Hukum yang Tumpul di Atas Kertas: Realita Penegakan Hukum Indonesia

Oleh: Amelia Angeline Dina Tanius | 2702363683 | PPTI 18 2702363683

Negara hukum adalah negara yang menjadikan hukum yang berlaku sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam Undang-Undang Dasar Pasal 1 ayat (3), ditegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum, yang berarti segala hal yang ada dan yang terjadi dalam negara harus berdasarkan pada prinsip hukum. Konsep negara hukum tersebut menyatakan “Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum, tidak berdasar atas kekuasaan”. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara kesatuan menjadikan hukum sebagai landasan dasar dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai negara hukum, prinsip hukum tentunya harus ditegakkan untuk mewujudkan tujuan Indonesia sebagai negara yang merdeka, seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat. Namun, apakah penegakan hukum di Indonesia sudah merealisasikan tujuan tersebut?

Meskipun Indonesia merupakan negara hukum yang menjadikan UUD 1945 sebagai hukum tertinggi, pada realitanya, penegakan hukum di Indonesia masih sangat lemah. Hal ini dapat terlihat dari survei periodik Kompas yang menunjukkan penurunan kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah di bidang penegakan hukum dari 58,3% pada Desember 2023 menjadi 57,4% pada Juni 2024. Pandangan dan persepsi buruk mulai muncul di tengah masyarakat akibat gagalnya pelaksanaan hukum, seperti “hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah” dan “hukum dapat dibeli”. Hal-hal tersebut secara tersirat menjelaskan bahwa hukum itu hanya tulisan di atas kertas tanpa ada implementasi nyata, serta hukum itu memiliki kecenderungan diskriminatif yang hanya menghukum rakyat kecil dan cenderung melindungi orang-orang yang berkuasa.

Penegakan hukum Indonesia yang lemah sudah terjadi sejak era Orde Baru, yang kala itu terjadi banyak pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), korupsi dan nepotisme, intervensi politik dalam lembaga peradilan, serta dominasi dan penyalahgunaan kekuasaan, sehingga ketidakadilan hukum sudah menjadi hal yang awam saat ini. Ketidakadilan hukum tersebut terbukti dari salah satu kasus yang pernah terjadi di Indonesia, tepatnya di Malang pada tahun 2019, yaitu ketika seorang remaja divonis satu tahun pembinaan di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) karena membela diri dari begal yang bermaksud merampas motor dan ponselnya, serta berniat melakukan tindakan kriminal lainnya. Awalnya, remaja tersebut didakwa dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan terancam dengan hukuman seumur hidup. Putusan dakwaan tersebut tentu memunculkan ketidakpuasan masyarakat terhadap penegakan hukum yang berlaku. Keputusan yang tidak adil, semena-mena, dan tidak konsisten itu menunjukkan bahwa kualitas penegak hukum di Indonesia masih sangat buruk.

Dari berbagai kasus yang terjadi di Indonesia, tidak sedikit di antaranya berakhir dengan ketidakadilan. Banyak keputusan hukum yang merugikan korban dan melindungi pelaku. Sistem peradilan yang tidak tegas dan masih dipengaruhi oleh kepentingan pihak tertentu membuat masalah ini terus terulang, sehingga rakyat kehilangan haknya untuk mendapatkan perlindungan dan kesejahteraan. Kegagalan penegakan hukum ini membuat negara gagal melindungi rakyatnya, gagal membangun dan meratakan kesejahteraan, serta terus kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum. Artinya, dalam hal realisasi hukum, Indonesia masih bertentangan dengan tujuan nasionalnya dan tidak sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) nomor 16 tentang “Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh”.

SDGs 16 menekankan pengurangan kekerasan, perlindungan anak, penegakan hukum, pemberantasan korupsi, penguatan institusi, dan jaminan akses keadilan serta informasi, sebagai target utamanya dalam memajukan pembangunan dan keadilan sosial. Indonesia memiliki dua target tambahan, yaitu memperkuat lembaga nasional dan menegakkan kebijakan yang tidak diskriminatif. Melalui target tersebut, Indonesia dapat berkontribusi dalam mewujudkan tujuan global dengan lebih fokus pada isu-isu relevan yang terjadi di dalam negara. Namun, lemahnya penegakan hukum menunjukkan bahwa Indonesia masih belum sepenuhnya merealisasikan komitmen global untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam aspek keadilan.

