Literatur dan Pengetahuan Moral
Oleh: Sitti Aaisyah
Studi literatur sangat dekat hubungannya dengan studi filsafat. Filsafat sebagai suatu struktur ilmu juga sebagai metode berpikir holistik dan kritis tidak bisa dipisahkan dari literatur sebagai objek utamanya. Filsafat berupaya menggali makna dibalik teks dengan menggunakan perangkat logika dan perspektif yang ketat. Oleh karenanya bahasa lalu menjadi alat yang penting untuk menjelaskan struktur dan mengungkapkan makna yang tersembunyi dibalik teks/bahasa yang material. Demikian halnya literatur, tanpa perangkat pengetahuan semantik yang mana merupakan bagian dari ilmu logika itu sendiri, maka suatu literatur tidak akan bisa diciptakan atau ditulis dengan nilai yang tinggi. Filsafat yang menggunakan metafora, retorika, dan pemikiran tersusun dalam literatur.
Literatur ada yang bersifat fiksi, seperti novel, cerpen, puisi, pantun dan ada juga bersifat literer. Yang bersifat literer, berupa penjelasan yang deskriptif, argumentatif, dan teoritis. Literatur yang bersifat fiksi melibatkan imajinasi untuk membangun sebuah dunia di luar realitas, yang mungkin saja menyerupai realitas, atau sesuatu yang sangat berbeda dari realitas. Meski tidak mengalami suatu peristiwa, seorang pembaca dapat menyelami alam perasaan dan penilaian moral dari sebuah literatur. Sebagaimanan pendapat dari Iris Murdoch yang menyatakan bahwa studi literatur adalah sebuah pendidikan untuk memotret dan memahami situasi manusia. Itu sebabnya di dunia pendidikan Eropa, filsafat telah diajarkan sejak tingkat menengah dengan penekanan pada kajian litaratur-literatur yang dikategorikan sebagai karya klasik, penting, dan besar.
Kisah yang disampaikan dalam suatu cerita menjadi sebuah bentuk rekayasa peristiwa yang memberikan kita kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan tentang moral. Ada banyak karya besar yang memberi pengaruh signifikan kepada pembaca di seluruh dunia. Karya besar tidak melulu harus berisi narasi dan pembahasan yang panjang, bahkan karya-karya singkat juga menunjukkan kontribusinya dalam pembangunan dunia ide. Lihatlah misalnya Le Petit Prince karya Antoine de Saint-Exupéry, sastra singkat Prancis yang berhasil membuat pembacanya berani berimajinasi tanpa batas dan menggugah kesadaran pembaca tentang arti kesendirian, cinta, persahabatan, dan loyalitas. The Littele Blackfish, sebuah karya Persia yang ditulis oleh Samad Behrangi, mengisahkan tentang perjalanan hidup ikan di samudera luas dan segala tantangan dan rintangannya. Matsuo Basho, seorang ahli Haiku, seni puisi Jepang yang ditulis singkat dengan kaidah penulisan 5-7-5, menulis karya-karya yang dibaca luas sampai hari ini. Salah satu puisinya “Di kolam tua, katak melompat, kecipak air”.
Tampak para penulis dari berbagai benua tersebut menunjukkan karya yang sesuai dengan pandangan dunia penulis berasal. Seperti Basho dengan puisi singkat dan apa adanya sebagaimana tangkapan indra, bisa jadi menunjukkan pandangan dunia kebudayaan Jepang pada masa Edo, yaitu era Basho hidup. Seperti dongeng Sinderella di Barat dan dongeng Bawang Merah Bawang Putih di Indonesia. Keduanya bercerita tentang sifat baik-buruk orang bersaudara yang dibuat semakin dramatis oleh kehadiran sang ibu tiri yang pilih kasih. Iri hati, cemburu, egois, adalah sifat-sifat yang alamiah hadir, baik itu di Barat ataupun di Timur.
Memperluas horizon pembacaan literatur membantu kita hidup dalam sisi kehidupan yang berbeda lainnya yang mungkin tidak akan kita rasakan dalam dunia nyata, tapi dapat dirasakan melalui imajinasi. Perbendaharaan cerita dapat membantu kita mengasah empati, menambah pengetahuan moral dan melahirkan tindakan preventif, mencegah terjadinya suatu kejahatan yang bisa menimpa diri kita dan lingkungan.
Bergabungnya subjek bahasa dalam rumpun ilmu CBDC, harapannya dapat memperkuat pondasi pengajaran filosofis bagi mahasiswa Binus, khususnya kajian etika/moral. Pengajaran Bahasa seharusnya tidak hanya terkait hal-hal normatif, seperti kiat menulis sesuai EYD, namun lebih jauh dari itu, mengajak mahasiswa menyelami dunia literatur untuk membangun imajinasi, nalar kritis, empati, dan bersikap secara moral sebagai makhluk rasional.