Keterlibatan Orangtua dalam Pendidikan: Komunikasi antara Orangtua dan Anak

Oleh: Kartika Yulianti, Ph.D
Saya terinspirasi untuk meneliti keterlibatan orangtua dalam pendidikan untuk disertasi saya dari orangtua saya sendiri. Orangtua saya sangat terlibat dalam pendidikan saya. Sejak saya SD sampai SMA, mereka berbagi peran dalam mendampingi saya mengerjakan PR. Untuk mata pelajaran matematika dan IPA, itu urusan ayah saya. Untuk mata pelajaran kesenian itu bagian ibu saya yang sangat berbakat melukis, menjahit dan menari (juga memasak). Namun, keterlibatan orangtua dalam pendidikan saya tidak melulu tentang mendampingi saya belajar untuk mengerjakan PR, menyiapkan diri untuk ulangan dan ujian, tetapi juga di dalam dialog-dialog dengan saya. Misalnya ketika saya sedang malas belajar, ketika saya sedang tidak percaya diri untuk mengikuti lomba membaca puisi dan mengikuti pentas tari dan juga ketika saya….malas sholat.
Dengan komunikasi yang dibangun oleh orangtua saya, maka ketika saya sedang kehilangan motivasi dalam belajar, saya bisa punya motivasi kembali. Ketika saya sedang tidak percaya diri, orangtua saya pun ada untuk meyakinkan saya. Pernah pada saat lolos final pada lomba baca puisi di tingkat SD seprovinsi DKI Jakarta dalam rangka memperingati hari Kemerdekaan, saya tampil apa adanya, tidak seperti peserta lain yang zaman dulu pun sudah cosplay sebagai tentara dan pahlawan nasional. Saya ingin pulang saja waktu itu, tetapi ibu dan ayah saya meyakinkan bahwa anak mereka ini punya bakat, jadi tidak perlu kostum penunjang pun membaca puisinya sudah sangat menjiwai. Lantas kepercayaan diri dan semangat saya bangkit kembali. Meskipun saya tidak menjadi pemenang, tetapi saya sudah berhasil melalui prosesnya sampai akhir alias tidak menyerah begitu saja.
Mengenai sholat, masih melekat dalam ingatan saya yang menurut teman-teman baik saya seperti ingatan gajah bagaimana ayah membangun dialog-dialog dengan saya termasuk menjawab pertanyaan-pertanyaan saya tentang hidup dan sholat.
Ayah saya sangat disiplin dalam apapun termasuk dalam melaksanakan sholat 5 waktu dan almarhum juga setiap hari sholat tahajud. Ayah juga mendisiplinkan anak-anaknya dalam urusan sholat sejak kami kecil. Tetapi, hanya saya dari keempat anaknya yang sering menjawab “nanti”.
Sewaktu masih di sekolah dasar, saya bertanya kepada ayah saya kenapa Tuhan menciptakan kehidupan. Untuk apa Tuhan menciptakan manusia dan kehidupan.
Saya juga bertanya kepada ayah kenapa kita harus sholat. Kalau saya tidak sholat, apa yang akan terjadi pada Tuhan, tidak kenapa-kenapa kan? Katanya Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang, apakah kalau saya tidak sholat, Tuhan akan mengurangi kasih sayangnya kepada saya? Dan kenapa ayah tidak pernah berhenti untuk mengajak saya sholat?
Ayah saya yang pernah kuliah di Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta menjawab:
“Anakku, my shining star born in July, ayah bukan ahli agama, tetapi ayah akan menjawab pertanyaanmu, kamu yang rasional dan sering terlalu rasional ini. Ayah punya kewajiban untuk mendidik anak-anak ayah dan di antaranya urusan sholat. Allah tidak membutuhkan sholat kita, kita yang butuh untuk sholat dan berdoa. Nak, di kehidupan kita ini, jalan yang kita lalui tidak selamanya mulus, tidak selamanya naik. Tapi akan ada jalan terjal, jalan berliku dan jalan menurun yang tidak selalu mudah untuk dilalui. Selama ayah dan ibu masih hidup, tentu kami akan meraih tanganmu ketika kamu jatuh. Tetapi, ketika ayah dan ibumu sudah tidak bersamamu lagi di dunia ini, siapa tempat kamu bersandar? Ayah ingin kamu ingat pesan ayah ini baik-baik. Kelak kamu dewasa dan orangtuamu ini sudah tiada, jadikan sholat dan berdoa sebagai pegangan hidupmu demi keselamatanmu sendiri di dunia dan akhirat.”
Sampai sekarang saya belum pernah menjadi orang yang relijius dan taat beribadah. Tetapi, at my lowest point, pesan ayah saya terngiang-ngiang di telinga saya, memanggil-manggil untuk saya menggelar sajadah dan sujud memohon pertolonganNya. Ternyata, pesan dan nasihat ayah saya (dan juga ibu saya) itu menjadi pondasi kokoh untuk saya dalam menjalani kehidupan ini.
I love you sekebon, ayah. Saranghae, ibu.