Pentingnya Sentuhan
Oleh: Arcadius Benawa
Dalam sharing saya tentang strategi pembelajaran, pernah saya ungkapkan bahwa amat penting pada pertemuan pertama dalam perkuliahan adalah menyentuh hati mahasiswa. Oleh karena itu pula pihak Universitas Bina Nusantara juga menekankan bahwa Dosen tidak boleh absen di pertemuan pertama. Bagaimanapun pertemuan pertama itu memberi kesan awal yang bisa sangat memengaruhi perhatian dan minat mahasiswa pada Dosen dan mata kuliah yang diikutinya. Bahkan rekan kita Bapak Dr. Ponijan Liaw dalam sharingnya tentang strategi memikat mahasiswa dalam pembelajaran juga mengungkapkan hal sama, khususnya terkait dengan kesepakatan dan sanksi pelanggarannya yang perlu disampaikan dengan canda ria namun tetap mengena.
Sedemikian penting sentuhan atau kesan pertama itu, sehingga seniman kondang seperti Michael Angelo melukiskan Allah yang menciptakan manusia pertama (Adam) itu bukan dengan menghembusi Adam dengan nafas-Nya, seperti yang diungkapkan di dalam Kitab Suci (Kejadian 2: 7), tetapi Michael Angelo melukiskannya dalam wujud gambar Allah yang seperti mau menyentuh manusia Adam itu. Lukisan yang amat terkenal itu mau menunjukkan bahwa daya kekuatan sentuhan itu menghidupkan, seperti nafas Allah yang juga menghidupkan manusia.
Kata-kata yang menyentuh kerap adalah kata-kata yang menghidupkan seseorang yang semula seperti sudah patah semangat, namun berkat sentuhan orang lain melalui kata-kata yang mengena atau menyentuh bisa menjadi powerful. Kisah atlit yang nyaris kalah kemudian bisa menjadi pemenang juga tidak jarang kita saksikan berkat sentuhan kata-kata dari supporternya, apalagi kalau supporter itu adalah orang-orang yang dekat di hatinya, seperti Ibu, atau kekasih atau guru, atau siapapun.
Kita juga masih ingat kisah seorang murid yang nakal yang ketahuan mencuri jam tangan, namun kemudian menjadi sangat baik karakternya, karena ia tersentuh dengan kata-kata gurunya yang tidak menghukumnya saat sang guru sebetulnya tahu siapa yang mencuri jam tangannya lewat operasi senyapnya yang bijak itu.
Kita juga bisa merujuk pada kisah Maria Magdalena yang berubah menjadi baik dan meninggalkan profesi lamanya, ketika tersentuh oleh kata-kata bijak dari Yesus. “Aku pun tidak menghukummu. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi!” (Yohanes 8: 11).
Demikian pun Daud yang tersentuh oleh Nabi Nathan yang bercerita tentang orang kaya dan penggembala miskin. (2 Sam 12: 1-13). Kisah yang menyentuh itu membuat Daud sadar akan dosanya akan kelakuannya yang telah merebut Betsyeba, istri Uria dengan cara yang tidak patut.
Tentu saja sentuhan hati tidak hanya dilakukan dengan kata-kata, namun juga bisa dengan sikap dan tindakan. Maka gambaran Allah yang menyentuh Adam merepresentasikan bahwa sentuhan fisik itu juga penting, entah itu mengelus, berjabatan tangan, menepuk bahu, mengelus rambut kepala. Sentuhan-sentuhan fisik itu bisa powerful. Itu sebabnya anak yang terbiasa diberkati orang tuanya ketika ia pamit hendak berangkat ke sekolah, akan terbawa sampai ia dewasa, dan meneruskan tradisi itu ketika ia juga punya anak. Sentuh di dahi berupa berkat dengan tanda salib atau sekadar berkat orang tua dengan menyentuh kepala anak bisa begitu powerful, sehingga anak mantap berangkat sekolah atau suami pergi bekerja.
Demikian pun fenomena Idul Fitri. Ketika satu sama lain berjabatan tangan sebagai tanda saling bermaaf-maafan itu juga menjadi sesuau yang powerful, sehingga orang-orang yang semula bermusuhan atau berjauhan bisa berdamai kembali. Kita mudah melihat pemandangan ketersentuhan di hari raya Idul Fitri itu lewat mata-mata yang berkaca-kaca atau bahkan bercucuran air mata oleh karena haru dan bahagia telah berdamai dengan orang yang selama sekian waktu telah berjauhan itu.
Kembali ke strategi pembelajaran, maka betapa pentingnya Dosen memberikan sentuhan hati kepada mahasiswanya melalui sapaan atau pengenalan akan nama mahasiswanya atau dengan perhatiannya pada mahasiswa yang sengaja atau tidak sengaja sebetulnya memang sedang kehausan untuk mendapat perhatian berupa sentuhan hati dan budinya dari orang yang diidealkan entah itu orang tua, dosen, atau siapapun.
Semoga kita semua tidak pelit memberikan sentuhan pada sesama, sebab Tuhan demi menghidupkan manusia pun senantiasa berusaha menyentuh manusia. Semoga kita pun peka terhadap sentuhan Tuhan melalui sesama kita atau pun alam semesta, agar iman kita pun makin hidup menghidupi kita sekalian.
Sumber: Wikipidea.com