Ekosistem Darat dan Perubahan Iklim: Dampak, Fakta, dan Perjuangan Alam Bertahan Hidup

Oleh: Victoria Simanjaya| 2702364364 |PPTI 18

Ekosistem darat adalah rumah bagi berbagai makhluk hidup, mulai dari hutan tropis yang rimbun hingga padang rumput yang luas. Bumi bernapas lewat ekosistem yang terus bekerja, seperti gemerisik dedaunan, hembusan angin pegunungan, dan aliran sungai yang tak henti hingga laut. Namun, ekosistem ini semakin terancam oleh perubahan iklim yang mempercepat kerusakan lingkungan. Bumi sedang sakit, terluka oleh ulah manusia yang lupa cara mencintai alam, meski mereka tetap menumpang di bumi ini. Kini, perubahan iklim menjadi tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia. Dampaknya meluas ke segala aspek kehidupan, terutama ekosistem darat seperti hutan yang menjadi paru-paru dunia, lahan subur yang menopang kebutuhan pangan, dan satwa liar yang menjaga keseimbangan alam. Semua itu kini terancam oleh krisis iklim yang terus memburuk.

Ekosistem darat mencakup berbagai jenis lingkungan, seperti hutan tropis yang menyumbang sekitar 20% oksigen dunia, padang rumput yang menjadi habitat bagi herbivora besar seperti zebra dan bison, gurun yang dihuni flora dan fauna unik, hingga tundra ekstrem tempat rusa kutub hidup. Setiap ekosistem memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas iklim global. Sayangnya, peran ini kini terancam oleh dampak dari perubahan iklim. Peningkatan suhu global menyebabkan perubahan pola cuaca ekstrem seperti kekeringan berkepanjangan, banjir besar, hingga kebakaran hutan yang semakin sering terjadi. Data dari Global Forest Watch menunjukkan bahwa dunia kehilangan sekitar 10 juta hektare hutan setiap tahun. Hutan tropis, yang dulu menjadi benteng kehidupan, kini menghadapi tekanan besar akibat deforestasi dan kebakaran, terutama di wilayah Amazon, Afrika Tengah, dan Asia Tenggara.

Perubahan iklim terjadi akibat meningkatnya emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO₂), yang menyebabkan suhu bumi meningkat sekitar 1,1°C sejak era Revolusi Industri. Meski terlihat kecil, kenaikan suhu ini membawa dampak besar bagi ekosistem darat. Kekeringan parah menghancurkan jutaan hektare hutan Amazon setiap tahunnya, yang berfungsi sebagai paru-paru dunia. Di wilayah Afrika Sub-Sahara, penurunan produktivitas pertanian akibat kekeringan bisa mencapai 20%. Curah hujan yang tidak menentu juga memicu banjir di beberapa wilayah, sementara daerah lain menderita kekeringan berkepanjangan. Perubahan pola curah hujan ini menyebabkan padang rumput berubah menjadi gurun, mengancam kehidupan hewan dan tumbuhan yang bergantung pada ekosistem tersebut.

Lebih dari itu, perubahan iklim juga mengancam kehidupan masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam. Petani kecil di pedesaan menghadapi tanah yang retak akibat kekeringan, sementara gagal panen menjadi ancaman nyata. Menurut laporan World Resources Institute, lebih dari 25% lahan subur di dunia telah terdegradasi, menyebabkan kerugian besar bagi ketahanan pangan global. Di sisi lain, krisis air bersih kini meluas, dengan lebih dari 2,3 miliar orang hidup di daerah yang kekurangan air, memperparah konflik dan krisis kemanusiaan.

Kepunahan spesies juga menjadi ancaman serius bagi ekosistem darat. Laporan PBB pada 2019 memperkirakan sekitar 1 juta spesies terancam punah dalam beberapa dekade mendatang. Setiap pohon yang hilang bukan sekadar bagian dari lanskap yang berubah, tetapi juga hilangnya rumah bagi jutaan spesies. IUCN Red List mencatat lebih dari 38.500 spesies di seluruh dunia dalam kategori terancam, sebagian besar karena kehilangan habitat. Kehilangan satu spesies dapat merusak rantai ekologi yang kompleks, menciptakan dampak berantai yang sulit diperbaiki. Beruang kutub yang hidup di ekosistem tundra semakin kesulitan menemukan makanan karena lapisan es mencair lebih cepat. Selain itu, kebakaran hutan besar seperti yang terjadi di Australia pada 2019– 2020 menghancurkan lebih dari 18 juta hektare lahan dan menyebabkan kematian sekitar 3 miliar hewan liar. Kebakaran ini juga mempercepat pemanasan global dengan melepaskan jutaan ton karbon ke atmosfer.

Fakta-fakta terkini menunjukkan kondisi yang semakin mengkhawatirkan. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mencatat bahwa 2021 adalah salah satu dari tujuh tahun terpanas dalam sejarah. Permukaan laut naik sekitar 3,7 mm per tahun, memperluas wilayah pesisir dan mengancam ekosistem pantai. Laju deforestasi global mencapai 10 juta hektare per tahun antara 2015–2020, dan lapisan es di Arktik menyusut sekitar 13% per dekade sejak 1979. Data-data ini menunjukkan bahwa perubahan iklim bukanlah ancaman yang bisa diabaikan.

Namun, masih ada harapan untuk menyelamatkan ekosistem darat. Beberapa langkah yang bisa diambil adalah mengurangi emisi karbon dengan beralih ke energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin, serta meningkatkan efisiensi energi di berbagai sektor. Reboisasi dan program konservasi, seperti The Great Green Wall di Afrika, membantu mengurangi erosi tanah dan memulihkan ekosistem yang rusak. Edukasi dan kampanye untuk meningkatkan kesadaran publik juga menjadi kunci penting dalam perjuangan melawan perubahan iklim.

Perubahan iklim adalah tantangan besar, tetapi bukan berarti tidak bisa diatasi. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan individu sangat diperlukan untuk menghadapi ancaman ini. Semua penghuni bumi harus berdiri bersama sebagai penjaga bumi. Bukan hanya untuk menyelamatkan hutan, satwa liar, dan ekosistem, tetapi juga untuk menjaga harapan dan masa depan kehidupan di darat. Perubahan mungkin tidak terjadi seketika, tetapi setiap langkah kecil adalah pondasi bagi dunia yang lebih baik. Karena bumi bukanlah warisan nenek moyang, melainkan titipan bagi generasi yang akan datang. Dengan langkah yang tepat, kita masih memiliki kesempatan untuk melindungi ekosistem darat dan menjaga bumi tetap menjadi tempat yang layak huni bagi generasi mendatang.

Referensi

  1. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). (2021). Sixth Assessment Report: Climate Change 2021. Retrieved from https://www.ipcc.ch
  2. World Meteorological Organization (WMO). (2021). State of the Global Climate 2021. Retrieved from https://public.wmo.int
  3. Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). (2020). Global Forest Resources Assessment 2020. Retrieved from https://www.fao.org
  4. United Nations Environment Programme (UNEP). (2019). Global Assessment Report on Biodiversity and Ecosystem Services. Retrieved from https://www.unep.org
  5. NASA Earth (2022). Global Climate Change: Evidence and Causes. Retrieved from https://climate.nasa.gov
  6. WWF (World Wildlife Fund). (2020). Living Planet Report 2020. Retrieved from https://www.worldwildlife.org
Yustinus Suhardi Ruman