Konflik Hukum dan Politik
Oleh: Alfensius Alwino, S.Fil., M.Hum
Pertanyaan yang hendak dipecahkan dalam tulisan ini adalah apakah hukum determinan (menentukan) atas politik atau politik determinan atas hukum?
Pertanyaan apakah hukum menentukan politik atau politik menentukan hukum telah menjadi topik perdebatan dalam bidang hukum dan politik selama bertahun-tahun. Pemahaman tentang hubungan antara hukum dan politik seringkali kompleks, dan dapat dipengaruhi oleh konteks sejarah, budaya, dan sistem politik dari suatu negara. Kadang-kadang Hukum Determinan terhadap Politik. Hukum memiliki kekuatan yang cukup besar untuk menentukan perilaku politik. Artinya, aturan hukum yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dapat membatasi atau mengarahkan tindakan politik. Dalam konteks ini, hukum bertindak sebagai instrumen yang mendorong perubahan sosial dan politik. Contoh dari pendekatan ini adalah sistem hukum yang kuat dan mandiri, di mana aturan hukum yang diberlakukan secara tegas mempengaruhi perilaku politik. Tapi juga bisa sebaliknya, yakni Politik Determinan terhadap Hukum. Politik memiliki pengaruh yang lebih besar dalam menentukan hukum. Dalam hal ini, keputusan politik, seperti kebijakan publik atau keputusan pengadilan yang dipengaruhi oleh pertimbangan politik, dapat membentuk atau mengubah hukum. Hal ini terutama terjadi dalam konteks di mana kekuasaan politik dominan atau dalam sistem politik yang lebih fleksibel dan terbuka terhadap pengaruh politik.
Dalam prakteknya, hubungan antara hukum dan politik seringkali lebih kompleks dan saling memengaruhi. Sebisa-bisanya, prinsip determinan itu diminimalisir. Harus dibangun hubungan ideal antara hukum dan politik. Hubungan yang ideal antara hukum dan politik akan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, supremasi hukum, dan pembagian kekuasaan yang seimbang antara lembaga-lembaga pemerintahan. Ada beberapa langkah dapat diambil untuk menghindari prinsip determinan. Pertama, Kemandirian lembaga hukum. Lembaga-lembaga hukum, seperti pengadilan, harus memiliki independensi yang cukup untuk menjalankan fungsi mereka tanpa campur tangan politik yang tidak semestinya. Kedua, Prinsip supremasi hukum harus dijunjung tinggi, yang berarti bahwa hukum harus menjadi landasan utama dalam pengambilan keputusan politik. Dalam sistem demokratis yang sehat, aturan hukum harus ditaati oleh semua pihak, termasuk pemerintah dan pemegang kekuasaan politik. Ketiga, Partisipasi publik dan akuntabilitas. Penting untuk memastikan bahwa proses pembuatan hukum dan kebijakan melibatkan partisipasi masyarakat dan transparansi yang memadai. Ini akan membantu mengurangi risiko politisasi yang berlebihan dalam pembentukan hukum dan kebijakan.
Daftar Pustaka:
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, 2006.
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Cetakan ke-2, Jakarta: PT.Rineka Citra, 2003.