Keadilan Dan Kesejahteraan (Bagian 4)

Oleh: Dr. Catarina Manurung, S.H., M.M.

Pasal  28 D ayat (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Dari pasal di atas dapat diketahui bahwa hukum memegang peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hukum juga berfungsi untuk mengatur segala hal yang dilakukan agar berjalan tertib, lancar, dan adil.

Menurut Prof Van Kan, hukum bertujuan untuk menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu. Tujuan hukum menurut Van Kan adalah untuk menjaga kepentingan setiap manusia. Hal tersebut supaya kepentingan tersebut tidak akan terganggu. Menurut Van Kan, norma-norma atau sebuah kaidah akan mampu melindungi kepentingan orang di dalam masyarakat.  Menurut Prof CST Kansil, hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan di masyarakat itu.

Para pakar ilmu hukum memiliki pandangan akan tujuan hukum sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Dari berbagai sudut pandang inilah yang kemudian melatarbelakangi adanya tiga aliran atau teori, yakni etis, utilitas, dan campuran. Tujuan hukum berdasarkan teori etis adalah untuk mencapai keadilan.

Apakah masyarakat sudah mendapatkan keadilan? Tujuan hukum berdasarkan Teori Etis adalah untuk mencapai keadilan. Lebih lanjut, teori ini mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan dan hukum yang dibuat harus diterapkan secara adil untuk seluruh masyarakat agar masyarakat merasa terlindungi. “Justitia est constans et perpetua voluntas jus suum cuique tribuendi” (Keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya )

Sedangkan tujuan hukum menurut Teori Utilities adalah untuk memberikan manfaat atau faedah bagi setiap orang dalam masyarakat. Pada hakikatnya, tujuan hukum ialah memberikan kebahagiaan ataupun kenikmatan besar dan bermanfaat bagi seseorang atau kelompok dalam suatu masyarakat dalam jumlah yang besar. Berdasarkan teori utilitas, hukum itu bertujuan untuk kemanfaatan/faedah orang terbanyak dalam masyarakat. Salah satu tokoh teori utilitas ialah Jeremy Bentham. Ungkapan dari Jeremy Bentham yang terkenal adalah : “Greatest Happiness for the Greatest Number” artinya kebahagiaan yang besar untuk kepentingan sebagian besar orang.

Teori Campuran (tengah-tengah) yaitu paduan dari teori etika dan teori utilitas yang artinya bahwa tujuan hukum itu selain untuk mencapai keadilan, juga harus mementingkan kemanfaatan/faedah orang terbanyak. Tokoh teori campuran, yaitu: 1) Prof. Van Apeldoorn, 2) Mr. JHP Bellefroid. Sebagai contoh dalam kasus pelebaran jalan  agar adil orang-orang yang tergusur akibat pelebaran jalan, hendaknya diberi “ganti untung” yang pantas agar yang bersangkutan dapat membuat rumah baru di tempat lain.

Teori terakhir, menurut Utrecht tujuan hukum itu mesti ditekankan kepada fungsi hukum yang menurutnya adalah untuk menjamin kepastian hukum (rechtszekerheid) yaitu baik masyarakat maupun para anggotanya harus tahu hak dan kewajibannya yang dijamin oleh hukum secara pasti. Contoh konkritnya adalah lembaga daluwarsa. Lembaga ini diadakan untuk memberikan kepastian hukum setelah berlalunya atau lewatnya waktu tertentu. Dalam suatu kasus daluwarsa bisa saja dari satu sisi akan mengesampingkan rasa keadilan demi tercapainya suatu kepastian hukum. Contohnya seseorang yang telah menguasai tanah lebih dari 30 tahun maka berdasarkan aturan tentang daluwarsa ia lantas menjadi berhak atas tanah tersebut.

Setiap orang berhak mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Mengapa harus ada jaminan dan perlindungan hak atas persamaan? Meskipun dikatakan “men are created ‘equal’, tetapi kenyataan manusia berbeda-beda (perbedaan suku atau etnis, perbedaan jenis kelamin, perbedaan agama dan Iain sebagainya). Bahkan ada perbedaan antara yang berkuasa (the ruling power) dengan yang diperintah (the ruled). Sejarah menunjukkan, perbedaan itu telah menimbulkan penindasan, perlakuan tidak adil antara kelompok yang satu dengan yang lain.

Apakah sebenarnya yang dikehendaki para penganjur paham persamaan? John Wilson (Oxford) mengutarakan dua dasar yang dikehendaki para penganjur persamaan. Pertama; dasar tuntutan politik, yang meliputi hal-hal seperti; kehendak meniadakan purbasangka dan mengutamakan persamaan antar ras (persamaan rasial). Ada yang menghendaki penghapusan sistem kapitalis menjadi persamaan di bidang ekonomi. Ada yang ingin menghapuskan sistem sosial berdasarkan garis laki- laki (patrialchal), dan mendorong persamaan tanpa dibedakan atas dasar jenis kelamin (sex). Ada pula penganjur persamaan yang berpendirian persamaan harus ada dalam segala aspek kehidupan, all men are equal.

Kedua; dasar untuk menjamin impartiality  dan consistency. Dalam praktek, impartiality (tidak berpihak) merupakan salah satu asas utama kemerdekaan  kekuasaan kehakiman (freedom of judiciary). Consistency merupakan asas untuk menjamin kepastian hukum (legal cortainty) dan prediktibilitas (predictibility) dalam menyelesaikan persoalan hukum.

Pada mulanya, kajian mengenai persamaan atau hak asasi pada umumnya, adalah obyek filsafat dan ilmu politik. Sebagai kajian filsafat, persoalan persamaan mencoba menjelaskan makna persamaan, mengapa perlu persamaan, apa,tujuan yang hendak dicapai dari persamaan, dan berbagai aspek filsafat lainnya. Sebagai kajian ilmu politik, persamaan bertalian dengan hubungan antara kekuasaan dengan individu atau masyarakat. Dimana letak individu dalam suatu sistem kekuasaan, bagaimana kekuasaan memperlakukan individu, dan lain-lain hubungan kekuasaan dengan individu atau masyarakat pada umumnya?

Selanjutnya persamaan sebagai obyek kajian hukum. Untuk menjamin agar berbagai asas dan aspek-aspek persamaan dapat diwujudkan dalam tatanan politik, pemerintahan, ekonomi dan lain-lain harus diatur oleh hukum. Bahkan secara faktual berbagai hak asasi (dan hak-hak lain) termasuk hak atas persamaan berkembang melalui hukum, baik melalui aturan-aturan hukum ataupun  putusan hakim.

Dr. Catarina Manurung, S.H., M.M.