk mencegah pencemaran laut oleh kapal. Di tingkat lokal, Indonesia telah mengambil langkah-langkah nyata dalam upaya perlindungan lingkungan maritim, termasuk pengesahan peraturan perlindungan lingkungan maritim, penguatan fungsi kelembagaan, peningkatan kerja sama domestik dan internasional, serta pembangunan kapasitas sumber daya manusia.

Upaya Penanggulangan dan Solusi

  1. Mengurangi Penggunaan Plastik : Dibutuhkan kerja sama antara masyarakat dan industri untuk mengurangi konsumsi plastik dan beralih ke bahan yang lebih ramah
  2. Pengelolaan Limbah yang Bertanggung Jawab : Sistem pengelolaan limbah yang ketat dan pemantauan berkala menjadi kunci untuk mencegah kehancuran ekosistem
  3. Membatasi Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya : Pengawasan ketat terhadap penggunaan bahan kimia harus dilakukan untuk mencegah pencemaran laut.
  4. Meningkatkan Kesadaran Masyarakat : Penyuluhan dan edukasi mengenai bahaya pencemaran laut sangat penting agar masyarakat dapat berkontribusi dalam menjaga kebersihan laut.
  5. Regulasi Ketat terhadap Pembuangan Limbah Industri : Pemerintah harus menegakkan hukum dan memberikan sanksi bagi industri yang membuang limbah secara sembarangan.

Kesimpulan

Laut yang dulu memberi kehidupan kini tengah sekarat. Pencemaran plastik, limbah kimia, dan eutrofikasi menghancurkan ekosistem, mengancam biota laut, nelayan, dan kesehatan manusia. Indonesia, negeri maritim yang kaya, justru menjadi salah satu penyumbang sampah terbesar.

SDG ke 14 yaitu Life Below Water bukan sekadar tujuan, tetapi panggilan darurat untuk bertindak. Konservasi laut, pengurangan polusi, dan perlindungan spesies harus menjadi prioritas. Dengan pengelolaan limbah yang bertanggung jawab, pengurangan plastik, regulasi ketat, dan edukasi masyarakat, laut masih bisa diselamatkan. Tapi waktu terus berjalan— akankah kita bertindak sekarang, atau membiarkan laut mati dalam diam?

Referensi

 

Yustinus Suhardi Ruman