Program Makan Siang Gratis di Indonesia: Solusi Atau Beban?

Oleh: Calvin Sentosa – PPTI 19 – NIM: 2702364212

Program makan siang gratis telah menjadi kebijakan yang diterapkan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri, program ini diberi nama Program Makan Bergizi Gratis (MBG). MBG mulai dijalankan sejak era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, tepatnya sejak Januari 2025. Program unggulan pasangan Prabowo-Gibran ini ditujukan untuk peserta didik atau pelajar dari PAUD hingga SMA, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Program ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa angka stunting di Indonesia mencapai 21,6% (SSGI, 2022) yang berimbas juga pada kurangnya konsentrasi dan menurunnya prestasi akademik pelajar di Indonesia. Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi dalam jangka panjang. Menjawab permasalah tersebut, dibuatlah program ini yang bertujuan untuk mengatasi masalah gizi buruk, mengurangi angka stunting, serta meningkatkan prestasi belajar bagi siswa. Meski terlihat bermanfaat, program ini tetap menimbulkan pro dan kontra terkait efektivitas serta beban anggaran yang ditimbulkan.

Ditinjau dari tujannya, Program Makan Bergizi Gratis mendukung beberapa tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), terutama Tujuan 2 (Mengakhiri Kelaparan) dan Tujuan 4 (Pendidikan Berkualitas). Dengan memastikan anak-anak mendapatkan asupan gizi yang cukup, program ini berkontribusi pada peningkatan kesehatan dan prestasi akademik mereka. Selain itu, Tujuan 3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera) juga terkait, karena program ini mampu meningkatkan kesehatan anak-anak dengan memastikan mereka mendapatkan makanan yang sehat dan bergizi, sehingga dapat mencegah stunting dan malnutrisi. Tujuan ini sejalan dengan data dari UNICEF yang menunjukan bahwa sekitar 7 juta anak di Indonesia mengalami stunting akibat kurang gizi. Program ini dapat membantu mengurangi angka tersebut yang lebih lanjut dapat meningkatkan performa akademik siswa. Studi dari World Food Programme menunjukkan bahwa anak yang mendapatkan makanan bergizi lebih fokus dalam belajar dan memiliki daya ingat yang lebih baik. Terakhir, program ini juga mendukung Tujuan 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi) karena kerja sama dengan pemerintah dapat membuka peluang kerja bagi petani lokal, pemasok makanan, dan tenaga kerja di sektor kuliner atau katering sekolah. Dengan meningkatnya permintaan bahan pangan lokal, rantai pasok sektor pertanian dan peternakan juga ikut berkembang.

Meski mendukung beberapa poin SDGs, Program Makan Bergizi Gratis menghadapi berbagai tantangan dan resiko dalam penyelenggaraannya. Tantangan dan resiko tersebut meliputi beban anggaran, potensi penyalahgunaan, ketergantungan, dan tantangan logistik serta keamanan pangan. Dengan estimasi biaya mencapai $28 miliar, program ini menimbulkan kekhawatiran mengenai keberlanjutan fiskal dan potensi defisit anggaran. Beberapa pihak khawatir bahwa pendanaan program ini dapat membebani keuangan negara dan memengaruhi stabilitas ekonomi. Selain itu, program ini dapat disalahgunakan dengan cara dijadikan sarana untuk korupsi dalam pengadaan dan distribusi makanan. Lebih lanjut, muncul kekhawatiran bahwa program ini dapat mengurangi peran orang tua dalam memenuhi kebutuhan gizi anak mereka sehingga orang tua menjadi bergantung pada pemerintah dalam pemenuhan gizi anaknya. Terakhir, program ini menghadapi tantangan dalam hal kebersihan dan sanitasi, baik dari proses produksi maupun distribusi. Insiden keracunan makanan di Jawa Tengah dan Kalimantan Utara menunjukkan perlunya pengawasan ketat terhadap kualitas dan distribusi makanan. Sebanyak 40 siswa di Sukoharjo mengalami keracunan setelah mengonsumsi ayam yang disajikan dalam program ini.

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di era Presiden Prabowo Subianto merupakan inisiatif strategis yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak sekolah, ibu hamil, dan ibu menyusui guna mengatasi masalah stunting dan malnutrisi di Indonesia. Program ini juga diharapkan dapat mendukung prestasi belajar siswa dan memberdayakan sektor pertanian dan UMKM lokal. Meskipun menghadapi tantangan terkait beban anggaran, potensi penyalahgunaan, ketergantungan, dan tantangan logistik serta keamanan pangan, program ini tetap menjadi bagian dari upaya besar pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilannya akan sangat bergantung pada pengelolaan yang efektif, sinergi antar-lembaga, serta pengawasan yang ketat agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat luas.

Referensi:

“Analisis mengenai anggaran besar yang dialokasikan untuk program makan gratis di Indonesia”. Financial Times, https://www.ft.com

“Berita mengenai anggaran dan implementasi program makan bergizi gratis”. VOA Indonesia, https://www.voaindonesia.com

“Informasi resmi pemerintah mengenai program gizi nasional”. Indonesia.go.id, https://www.indonesia.go.id

“Laporan peluncuran program makan bergizi gratis untuk anak-anak dan ibu hamil di Indonesia”. AP News, https://apnews.com

“Laporan terkait dampak kebijakan makan bergizi terhadap pertumbuhan ekonomi dan peran militer dalam pelaksanaan program”. Reuters, https://www.reuters.com

Calvin Sentosa