Pemulihan Aset-Aset Hasil Korupsi

Oleh: Alfensius Alwino, S.Fil., M.Hum

Pemulihan asset-aset hasil tindak pidana kejahatan seperti korupsi, pencucian uang disebut dengan istilah Asset Recovery. Asset Recovery merupakan proses hukum yang bertujuan untuk mengidentifikasi, melacak, menyita, dan mengembalikan aset yang diperoleh secara ilegal, terutama dalam kasus korupsi, pencucian uang, dan kejahatan finansial lainnya. Pemulihan aset adalah langkah penting dalam upaya pemberantasan korupsi dan memastikan bahwa keuntungan yang diperoleh dari kegiatan ilegal tidak dapat dinikmati oleh pelaku kejahatan.

Dasar hukum pemulihan aset (asset recovery) dalam konteks nasional dan internasional terdiri dari berbagai undang-undang, peraturan, dan konvensi yang mendukung proses identifikasi, pelacakan, penyitaan, dan pengembalian aset yang diperoleh secara ilegal. Di tingkat nasional, terdapat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001). Undang-undang ini mengatur tentang tindak pidana korupsi dan mencakup mekanisme penyitaan aset yang diperoleh dari tindak pidana tersebut. Selain itu ada UU No. 8 Tahun 2010 tentang  Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Undang-undang ini mengatur langkah-langkah untuk pencegahan dan pemberantasan pencucian uang, termasuk pelacakan dan penyitaan aset yang berasal dari kejahatan. Lalu Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Undang-undang ini menyediakan wewenang bagi kejaksaan dalam melakukan penuntutan dan eksekusi putusan pengadilan, termasuk penyitaan dan pengelolaan aset yang terkait dengan tindak pidana. Di Tingkat internasional terdapat Konvensi PBB Melawan Korupsi (United Nations Convention Against Corruption, UNCAC). Artikel 51-59 UNCAC memberikan kerangka kerja bagi negara-negara anggota untuk bekerja sama dalam pemulihan aset yang diperoleh dari korupsi. Konvensi ini mengharuskan negara-negara untuk melakukan tindakan preventif dan penegakan hukum yang efektif terhadap pencucian uang dan pemulihan asset.

Dalam pelaksanaannya, Asset Recovery mengalami banyak tantangan. Kompleksitas hukum dan prosedur hukum yang berbeda di setiap negara dapat mempersulit proses pemulihan aset. Selain itu, kerja sama internasional kurang efektif. Tidak semua negara memiliki mekanisme yang efektif untuk kerja sama internasional dalam pemulihan aset. Seiring dengan berkembangannya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih, teknik penyembunyian aset pun semakin canggih. Pelaku kejahatan sering menggunakan teknik yang sangat canggih untuk menyembunyikan aset mereka, seperti perusahaan cangkang dan rekening bank di yurisdiksi dengan pengawasan yang lemah.

Kendati sulit, pemulihan aset (asset recovery) harus tetap dilakukan dengan alasan. (1) Pengembalian kerugian negara.  Aset yang diperoleh secara ilegal sering kali merugikan keuangan negara. Dengan melakukan pemulihan aset, negara dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kerugian yang dialami. Ini penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan anggaran negara. (2) untuk menegakkan keadilan. Pemulihan aset membantu mewujudkan keadilan dengan memastikan bahwa hasil kejahatan tidak dinikmati oleh pelaku. Hal ini penting untuk memberikan keadilan kepada korban kejahatan dan masyarakat luas. Keadilan dalam konteks ini diartikan secara distributive, yakni memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi miliknya. Pelaku kejahatan tidak memiliki ha katas asset-aset yang dia dapatkan dari kejahatan. Oleh sebab itu negara berkewajiban untuk mengambil Kembali asset-aset tersebut dan memberikannya kepada orang-orang berhak mendapatkannya. (3) Memperkuat sistem hukum. Proses pemulihan aset melibatkan kerjasama antara berbagai lembaga penegak hukum, baik di dalam negeri maupun internasional. Ini membantu memperkuat sistem hukum dan meningkatkan kemampuan penegak hukum dalam menangani kasus-kasus kejahatan keuangan. Kepastian hukum dapat tercipta melalui mekanisme asset recovery ini. (4) Meningkatkan kepercayaan publik. Dengan melakukan pemulihan aset, pemerintah dapat menunjukkan komitmen mereka dalam memerangi korupsi dan kejahatan keuangan. Hal ini dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga penegak hukum.

Asset recovery  merupakan bagian penting dari upaya global untuk memberantas korupsi dan kejahatan keuangan, serta untuk memastikan bahwa aset yang diperoleh secara ilegal dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat luas. Aset yang diperoleh secara ilegal sering kali terkonsentrasi pada segelintir individu atau kelompok tertentu, yang dapat memperburuk ketimpangan ekonomi. Dengan memulihkan aset tersebut dan mendistribusikannya kembali untuk kepentingan publik, ketimpangan ekonomi dapat dikurangi, kepastian hukum dapat ditegakkan, dan kepercayaan publik kepada pemerintah meningkat.

Daftar Pustaka:

Atmasasmita, Romli. 2014. Asset Recovery dan Mutual Assistance In Criminal Matters,       Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi Asas-asas Hukum Pidana dan Kriminologi            serta perkembangannya Dewasa Ini, Yogyakarta : Mahupiki dan FH Universitas       Gadjah Mada.

Danil, Elwi, 2016 Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, Jakarta: Rajawali Pers.

Djaja, Ermansjah, 2008, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta : Sinar Grafika.

Hamzah,Andi, 2006, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan   Internasional, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Yanuar, Purwaning M. 2007 Pengembalian Aset Hasil Korupsi:Berdasarkan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 Dalam Sistem Hukum Indonesia, Bandung : Alumni.

Yusuf, Muhammad.2013. Merampas Aset Koruptor, Jakarta : PT Kompas Media Nusantara.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Alfensius Alwino, S.Fil., M.Hum