Integrasi Nilai-Nilai Lokal: Kunci Integritas dan Kualitas Pendidikan di Indonesia

Oleh:  Wilson Wanderley Tjoeng | PPTI 17 | 2702363664 |

Indonesia memiliki kekayaan budaya dan nilai-nilai luhur yang dapat menjadi fondasi dalam membangun karakter bangsa melalui pendidikan. KI Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional, menekankan pentingnya pendidikan yang tidak hanya mengasah kemampuan akademis, tetapi juga menumbuhkan jiwa kepemimpinan, kemandirian, dan kesadaran sosial.

Tantangan dalam pendidikan karakter masih ada. Survey yang dilakukan oleh Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, pada tahun 2021 menunjukkan bahwa, indeks karakter siswa jenjang pendidikan menengah berada di angka 69,52, turun 2 poin dari 71,41 pada tahun sebelumnya. Penurunan diduga kuat akibat dampak dari pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia pada tahun sebelumnya.

Untuk mengatasi tantangan ini, pengintegrasian nilai-nilai lokal seperti gotong royong, kejujuran, dan kearifan lokal ke dalam kurikulum sekarang menjadi penting. Melalui berbagai kegiatan seperti ekstrakurikuler, latihan kepemimpinan, dan program pengembangan soft skills, siswa diajak untuk lebih mengenal dan mencintai budaya mereka sendiri. Ini juga sejalan dengan filosofi pendidikan KI Hadjar Dewantara yang menekankan bahwa pentingnya pendidikan yang berakar pada budaya lokal. KI Hadjar Dewantara merasa bahwa peserta didik harus memahami dan menghargai warisan budaya lokal. Hal ini dapat meningkatkan rasa identitas dan kebanggaan, serta memberikan pemahaman yang lebih baik tentang nilai – nilai lokal. Salah satunya yang penting adalah integritas dalam Pendidikan di Indonesia.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis Indeks Integritas Pendidikan Nasional Indonesia tahun 2023. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan, Indeks Integritas Pendidikan nasional kita masih rendah, yaitu berada di level 2 dengan skor 73,7. Hal ini menunjukan bahwa penerapan salah satu nilai lokal yaitu integritas masih cukup rendah di Indonesia. Dengan Indeks Integritas Pendidikan yang masih rendah, maka dimensi tata kelola Pendidikan di Indonesia masih dapat dibilang koruptif, seperti adanya pungutan liar, gratifikasi, dan kolusi yang dilakukan pimpinan satuan Pendidikan.

Dengan adanya kasus di atas, maka peran guru sebagai pendidik dan teladan sangat penting. Guru tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral yang akan menjadi bekal dalam menghadapi tantangan kehidupan di masa yang sekarang maupun mendatang. Guru harus menjadi teladan yang baik bagi anak didiknya, jangan sampai guru sendiri yang melakukan pelanggaran nilai lokal seperti kasus di atas. Dengan didukung oleh sistem pendidikan yang tidak hanya memberikan dukungan yang melihat keseluruhan orang tersebut, bukan hanya kesehatan mentalnya, diharapkan generasi muda Indonesia dapat tumbuh menjadi pemimpin yang berintegritas dan memiliki empati tinggi terhadap sesama.

Pendidikan yang mengintegrasikan nilai-nilai lokal bukan hanya sekadar upaya melestarikan budaya, tetapi juga menjadi strategi dalam membentuk karakter bangsa yang kuat dan berdaya saing. Dengan mengedepankan nilai seperti gotong royong, kejujuran, dan integritas, pendidikan di Indonesia dapat mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki moralitas tinggi dan kepedulian sosial. Semangat “Dari Indonesia untuk Dunia” harus diwujudkan dengan membangun sistem pendidikan yang berakar pada kearifan lokal, sekaligus mampu beradaptasi dengan tantangan global. Dengan demikian, pendidikan berkualitas yang berlandaskan nilai-nilai luhur bangsa akan melahirkan pemimpin masa depan yang berintegritas, berempati, dan siap memberikan kontribusi positif bagi Indonesia serta dunia.

Referensi:

https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/berita/indeks-karakter-siswa-menurun-refleksi-pembelajaran-masa-pandemi

https://www.suara.com/news/2024/04/30/181045/indeks-integritas-pendidikan-masih-rendah-berada-di-level-2-dengan-skor-737

Yustinus Suhardi Ruman