Oleh karena itu, reformasi hukum secara menyeluruh diperlukan untuk meningkatkan kualitas penegakan hukum di Indonesia. Reformasi institusi penegak hukum dapat memperkuat independensi aparat penegak hukum sehingga bebas dari intervensi politik dan proses hukum menjadi lebih transparan. Reformasi sistem peradilan juga diperlukan untuk menyusun kembali Undang-Undang yang bersifat multitafsir agar tidak terjadi kesalahan penafsiran dan tidak disalahgunakan, serta untuk memastikan bahwa hukum dapat dijalankan secara efisien dan efektif. Selain itu, pemberantasan korupsi dan peningkatan profesionalisme aparat penegak hukum juga harus menjadi prioritas untuk mewujudkan integritas dalam pelaksanaan hukum. Kesadaran hukum masyarakat juga berperan besar dalam merealisasikan penegakan hukum yang tegas dan adil, maka masyarakat harus memperoleh edukasi terkait hukum, terlibat aktif dalam pengawasan hukum, serta memperkuat peran media dalam mendorong transparansi hukum. Dengan keinginan yang kuat, kesadaran yang tinggi, dan konsistensi dari berbagai pihak, baik masyarakat maupun aparat penegak hukum, Indonesia dapat mewujudkan cita-cita negara, sekaligus mendukung pembangunan berkelanjutan secara global.

Hingga saat ini, terdapat beberapa upaya yang sudah dilakukan untuk mengatasi persoalan lemahnya penegakan hukum. Revisi KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) dan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) sudah mulai dilakukan untuk menyesuaikan hukum dengan perkembangan zaman, serta mencegah penafsiran bebas oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Selain itu, adanya pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga lainnya yang mengawasi pelaksanaan hukum, serta pelatihan pada aparat penegak hukum dapat meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat. Kesadaran hukum masyarakat yang semakin meningkat memungkinkan masyarakat menjadi lebih kritis dan terlibat aktif dalam pelaksanaan hukum. Upaya-upaya tersebut menjadi langkah awal dari keberhasilan pelaksanaan hukum Indonesia yang sejalan dengan tujuan dan cita-cita nasional, serta tujuan global.

Sumber dan Referensi:

Argawati, U. (2021). Wakil Ketua MK: Indonesia, Negara Hukum Berdasar UUD 1945. Diakses            pada              4                                 Februari              2025,             dari https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=17756&menu=2

Wahyuni, W. (2022). Prinsip Negara Hukum yang Diterapkan di Indonesia. Diakses pada 4 Februari 2025, dari https://www.hukumonline.com/berita/a/prinsip-negara-hukum-yang- diterapkan-di-indonesia-lt63449d84e25e4/

Laksono, S. B. (2023). Lemahnya Penegakan Hukum di Indonesia. Diakses pada 4 Februari 2025, dari https://kumparan.com/stephanus-bayu/lemahnya-penegakan-hukum-di-indonesia- 21R8Iu3dnKX/full

Tim Publikasi Hukumonline. (2024). Urgensi Penegakan Hukum di Indonesia, dari Orde Baru hingga Masa             Kini.        Diakses                    pada          4               Februari        2025,       dari https://www.hukumonline.com/berita/a/urgensi-penegakan-hukum-di-indonesia–dari-orde- baru-hingga-masa-kini-lt66c6a5f308bac/?page=all

Harruma, I. & Nailufar, N. N. (2022). Kasus-Kasus Ketidakadilan di Indonesia. Diakses pada 4 Februari 2025, dari https://nasional.kompas.com/read/2022/03/24/01300001/kasus-kasus- ketidakadilan-di-indonesia?page=all

Puji, S. (2020). Fakta Lengkap Pelajar Bunuh Begal, karena Membela Diri hingga Terancam Hukuman              Seumur   Hidup.                       Diakses       pada           4                  Februari  2025,                       dari https://regional.kompas.com/read/2020/01/17/15010041/fakta-lengkap-pelajar-bunuh-begal- karena-membela-diri-hingga-terancam?page=all

Yosan, B. R. (2024), Pelaksanaan Hukum di Indonesia: Tumpul ke Atas dan Tajam ke Bawah. Diakses    pada              4                                 Februari              2025,             dari https://www.kompasiana.com/bonaventurarickyyosanan089161/6644bc1cc57afb6f8b65e134/ pelaksanaan-hukum-di-indonesia-tumpul-ke-atas-dan-tajam-ke- bawah?page=2&page_images=1

Kementerian Keuangan DJKN. (2011). Peraturan Perundang-undangan Tidak Boleh Menimbulkan              Multitafsir.                              Diakses             pada             13            Februari                              2025,                 dari https://www.djkn.kemenkeu.go.id/berita/baca/1236/Peraturan-Perundang-undangan-Tidak- Boleh-Menimbulkan-Multi-Tafsir.html

Wikipedia. (2023). Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 16. Diakses pada 13 Februari 2025, dari https://id.wikipedia.org/wiki/Tujuan_Pembangunan_Berkelanjutan_16

Sakti, R. E. (2024). Survei “Kompas”: Kinerja Penegakan Hukum Pemerintahan Jokowi Stagnan  (9).             Diakses   pada                        13             Februari          2025,          dari https://www.kompas.id/baca/riset/2024/06/20/survei-kompas-kinerja-penegakan-hukum- pemerintahan-jokowi-stagnan-9?open_from=Tagar_Page

Yustinus Suhardi Ruman