Keadilan Dan Kesejahteraan (Bagian 2)

Oleh: Dr. Catarina Manurung, S.H., M.M.

Pasal 28D ayat (2) menyatakan setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Sesudah kita menyelesaikan studi, tentu kita ingin bekerja dan mendapatkan penghasilan yang layak. Tetapi dalam kehidupan ini, banyak orang yang sudah menyelesaikan pendidikan apakah di Tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) atapun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Tingkat Strata-1 (S-1), belum mendapatkan pekerjaan alias penganggran. Apa yang salah dengan hal ini?

Apa yang dimaksud dengan bekerja? Makna bekerja ditinjau dari segi perorangan adalah gerak dari pada badan dan pikiran setiap orang guna memelihara kelangsungan hidup badaniah maupun rokhaniyah. Makna bekerja ditinjau dari segi kemasyarakatan adalah melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa guna memuaskan kebutuhan masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 554), “kerja diartikan sebagai kegiatan untuk melakukan sesuatu yang dilakukan atau diperbuat dan sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah, mata pencaharian”.

Mencari nafkah, mata pencaharian, berarti bekerja untuk kelangsungan hidup atapun kesejahteraan hidup. Saat sekarang kebanyakan orang bekerja hanya digaji dengan Upah Minimum Regional (UMR) dan Upah Minimum Provinsi (UMP). Namanya saja sudah upah minimum, berarti standard upah yang minimal untuk hidup.  Menjadi pertanyaan adalah, “Apakah kita sudah hidup sejahtera?”  Sebagian besar di antara kita biasanya menyatakan, rasa-rasanya belum sejahtera. Kenaikan upah selalu tertinggal jauh, jika dibandingkan dengan kenaikan harga barang-barang dan kebutuhan hidup yang melambung tinggi. Jika kita mengeluh, dianggap sebagai orang yang tidak mampu bersyukur. Apakah benar seperti itu?

Konstitusi kita menjamin, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Setiap orang berhak untuk bekerja, artinya sebenarnya tidak boleh ada pengangguran. Kenyataannya di Indonesia, angka penganggran itu termask tinggi.  Berapa persen pengangguran di Indonesia tahun 2024? Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,2 juta orang dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,82 persen hingga Februari 2024. Jumlah itu berkurang sekitar 790.000 orang dari periode yang sama tahun lalu, yakni 7,99 juta orang dengan TPT sebesar 5,45 persen. Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap nasib dan kesejahteraan 7,2 juta orang tersebut? Pastinya negara yang harus bertanggung-jawab.

Apa itu hubungan kerja? Dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja,

Apakah kita yang bekerja berdasarkan perintah kerja ataupun berdasarkan  perjanjian kerja, sudah mendapatkan upah serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak? Bagaimana bentuk/ wujud upah/imbalan yang layak? Bagaimana bentuk/ wujud perlakuan yang adil dan layak?

Cara pembayaran upah pekerja harus disepakati dalam perjanjian kerja. Upah penuh biasanya harus dibayarkan secara tunai di tempat kerja, kecuali jika perjanjian kerja menyatakan sebaliknya, misalnya, pembayaran dapat dilakukan melalui transfer bank. Pembayaran dalam bentuk obat-obatan atau minuman keras dilarang.

Syarat sistem pemberian upah yang baik berupa : (i) mampu memuaskan kebutuhan dasar pekerja; (ii) menyediakan sistem pemberian upah yang sebanding dengan perusahaan lain pada bidang yang sama; (iii) memiliki sifat adil; (iv) menyadari bahwa setiap pekerja memiliki kebutuhan yang berbeda.

Dengan kita bekerja, pastilah yang pertama-tama yang harus tercukupi adalah kebutuhan dasar berupa: sandang, pangan dan papan. Rata-rata para pekerja biasanya gajinya sudah habis hanya untuk kebutuhan sandang pangan saja. Itupun akan sangat kurang, apabila gaji  yang diterima hanya upah minimum saja. Upah minimum akan jauh tertinggal dibandingkan dengan terus meroketnya harga-harga bahan pangan. Untuk memenuhi sandang-pangan saja rasanya sudah cukup sulit, bagaimana dengan kebutuhan papan/ peruumahan/ tempat tinggal? Jika sudah memiliki anak tentunya ada biaya  tambahan untuk membeli susu, membayar biaya SPP, membayar uang kuliah dan lain-lain.

Jika sistem pemberian upah tidak sebanding dengan perusahaan lain pada bidang yang sama, tentunya para pekerja akan melirik ke perusahaan lain. Ini akan menimbulkan turn over karyawan yang cukup tinggi dan tentunya hal ini tidak akan baik untuk keberlangsungan perusahaan.

Memiliki sifat yang adil, wujudnya seperti apa? Kadang-kadang perusahaan kurang transparan tentang kenaikan gaji/upah, tentang pemberian bonus tahunan, tentang pelaksanaan promosi jabatan, tentang mutasi jabatan dan hal-hal yang lain yang berhubungan dengan kesejahteraan karyawan. Tidak jelasnya indikator yang digunakan untuk mengukur prestasi karyawan.  Apakah kita merasa sudah mendapatkan keadilan di tempat kerja kita masing-masing?

Perusahaan haruslah menyadari bahwa setiap pekerja memiliki kebutuhan yang berbeda. Karyawan yang sudah berkeluarga dan memiliki anak, tentunya berbeda kebutuhannya dengan karyawan yang masih single/ lajang. Keadilan antara karyawan yang sudah berkeluarga dengan keadilan buat karyawan yang masih lajang juga tentunya sangat berbeda. Dalam hal ini, apakah perusahaan sudah menerapkan keadilan dalam pemberian  gaji/upah?

Dr. Catarina Manurung, S.H., M.M.