Pengembangan Toleransi Melalui Pembinaan Sikap Inklusif
Oleh: Dr. Sukron Ma’mun, S.Ag., M.A
Sikap inklusif adalah suatu sikap seseorang dalam melihat cakrawala dunia tidak hanya mengandalkan pandangannya sendiri akan tetapi mau menerima dan menempatkan ke dalam cara berpikir orang lain atau kelompok lain. Orang yang inklusif tidak memaksakan sudut pandangnya sendiri dalam memahami masalah akan tetapi berusaha menggunakan sudut pandang orang lain atau kelompok lain. Kebalikan dari istilah ini adalah “ekslusif” dalam pengertian yang negatif, yakni mengeluarkan diri atau membedakan diri dari orang lain. Sikap ini cenderung tidak menerima cara pandang orang lain dan memaksakan cara pandangnya sendiri dalam masalah tertentu.
Orang yang inklusif memiliki keyakinan yang kuat terhadap kebenaran pemikiran dan sikapnya, namun pada saat yang sama ia mengakui bahwa kebenaran juga bisa terdapat pada pemikiran dan sikap orang lain. Orang yang inklusif tidak ingin memonopoli kebenaran dan ia selalu membuka diri pada orang lain. Hal ini sangat berbeda dengan orang yang ekslusif, yaitu orang yang cenderung memonopoli kebenaran, mengklaim kebenaran selalu berpihak padanya dan menutup diri/tidak menerima kebenaran dari orang lain. Orang yang ekslusif merasa bahwa sikap, pemikiran dan pandangannya yang paling benar sedangkan sikap, pandangan dan pemikiran orang lain salah dan keliru.
Sikap inklusif dalam beragama lebih dekat kepada pemahaman beragama yang moderat, karena sikap yang demikian lebih menekankan titik temu atau persamaan dengan pemeluk agama lain, bukan sebaliknya menjaga jarak atau mencari titik perbedaan dengan pemeluk agama lain. Sikap inklusif lebih menekankan persamaan bukan perbedaan dengan kelompok agama lain.
Sikap inklusif selalu berusaha melakukan reinterpretasi terhadap berbagai hal dengan cara yang bermacam-macam, sehingga hal-hal tersebut tidak hanya cocok tetapi juga dapat diterima dengan baik. Sikap inklusif juga akan membawa kepada persamaan dan membiarkan perbedaan-perbedaan karena telah dipahami bersama. Suatu kebenaran hampir tidak dapat diterima sebagai universal jika ia terlalu bersikeras mempertahankan isinya yang spesifik, karena penerapan isi selalu mengandaikan perlunya suatu bentuk yang khusus. Toleransi adalah sikap menerima akan adanya tataran-tataran yang berbeda. Sementara, suatu struktur formal dapat dengan mudah merangkul sistem-sistem pemikiran yang berbeda.
Sikap inklusif tidak hanya terbuka terhadap nilai-nilai agama saja, akan tetapi juga nilai-nilai adat-istiadat dalam masyarakat. Dalam sebuah masyarakat atau komunitas tertentu di mana semua orang tinggal bersama, selalu ada adat istiadat yang diakui dan diamalkan bersama. Antara agama dan adat bisa berjalan beriringan, saling berhubungan satu sama lain dan tidak saling menafikan. Selanjutnya, sikap inklusif ini tidak hanya berkaitan dengan penerimaan nilai-nilai atau kebenaran yang datangnya dari orang lain atau penganut agama lain. Akan tetapi, juga termasuk mau bergaul dengan orang lain, kelompok lain atau penganut agama lain. Maka sikap inklusif dalam beragama ini terkait dua hal, yakni inklusif dalam pemikiran dan inklusif dalam pergaulan.