Seri Khazanah Budaya Nusantara: Sekilas Aceh
Oleh: Rina Patriana Chairiyani
Aceh merupakan salah satu daerah dengan keistimewaan khusus di Indonesia berdasarkan UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan bagi Daerah Provinsi Istimewa Aceh. Penyelenggaraan keistimewaan Aceh meliputi penyelenggaraan kehidupan beragama, kehidupan adat, pendidikan dan peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah (ditjenpp.kemenkumham.go.id, 1999). Islam dalam hal ini menjadi agama yang mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat Aceh sejak dahulu kala. Syariat Islam telah berjalan sejak lama di tengah masyarakat Aceh. Ajaran Islam di bidang ibadah, perkawinan dan kewarisan telah dilaksanakan sejak lama, bahkan sejak masa kesultanan Aceh dahulu sehingga telah meresap dan menyatu dengan kehidupan sehari-hari masyarakat (Ibrahim, tt).
Menurut catatan sejarah, Aceh adalah tempat pertama masuknya agama Islam di Indonesia dan sebagai tempat timbulnya kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Peureulak dan Pasai. Kerajaan yang dibangun oleh Sultan Ali Mughayatsyah dengan ibukotanya di Bandar Aceh Darussalam (Banda Aceh sekarang) lambat laun bertambah luas wilayahnya yang meliputi sebagaian besar pantai Barat dan Timur Sumatra hingga ke Semenanjung Malaka. Kehadiran daerah ini semakin bertambah kokoh dengan terbentuknya Kesultanan Aceh yang mempersatukan seluruh kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di daerah itu. Kesultanan Aceh mencapai puncak kejayaannya pada permulaan abad ke-17, pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pada masa itu pengaruh agama dan kebudayaan Islam begitu besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh, sehingga daerah ini mendapat julukan “ Seuramo Mekkah” (Serambi Mekkah). Sayangnya keadaan ini tidak berlangsung lama, karena sepeninggal Sultan Iskandar Muda para penggantinya tidak mampu mempertahankan kebesaran kerajaan tersebut. Sehingga kedudukan daerah ini sebagai salah satu kerajaan besar di Asia Tenggara melemah. Hal ini menyebabkan wibawa kerajaan semakin merosot dan mulai mendapatkan intervensi dari Barat khususnya Inggris dan Belanda (acehprov.go.id, 2020).
Baik Inggris maupun Belanda pada masa lalu berusaha dengan gigih melakukan pendudukan atas Aceh. Hal tersebut ditandai dengan penandatangan Traktat London dan Traktat Sumatera antara keduanya. Kedua traktat tersebut mengatur kepentingan Inggris maupun Belanda atas Aceh. Ambisi bangsa Barat untuk menguasai wilayah Aceh menjadi kenyataan pada tanggal 26 Maret 1873, ketika Belanda menyatakan perang kepada Sultan Aceh. Perang yang dikenal dengan ‘Perang Sabi’ ini berlangsung selama 30 tahun dengan menelan jiwa yang cukup besar. 8 Februari 1904, Sultan Aceh terakhir, Twk. Muhd. Daud terpaksa untuk mengakui kedaulatan Belanda di tanah Aceh (Kompas, 2023). Dengan pengakuan kedaulatan tersebut, daerah Aceh secara resmi dimasukkan secara administratif ke dalam Hindia Timur Belanda (Nederlansch Oost-Indie) dalam bentuk propinsi yang sejak tahun 1937 berubah menjadi karesidenan hingga kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia berakhir. Namun, pemberontakan melawan penjajahan Belanda masih tetap berlangsung sampai ke pelosok- pelosok Aceh hingga akhir pendudukan Belanda di Aceh (acehprov.go.id,2020).
Referensi:
Acehprov.go.id.2020. Sejarah Provinsi Aceh. https://www.acehprov.go.id/halaman/sejarah-provinsi-aceh.
Kompas.com. 2023. Perang Aceh: Latar Belakang, Kronologi dan Akhir Pertempuran.: https://www.kompas.com/stori/read/2023/11/04/180000379/perang-aceh–latar-belakang-kronologi-dan-akhir-pertempuran?page=all.
Ditjenpp.kemnekumham.go.id. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999. https://web.archive.org/web/20201125200520/http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/ln/1999/pp44-1999.pdf
Ibrahim, A. tt. Sekilas Tentang Syariat Islam. https://dsi.acehtengahkab.go.id/halaman/sekilas-tentang-syariat-islam