Prof Engkos Achmad Kuncoro: Filsafat Harus Membumi

Jakarta, CBDC – Character Building Development Center (CBDC) Binus University atau Universitas Bina Nusantara (Binus) bekerja sama dengan Binus Publishing meluncurkan dan mendiskusikan buku yang berjudul Filsafat Solidaritas: Perspektif Richard Rorty karya Redemtus Kono, M.Fil dan Dr. Frederikus Fios, S.Fil.,M.Th, di Creative Space Binus, Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Diskusi ini dilakukan secara onsite dan online. Diskusi dihadiri ratusan akademisi seluruh Indonesia dan mahasiswa Binus. Diskusi dimoderatori oleh Margareta Engge Kharismawati, M.Fil.

Buku Berkualitas

Dalam sambutannya, Prof. Dr. Engkos Achmad Kuncoro, S.E., M.M mengucapkan proficiat atas penerbitan dan peluncuran buku yang luar biasa ini. Prof. Engkos mengatakan bahwa filsafat adalah ibu dari kebenaran. Maka filsafat perlu diberi ruang.

“Namun, sayangnya, tidak banyak program studi di Indonesia yang memberikan perhatian kepada program filsafat ini,” ujarnya.

Selanjutnya, Prof. Engkos menyampaikan bahwa di Universitas Bina Nusantara ada unit Character Building Development Center (CBDC). Unit ini bertangggungjawab terhadap pengembangan karakter para Binusian.

“Karakter erat kaitannya dengan Filsafat. Setiap orang memiliki keyakinan yang sama tentang kebenaran hakiki, tegasnya. Kita memiliki peran dan tugas yang sama yakni menjunjung tinggi kebenaran. Di Indonesia, kita punya Pancasila sebagai dasar filsafat negara,” lanjutnya.

Pada bagian akhir sambutannya, Prof. Engkos yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Bina Nusantara itu, juga mengharapkan buku Filsafat Solidaritas: Perspektif Richard Rorty dapat memperkaya dan mengajak setiap orang untuk bersolider.

“Filsafat solidaritas merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kita semua. Mari kita bersolider dalam hidup setiap hari,” ajaknya.

Memahami Filsafat Solidaritas

Lalu, Dr. Frederikus Fios, Manager CBDC Universitas Bina Nusantara, yang juga sebagai penulis kedua menjelaskan bahwa buku ini sebetulnya mengajak kita manusia untuk saling menghormati keunikan masing-masing.

“Solidaritas dalam konteks ini harus dibangun dari keunikan kita masing-masing dalam memahami realitas sosial yang kita alami dan kita jumpai,” paparnya.

Fios menjelaskan garis besar buku ini sambil menambahkan bahwa Filsafat tidak hanya berkutat soal pemikiran. Filsafat perlu terlibat dalam praksis realitas sosial.

“Hal inilah yang kita pelajari dari filsafat solidaritas dalam perspektif Richard Rorty,” ungkapnya.

Selanjutnya Redemtus Kono sebagai penulis utama menjelaskan bahwa solidaritas itu tidak ditemukan tetapi diciptakan. Ada beberapa kondisi yang diperlukan bagi penciptaan solidaritas ini. Solidaritas berangkat dari sensivitas. Sensivitas terhadap pengalaman-pengalaman keterbatasan, penderitaan dan tertindas.

“Lalu, solidaritas juga membutuhkan imajinasi. Imajinasi sangat penting agar kita dapat memahami situasi penderitaan orang lain. Selain itu, imaginasi juga mendorong kita untuk bersolider dengan orang lain. Sensivitas dan imajinasi dapat kita latih dengan membaca karya-karya sastra,” jelasnya.

Menurut Redemtus yang adalah Tenaga Ahli anggota DPR RI Yohanis Fransiskus Lema, S.IP, M.Si, solidaritas membutuhkan sikap ironis-liberal yakni sikap meragukan pandangan, keyakinan, ataupun pendapat sendiri serentak ingin tahu terhadap pendapat orang lain. Dalam kehidupan publik, orang bebas berekspresi namun serentak tidak melakukan tindakan yang merugikan atau membuat orang lain menderita.

“Solidaritas dibentuk dari kepekaan sosial kita untuk membangun hubungan yang erat dan mendalam dengan orang lain. Tidak terjebak dalam tirani pendapat atau opini sendiri,” bahasnya.

Redemtus yang akrab dipanggil Redem Kono berharap penelitian tentang solidaritas dan mengenai Richard Rorty terus dilakukan untuk memperkaya khazanah ilmiah serentak mengisi ruang publik dengan gagasan-gagasan etis yang penting dalam hidup bersama.

“Mari kita isi ruang publik dengan gagasan-gagasan cerdas dan bernas. Terutama gagasan yang berkontribusi membangun peradaban,” ajak alumni Ledalero dan Driyarkara tersebut.

Diskusi ditutup dengan testimoni dari beberapa akademisi dan praktisi. Salah satunya Rektor Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero Dr Otto Gusti mengapresiasi kedua penulis karena telah menghasilkan buku yang bernas.

Terima kasih dan Apresiasi

Kedua penulis mengucapkan terimakasih kasih kepada Binus karena menerbitkan buku tersebut. Binus sebagai universitas swasta terbaik Indonesia memiliki perhatian besar kepada diskusi serius tentang hidup bersama.

“Richard Rorty adalah filsuf dekonstruktif yang membongkar pemahaman lama tentang solidaritas maka kehadiran buku ini sangat penting. Buku ini menjadi lebih penting lagi karena politik dan kebudayaan kita diwarnai sikap anti-intelektualisme. Selamat membaca buku yang penting ini,”ucapnya.

Frederikus Fios