Penegakan Hukum di Indonesia
Oleh: Nikodemus Thomas Martoredjo
Berita mengenai putusan praperadilan yang membebaskan Pegi Setiawan dari status tersangka dalam kasus penganiayaan dan pembunuhan menunjukkan bagaimana sistem hukum di Indonesia bekerja dalam mengawasi tindakan para aparat penegak hukum. Praperadilan sebagai mekanisme hukum acara pidana memberikan kesempatan bagi tersangka untuk menguji legalitas penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh pihak berwenang. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 angka 10 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur bahwa praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutuskan sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan terhadap seseorang (kompas.com).
Terkait dengan keputusan ini, putusan praperadilan yang membebaskan Pegi Setiawan tentu dapat menimbulkan pertanyaan terkait dengan keadilan sosial, khususnya bagi keluarga korban. Ada potensi munculnya ketidakpuasan dari pihak korban jika mereka merasa bahwa keputusan praperadilan lebih mengutamakan hak-hak tersangka daripada keadilan bagi korban. Namun, penting untuk dipahami bahwa praperadilan hanya memutuskan aspek formal atau prosedural dari kasus, bukan materi atau substansi dari tuduhan itu sendiri.
Karena itu penegakan hukum yang adil harus tetap mempertimbangkan keseimbangan antara hak-hak tersangka dan juga hak-hak korban. Dalam konteks praperadilan ini, meskipun tujuannya adalah untuk mencegah kesewenang-wenangan dari para aparat penegak hukum, hasil putusan ini harus dikomunikasikan kepada masyarakat, terutama kepada pihak korban, untuk menjelaskan bahwa pembebasan tersangka bukan berarti bahwa ia benar-benar bebas dari tuduhan, tetapi lebih kepada aspek prosedural yang harus dipatuhi dalam proses hukum.
Di sini praperadilan berfungsi sebagai pengawasan horizontal atas tindakan upaya penangkapan terhadap tersangka, yang pada dasarnya merupakan upaya untuk memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan undang-undang yang berlaku. Hal ini adalah langkah penting dalam memastikan integritas dan transparansi proses penegakan hukum di Indonesia agar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Namun, ini juga menyoroti perlunya proses hukum yang lebih transparan dan akuntabel sehingga semua pihak yang terlibat dapat memahami dan menerima keputusan yang diambil.
Dari peristiwa ini kita dapat pelajaran bahwa pentingnya menjaga keseimbangan antara perlindungan hak-hak individu tersangka dan hak-hak korban dalam sistem peradilan pidana. Praperadilan adalah mekanisme penting untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum, namun harus diimbangi dengan upaya untuk memastikan keadilan bagi korban. Transparansi, akuntabilitas, dan komunikasi yang baik adalah kunci untuk mencapai keadilan sosial yang sejati dalam penegakan hukum di Indonesia. Dengan demikian kita dapat mengharapkan terwujudnya rasa keadilan bagi semua pihak.