Evaluasi Kebijakan Perlindungan Laut dan Implikasinya terhadap Ekosistem Laut yang Sehat

Oleh: Benedicta Bellarose Christe (2702364332 – PPTI 19)
Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17.000 pulau, memiliki wilayah laut yang sangat luas dan kaya akan keanekaragaman hayati. Laut Indonesia menjadi rumah bagi berbagai spesies terumbu karang, ikan, padang lamun, dan hutan mangrove, yang tidak hanya mendukung ekosistem laut yang sehat, tetapi juga menjadi pilar penting bagi sektor perikanan, pariwisata, dan kehidupan masyarakat pesisir. Namun, dengan meningkatnya tekanan dari aktivitas manusia, seperti overfishing, polusi plastik, dan perubahan iklim, menjaga kelestarian ekosistem laut Indonesia menjadi semakin sulit. Oleh karena itu, kebijakan perlindungan laut menjadi sangat penting dalam upaya menjaga keberlanjutan dan kesehatan ekosistem laut.
Salah satu kebijakan utama yang diterapkan Indonesia dalam upaya melindungi ekosistem laut adalah pembentukan kawasan konservasi laut atau marine protected areas (MPAs). Indonesia telah memiliki lebih dari 200 kawasan konservasi laut yang tersebar di seluruh wilayah, seperti Taman Nasional Laut Bunaken di Sulawesi Utara, Taman Nasional Laut Komodo di Nusa Tenggara Timur, dan Taman Nasional Wakatobi di Sulawesi Tenggara. MPAs bertujuan untuk melindungi ekosistem laut dari eksploitasi berlebihan, polusi, dan kegiatan manusia yang merusak. Penelitian menunjukkan bahwa keberadaan kawasan konservasi laut yang dikelola dengan baik dapat membantu pemulihan populasi spesies laut yang terancam punah, meningkatkan keberagaman hayati, dan memperbaiki kualitas ekosistem. Di Taman Nasional Laut Komodo, misalnya, dilakukan pemantauan dan pengelolaan terumbu karang, yang hasilnya menunjukkan peningkatan populasi ikan dan kesehatan terumbu karang.
Namun, meskipun Indonesia telah memiliki lebih dari 200 kawasan konservasi laut, efektivitas kebijakan ini masih menghadapi banyak tantangan. Salah satu tantangan utama adalah lemahnya penegakan hukum. Aktivitas illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing atau penangkapan ikan ilegal masih terjadi di banyak kawasan laut Indonesia. Praktik penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan potasium menyebabkan kerusakan serius pada terumbu karang dan menurunnya populasi ikan. Meskipun pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah berupaya memperketat pengawasan, masih banyak daerah yang kurang mendapat perhatian serius. Penegakan hukum yang lemah menyebabkan kebijakan perlindungan laut tidak efektif dan sulit mengatasi kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas ilegal tersebut.
Selain itu, Indonesia juga menghadapi masalah besar terkait polusi laut, terutama sampah plastik. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu penyumbang sampah plastik terbesar di dunia yang berakhir di lautan. Polusi plastik menyebabkan kerusakan pada habitat laut, membahayakan spesies laut, dan mengganggu ekosistem. Pemerintah Indonesia telah mencoba berbagai kebijakan untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, seperti pelarangan kantong plastik di beberapa kota besar dan program pengurangan sampah plastik di Bali. Namun, implementasi kebijakan ini masih terbatas di beberapa daerah saja, dan masyarakat belum sepenuhnya sadar akan dampak buruk sampah plastik terhadap ekosistem laut. Untuk itu, dibutuhkan upaya yang lebih besar dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dan memperkuat kebijakan pengelolaan sampah yang lebih terintegrasi di seluruh Indonesia.
Selain itu, kebijakan perikanan berkelanjutan juga menjadi bagian penting dari upaya perlindungan laut. Indonesia telah menerapkan kebijakan pembatasan alat tangkap ikan yang merusak, penetapan kuota tangkapan ikan, dan pengelolaan perikanan berbasis zonasi. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi overfishing dan memastikan pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan. Namun, tantangan yang dihadapi dalam implementasi kebijakan ini adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan ekonomi sektor perikanan dan upaya pelestarian sumber daya laut. Selain itu, kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah dan peran serta masyarakat pesisir juga menghambat keberhasilan kebijakan perikanan berkelanjutan.
Secara keseluruhan, meskipun Indonesia telah menerapkan berbagai kebijakan perlindungan laut, tantangan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut masih sangat besar. Penegakan hukum yang lebih tegas, pengawasan yang lebih ketat, serta peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga ekosistem laut diperlukan untuk memastikan kebijakan ini berjalan efektif. Diperlukan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, sektor swasta, serta lembaga internasional untuk menjaga ekosistem laut Indonesia agar tetap sehat dan berkelanjutan di masa depan.
Referensi
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. (2020). Laporan Tahunan Kementerian Kelautan dan Perikanan 2020. Jakarta: KKP.
https://kkp.go.id/download-pdf-akuntabilitas-kinerja/akuntabilitas-kinerja-pelaporan-kin erja-laporan-kinerja-kkp-2020.pdf
Jambeck, J. R., et al. (2015). Plastic Waste Inputs from Land into the Ocean. Science, 347(6223), 768-771.
https://jambeck.engr.uga.edu/wp-content/uploads/2022/02/science.1260352-Jambeck-et- al-2015.pd
McCauley, D. J., et al. (2015). Marine Defaunation: Animal Loss in the Global Ocean. Science, 347(6219), 1255641. https://www.science.org/doi/10.1126/science.1255641