Mewaspadai Formalisme Agama
Oleh: Dr. Sukron Ma’mun, S.Ag., M.A
Formalisme agama dimaknai dengan agama yang seragam serta selalu mementingkan simbol. formalisme agama adalah suatu bentuk penghayatan iman keagamaan yang hanya mementingkan aspek legal-formal dibandingkan dengan dimensi transfisik-substansial. Formalisme agama merupakan kelompok umat beragama yang menginginkan aturan, budaya dan tradisi agamanya diformalkan terutama dalam konteks bernegara. Penampilan fisik atau lahiriyah dalam mengekspresikan iman keagamaan lebih diutamakan dari pada penghayatan rohani atau bathin. Dalam praktek kesehariannya, para penganut formalisme agama menunjukan sikap dan perilaku religius yang dangkal dalam arti jauh dari substansi agama yang seharusnya. Sehingga formalisme agama sering kali mengantarkan seseorang pada fundamentalisme dan radikalisme agama.
Apabila formalisme agama diiarkan maka akan muncul beberapa dampak buruk dalam kehidupan beragama antara lain:
a) Munculnya kekerasan atas nama agama
Dalam merealisasikan tujuannya para penganut formalisme agama akan melakukan berbagai macam cara, baik cara-cara konstitutional maupun inkonstitusional. Berbagai macam kekerasan atas nama agama seperti : intimidasi, pemaksaan, ancaman, bahkan kekerasan fisik sangat mungkin terjadi ketika muncul kelompok formalisme agama. Mereka selalu berusaha untuk mempengaruhi masyarakat agar ide-ide dan aturan-aturan mereka dapat diterima dan menyingkirkan ide-ide dan aturan-aturan lainnya. Terlebih jika paham dan gerakan mereka sudah mendapat legitimasi dari pemegang kebijakan atau mereka sudah dapat mengambil alih kekuasaan politik, maka mereka pasti akan bertindak semena-mena tanpa memperdulikan lagi nilai-nilai pluralisme dan multikulturalisme. JIka sudah demikian maka tindakan-tindakan radikalisme atas nama agama kerap kali terjadi.
b) Kebebasan terbelenggu
Kebebasan merupakan salah satu hak mendasar yang dimiliki setiap orang tanpa terkecuali yang harus dijunjung tinggi oleh siapa pun sebagai pengakuan atas dasar persamaan dan kemuliaan harkat kemanusiaan. Sementara itu, formalisme agama menginginkan semua orang harus seragam dalam pemikiran, sikap bahkan tindakan. Semua orang harus setuju bahkan mengikuti aturan salah satu kelompok pengusung formalisme agama. Bahkan jika penganut formalisme agama sudah bermain mesra dengan pemegang kebijakan atau malah mampu merebut kekuasaan politik maka yang terjadi adalah mereka akan melakukan tindakan-tindakan pemaksaan, otoriter, bahkan radikal agar eksistensi agama mereka diakui dan menjadi dominan. Kalau sudah demikian maka tidak ada lagi kebebasan beragama, memeluk keyakinan dan menjalankan ibadah bagi pemeluk agama lain.
c) Runtuhnya toleransi beragama
Dalam masyarakat yang majemuk kesadaran untuk saling menghormati dan menghargai atas perbedaan menjadi pintu masuk bagi terwujudnya dialog dan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat. Kenyataan menunjukan bahwa formalisme agama dapat meruntuhkan semangat toleransi beragama. Hal ini terjadi karena jika formalisme agama tumbuh dan berkembang maka hilanglah sikap saling menghormati dan menghargai dalam konteks hubungan antar umat beragama yang majemuk. Terlebih dalam Negara Indonesia yang terdiri dari 6 agama yang diakui dan aliran-aliran kepercayaaan yang tumbuh berkembang di seluruh wilayah di Indonesia. Sehingga formalisme agama sangat bertentangan dengan semangat pluralisme agama dan menjadi ancaman bagi toleransi beragama. Sebaliknya formalisme agama menjadi peluang tumbuh suburnya sikap dan tindakan yang intoleran dan hal ini dapat memecah persatuan dan kesatuan bangsa.